PRUDENTIAL 1.png

3 Kisah Milenial Pejuang Kanker: Melawan Penyakit dengan Semangat

28 Oktober 2020 19:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tiga survivor kanker. Dok. kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Tiga survivor kanker. Dok. kumparan.
Kanker menjadi penyakit menakutkan bagi banyak orang. Bagaimana tidak, mengetahui gejala kanker memang tidak mudah karena jenis penyakit yang menyerang sel ini tidak memiliki gejala khusus yang menandakan kemunculannya.
Baik tanda maupun gejala kanker cenderung dialami di berbagai bagian tubuh. Artinya kanker baru dirasakan dan diketahui penderitanya jika sel-sel kanker telah menyebar.
Bertahan dan berjuang melawan penyakit yang mengancam jiwa ini bukan hal yang mudah dilakukan. Tapi, tidak menyerah adalah pilihan terbaik dalam menjalani dan menikmati kehidupan dengan kekurangan.
Ya, hidup dengan kanker bukan penghalang bagi ketiga milenial ini untuk mewujudkan mimpi dan melakukan hal sesuai passion mereka. Dengan semangat, mereka berjuang melawan kanker yang dideritanya. Siapa saja?

1. Chandra Wahyu Aji, Ingin Tetap Berkontribusi Meski Hanya Punya Satu Kaki

Chandra Wahyu Aji. Dok. kumparan.
Memiliki keterbatasan fisik tak membuat Chandra patah semangat hingga menutup diri. Sejak kecil, Chandra sudah berkecimpung di dunia sepak bola. Baginya, olahraga tersebut adalah bagian tak terpisahkan dari hidupnya.
Chandra pun banyak meraih prestasi dari hobinya ini. Bahkan kala itu ia juga lolos seleksi pemain nasional U-14. Sayangnya, pada pertengahan tahun 2012, Chandra menderita cedera lutut saat mengikuti turnamen sepak bola.
Karena kejadian tersebut, Chandra memutuskan untuk mencoba pengobatan alternatif yakni urut tradisional untuk mempercepat pemulihan. Namun bukannya sembuh, kaki Chandra justru bengkak dan membesar.
Chandra pun memutuskan untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Dari hasil biopsi, Chandra divonis menderita kanker tulang ganas dan mengharuskannya menjalani beberapa kali kemoterapi hingga pada akhirnya kakinya diamputasi. Tujuannya, agar sel kanker ganas tidak makin menyebar dan membahayakan Chandra.
Chandra frustasi. Impiannya menjadi pemain sepak bola profesional luntur seketika. Selama setahun setelah diamputasi, Chandra menjadi seorang pemurung dan menutup diri dari siapa pun.
Teman-teman dan keluarganya memberikan support penuh kepada dirinya. Tak hanya itu, teman-teman Chandra pun tetap mengajaknya bermain bola, tanpa membicarakan kekurangannya. Semangat dari teman-temannya tersebut membuat Chandra bangkit dari keterpurukan.
Tak hanya tetap bermain bola, Chandra bahkan mendirikan sekolah bola, sekaligus menjadi pelatihnya. Meski harus kehilangan satu kaki, tekad Chandra cukup kuat ingin berkontribusi kepada negeri melalui sektor olahraga sepak bola.

