Bagaimana Kondisi Perusahaan semenjak Pandemi, Hengkang atau Bertahan?

Michele Kurnia
Mahasiswa Ekonomi Universitas Parahyangan Bandung
Konten dari Pengguna
2 Juli 2021 21:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Michele Kurnia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Unsplash
ADVERTISEMENT
Awal tahun 2020 tepatnya pada tanggal 3 Maret 2020, masyarakat dunia mulai dikejutkan dengan adanya virus baru yang penyebarannya sangat cepat yaitu virus Covid-19. Virus ini banyak memberikan dampak buruk bagi kehidupan manusia tak terkecuali dalam bidang perekonomian.
ADVERTISEMENT
Semenjak virus ini menyebar di negara Indonesia, banyak tenaga kerja yang terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan juga tak sedikit tempat produksi atau tempat usaha yang tutup karena kurangnya kemampuan konsumen untuk membeli terhadap barang yang diproduksi tersebut.
Dikutip dari Detik.com, Asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan potensi kehilangan devisa mencapai US$ 4 miliar sejak awal penyebaran hingga pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dengan adanya pandemi, masyarakat yang ingin bekerja ataupun berjualan kesulitan karena terbatasnya ruang gerak untuk aktivitas di luar rumah sehingga menimbulkan kemerosotan ekonomi yang besar.
Kondisi ini membawa pengaruh yang besar terhadap sektor usaha baik besar maupun kecil (UMKM) karena peristiwa ini tak memandang bulu. Pengaruh yang dapat dirasakan oleh para pengusaha besar yaitu kebangkrutan yang dibuktikan oleh perusahaan PT Hero Supermarket Tbk (HERO) telah memutuskan untuk menutup semua gerai giant yang ada di Indonesia mulai akhir juli 2021, hal ini dikarenakan adanya pandemi mengubah dinamika pasar di mana tren belanja di supermarket mengalami penurunan.
ADVERTISEMENT
Juga Perusahaan kecil dan menengah seperti UMKM turut merasakan dampak yang kurang baik yang menurut Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Ikhsan Ingratubun, bahwa selama tahun 2020 ada sekitar 30 juta UMKM yang bangkrut karena Covid-19 (mayoritas sektor pariwisata). Tetapi meskipun begitu, banyak masyarakat dan perusahaan besar yang masih mencoba bertahan menjalankan usahanya selama pandemi karena sumber pendapatan mereka berasal dari aktivitas penjualan dan produksi.
Seperti pernyataan sebelumnya yang tak memandang bulu, perusahaan besar seperti PT Indofood pun bahkan terkena imbas dari pandemi, yang akhirnya memaksa perusahaan untuk memutar otak dan berusaha agar tetap mempertahankan profit dan aset perusahan.
Namun, tentunya perusahaan besar seperti PT Indofood sudah memiliki rancangan ketika menghadapi situasi tak terduga. Strategi yang dirancang oleh suatu perusahaan sangatlah penting karena selain untuk mencapai visi dan misi, juga dapat digunakan untuk mempertahankan perusahaan dalam jangka panjang yang siap untuk menghadapi kemungkinan buruk.
ADVERTISEMENT
Didapati bahwa dengan strategi yang baik PT Indofood Sukses Makmur Tbk masih mampu meningkatkan penjualan di tengah pandemi Covid-19 selama semester I-2020, yaitu penjualan neto sebesar Rp 39,38 triliun yang naik 2% dibandingkan semester I-2019. Ada beberapa strategi yang dilakukan oleh PT Indofood di antaranya ada linkage yang meliputi akses terhadap pemerintah serta konektivitas dengan industri, strategi proses learning yang mempelajari ilmu dari entitas anak perusahaannya, dan terakhir strategi leverage yaitu penelitian yang fokus menggunakan pendekatan perspektif eselon atas dan bahwa produk unggulan diperoleh dari keberadaan top tim management.
Serta Indofood juga melakukan G-5 strategy untuk menganalisis peluang dan tantangan perusahaan serta melakukan perkembangan pasar melalui upaya akuisisi, aliansi, join venture, dan berbagai macam usaha sebagai bentuk dari perwujudan strateginya.
ADVERTISEMENT
Selain memiliki strategi yang matang, PT Indofood juga melakukan beberapa usaha baru yang menyesuaikan dengan keadaan terkini yang dinilai cukup berhasil. Sebagai contoh PT Indofood mengeluarkan varian produk baru yang diproduksi secara terbatas seperti Indomie Bhinneka atau Indomilk Tobot Robot, perusahaan besar ini juga melakukan redesign pada produk lama agar menarik, dan tak lupa gencar melakukan promosi yang menggiurkan baik dalam komersial maupun realitas.
Dan mungkin karena pandemi banyak orang lebih memilih memasak di rumah, hasilnya adalah penjualan PT Indofood dalam sektor penyedap makanan terus mengalami peningkatan mencapai sebesar Rp2,87 triliun. Usaha lain yang dilakukan untuk mempertahankan laba agar tidak terjatuh adalah dengan melakukan gerakan atau champaign dengan #NiatBaikDariRumah yang memiliki makna yaitu ketika berpuasa tetap buka puasa di rumah dengan mengonsumsi Indomie.
ADVERTISEMENT
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi membawa dampak buruk, namun tanpa kita sadari terjadi keputusan yang awalnya untuk menyesuaikan dengan kondisi tetapi akhirnya menguntungkan. Salah satu contohnya adalah masyarakat menjadi lebih peduli dengan kebersihan dan kesehatan yang menjadi tak ternilai harganya, banyak orang yang membawa hand sanitizer, tisu basah, dan rutin mengonsumsi vitamin serta olahraga agar terhindar dari virus. Berlaku juga dengan perusahaan besar yang mengetatkan protokol kesehatan dalam proses produksinya agar mendapatkan kepercayaan masyarakat bahwa produk yang mereka jual adalah produk higienis dan berkualitas. Selain dari dampak perilaku, keputusan yang diambil PT Indofood ketika masa pandemi yaitu dengan mengakuisisi Pinehill Company Limited (PCL) pada tanggal 27 Agustus juga memberikan dampak positif yaitu berkat akuisisi penjualan mi instan ICBP di wilayah Timur Tengah dan Afrika tumbuh hingga 121,1% secara year on year (yoy). Sehingga setiap usaha yang dilakukan PT Indofood sebenarnya membuahkan hasil karena di setiap pengorbanan maka akan ada hasil yang dapat diperoleh.
ADVERTISEMENT