Kriminalisasi Robertus Robet: Itu Kesewenang-wenangan

Miko Ginting
Pengajar Hukum Pidana STH Indonesia Jentera
Konten dari Pengguna
7 Maret 2019 14:27 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Miko Ginting tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Miko Ginting. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Miko Ginting. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Robertus Robet adalah seorang akademisi dan aktivis demokrasi, ditangkap di kediaman pribadinya pada Kamis dini hari (7/3). Tak lama berselang, ia ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE, Pasal 14 ayat (2) juncto Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Robertus Robet. Foto: Nunki Lasmaria Pangaribuan/kumparan
Tidak ada dari satu pun pasal yang disangkakan kepadanya tepat untuk digunakan. Pertama, yang perlu dilihat lebih dalam oleh penyidik adalah terdapat video yang sengaja dipotong dan kemudian menghilangkan konteks dari keseluruhan apa yang ia sampaikan.
ADVERTISEMENT
Ia menyanyikan lagu tersebut satu napas dengan upaya membalikkan ingatan kepada Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada zaman Orde Baru yang sangat berkuasa, tertutup, dan cenderung sewenang-wenang.
Ia kemudian mengapresiasi kemajuan reformasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) usai penghapusan Dwifungsi ABRI dan berharap kemajuan itu tidak kembali mundur dengan penempatan personel TNI di lembaga sipil. Intinya, penyidik tidak boleh melihat penggalan-penggalan semata tetapi melihat konteks dan pesan yang ia sampaikan secara lengkap dan utuh.
Dari pasal yang disangkakan, terlihat jelas terdapat pemaksaan delik yang berujung pada kesewenang-wenangan (arbitrary). Pertama, Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE memuat inti delik “penyebaran informasi yang menimbulkan permusuhan atau kebencian berdasarkan SARA”. Delik ini tidak tepat sama sekali diterapkan pada kasus ini karena delik ini memuat unsur berbasis SARA. Tidak ada satu pun muatan SARA dalam orasi RR.
ADVERTISEMENT
Kedua, Pasal 14 ayat (2) juncto Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana memuat inti delik “dengan menyiarkan berita bohong dengan sengaja memuat keonaran” dan “dengan sengaja menyiarkan kabar yang tidak pasti, berlebihan, dan tidak lengkap”.
Delik ini kembali tidak tepat tidak digunakan karena harus ada unsur penyiaran berita atau informasi dari tindakan yang ia lakukan. Sementara apa yang dilakukan RR sama sekali tidak memenuhi unsur penyebaran berita atau informasi ini.
Ketiga, Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Delik ini memuat unsur “dengan sengaja menghina penguasa atau badan umum di muka umum melalui lisan maupun tulisan”. Perlu diperhatikan bahwa yang dinyanyikan oleh RR adalah bentuk satir yang pada era 1998 sering kali dinyanyikan elemen demokrasi dalam mendorong Reformasi TNI.
ADVERTISEMENT
Selain itu, terdapat kata-kata “ABRI” yang sudah dihapus melalui TAP MPR No. VI dan VII Tahun 2000, UU Pertahanan Negara, UU TNI, dan UU POLRI. Selanjutnya, perlu diperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 013-022 yang menyatakan bahwa “penuntutan terhadap Pasal 207 ke depan seharusnya dilakukan dengan berdasar pada delik aduan”.
Dengan demikian, “pihak yang merasa dihina” dalam delik itu sudah hilang dengan sendirinya dan pasal ini tidak tepat sama sekali diterapkan.
Selain itu, tindakan penangkapan yang dilakukan pada tengah malam di kediaman RR sama sekali tidak berdasar. Penangkapan, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan.
Tidak ada satu pun kepentingan pemeriksaan yang mendesak untuk dilakukan pada tengah malam dan tindakan ini cenderung tidak manusiawi. Oleh karena itu, penetapan RR sebagai tersangka dan penangkapan terhadapnya adalah bentuk kesewenang-wenangan.
ADVERTISEMENT
Apabila diteruskan, ini akan berujung pada ketidakpercayaan publik pada penegakan hukum. Sebaliknya, Kepolisian seharusnya bisa menunjukkan peran dalam memberikan perlindungan terhadap RR dan keluarganya, alih-alih memproses RR dengan delik yang sama sekali tidak tepat dan tidak berdasar.