2. Rasa Sakit Tak Menyurutkan Sazkia untuk Berkarya

Sazkia. Dok. kumparan
Kanker tidak hanya mengintai orang dewasa, tapi juga anak-anak. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan, terdapat 182.338 kasus kanker menjangkit anak-anak berusia 5 – 14 tahun.
Kanker pada anak, sampai saat ini masih sulit dicegah karena penyebabnya masih belum diketahui secara pasti. Meski begitu, bila terdeteksi sejak dini dan mendapat penanganan secara tepat, anak dengan penyakit kanker dapat disembuhkan.
Dibandingkan jenis kanker lainnya, leukemia atau kanker darah putih merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada anak. Masalahnya, tidak ada gejala yang khas dari leukemia, seperti yang dialami Sazkia.
Pada 2007, muncul ruam merah di tubuh Sazkia, kondisinya lemah selama hampir 2 minggu. Hasil dari pemeriksaan awal menunjukkan Sazkia terserang demam berdarah. Namun ketika dilakukan pemeriksaan lanjutan, tim medis mengatakan bahwa Sazkia menderita leukimia atau kanker darah dengan risiko tinggi.
Orang tuanya pun menyembunyikan hal ini kepada Zaskia lantaran tak ingin membuat Sazkia khawatir. Namun lambat laun, Sazkia mengetahuinya dan ia pun ikhlas menerimanya.
Berbulan-bulan Sazkia menjalani kemoterapi dan dirawat di rumah sakit. Kondisi ini pun membuat Sazkia harus menjalani homeschooling karena tak memungkinkan untuk melanjutkan sekolah formal.
Meski begitu, Sazkia tetap semangat dan gigih untuk belajar seperti anak-anak normal lain. Berkat semangatnya itu, Sazkia bisa lulus sekolah hingga jenjang SMA tepat waktu.
Perjuangannya melawan kanker membuat Sazkia ingin berbagi pengalamannya. Dibantu oleh kakak dan sepupunya, ia membuat album berisikan 8 lagu. mengenai cerita suka dan duka dalam menjalani pengobatan kankernya.
Lewat karyanya tersebut, Sazkia terpilih sebagai steering committee kanker anak se-Asia dan juga dipilih sebagai wakil ketua Cancer Buster Community.
Cancer Buster Community adalah sebuah komunitas penyintas kanker anak yang berada di bawah naungan YOAI atau Yayasan Onkologi Anak Indonesia dan aktif memberikan dukungan kepada pasien kanker anak serta orang tuanya untuk semangat menjalani pengobatan.

3. Intan Khasanah, Lulus Cum Laude di tengah Perjuangan Melawan Kanker

Intan Khasanah. Dok. kumparan.
Berawal dari 2012, Intan mengalami demam tinggi dan muncul benjolan kecil di leher. Bersama kedua orang tuanya, Intan pergi ke rumah sakit. Setelah diperiksa, dokter awalnya mendiagnosis Intan memiliki tuberkulosis (TBC).
Bersemangat untuk sembuh, Intan pun mengonsumsi obat TBC yang diberikan dokter selama berbulan-bulan. Namun bukannya sembuh, kondisinya makin memburuk. Intan bahkan menjadi sulit bernapas.
Orangtuanya pun memutuskan untuk memeriksa Intan ke rumah sakit lain. Di 2013, setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, Intan divonis kanker limfoma hodgkin (LH) stadium 4.
Di antara jenis kanker lainnya, nama kanker limfoma hodgkin mungkin masih asing di telinga. Dalam istilah yang lebih sederhana, penyakit ini dikenal dengan kanker kelenjar getah bening. Meski tergolong jarang, kanker limfoma hodgkin dapat menyerang siapa saja dan tidak mengenal usia.
Walau pahit menerima kenyataan, tak membuat Intan terpuruk. Justru ia makin semangat untuk sembuh. Bahkan, meski harus menjalani perawatan, Intan tidak meninggalkan sekolahnya. Ia tetap belajar dan bisa lulus SMA dengan nilai memuaskan.
Intan pun tetap ingin meneruskan pendidikannya ke bangku kuliah. Perjalanannya juga tidak mudah lantaran Intan harus cuti kuliah karena mengalami lumpuh akibat pengobatan alternatif yang ia lakukan.
Intan tetap semangat dan terus mengikuti saran dari dokter. Semangat dan kegigihan intan untuk bisa tetap belajar membuat ia bisa bertahan dan perlahan-lahan kondisi Intan membaik dan sembuh dari penyakit itu.
Meski dinyatakan sembuh, Intan masih menjalani pengobatan radiasi hingga 70 kali. Tak hanya itu, Intan bisa lulus kuliah tepat waktu dan mendapati peringkat cum laude.
Dukungan keluarga dan teman-teman dekat menjadi salah satu hal penting yang membuat Intan semakin semangat untuk sembuh. Bahkan di saat menjalani pengobatan, Intan masih melakukan hobinya, yaitu menari dan bermusik. Kegiatan ini juga menjadi salah satu penyemangat Intan untuk sembuh.
Chandra, Sazkia, dan Intan adalah contoh survivor kanker yang tetap semangat dan berpikir positif. Kedua hal ini yang membuat ketiganya tak patah semangat untuk sembuh. Tapi yang tak kalah penting adalah lakukan deteksi dini dan terus lakukan pemeriksaan rutin.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten