bawadi coffee kopi (2).jpg

Ambisi Mengenalkan Kopi Aceh ke Luar Negeri Lewat Bawadi Coffee

21 Oktober 2020 7:32 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Teuku Dhahrul Bawadi dok Bawadi Coffee
zoom-in-whitePerbesar
Teuku Dhahrul Bawadi dok Bawadi Coffee
ADVERTISEMENT
Kopi dan Aceh menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Warung kopi menjamur di berbagai penjuru Serambi Makkah, menjadi tempat bersua, bertukar cerita, hingga peluang usaha.
ADVERTISEMENT
Hal ini membuat kopi Aceh menjadi salah satu yang paling terkenal di Indonesia, bahkan dunia. Tapi sayangnya tidak semua pengusaha kopi dapat memberikan nilai tambah kepada produknya.
Oleh sebab itu, Teuku Dhahrul Bawadi mencoba untuk mengangkat level kopi Aceh dengan mendirikan Bawadi Coffee di 2015.
“Saya ingin tahu bagaimana menyejahterakan kopi yang ada di Aceh. Selama ini kopi Aceh dijual dalam bentuk green bean sehingga nilai tambahnya tidak ada,” jelasnya saat dihubungi kumparan.
Tidak hanya memberikan nilai tambah pada kopi, Teuku juga bercita-cita untuk menyejahterakan petani lokal dengan membeli lebih mahal Rp 5 ribu dari harga pasaran. Hingga saat ini, ia sudah bekerja sama dengan sekitar 2 ribu petani kopi dari yang sebelumnya hanya 50 orang.
ADVERTISEMENT
Untuk bahan baku Bawadi Coffee, Teuku menggunakan single origin yang 100 persen kopi lokal dari Bener Meriah dan Takengon. Kopi yang dihasilkan adalah arabika dan robusta dengan proses full washed, semi washed, dan natural.
Laki-laki 31 tahun tersebut memulai bisnisnya bermodal Rp 30 juta dan langsung membeli mesin untuk produksi. Di satu bulan pertama Bawadi Coffee berjalan, ia masih mengerjakan segala sesuatunya sendirian.
“Awal buka usaha, saya melihat tidak ada tantangan. Sebuah usaha itu sebenarnya ujung tombaknya di marketing. Memang dulunya saya (di bagian) marketing,” ucap Teuku.
Teuku Dhahrul Bawadi dok Bawadi Coffee
Hingga lima tahun berlalu, ia sudah mampu mempekerjakan sekitar 50 karyawan, dengan 45 orang di Aceh, dan sisanya tersebar di beberapa daerah seperti Jakarta, serta pekerja Singapura juga Malaysia. Bawadi Coffee juga memiliki kantor di Malaysia sejak 2016 dan di Singapura sejak 2019.
ADVERTISEMENT
Teuku sengaja langsung menyasar pasar internasional yakni Malaysia dan Singapura, karena yakin akan kalah dengan kompetitor lainnya yang sudah lebih dulu.
“Sekarang kami punya 16 jenis kopi, dan sudah kami ekspor ke beberapa negara. Kami sudah mempromosikan kopi Aceh ke tingkat internasional, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja, dan Eropa. Dari bulan pertama saya sudah mulai ikut pameran internasional karena ingin mengangkat nama daerah dan Indonesia. Jadi harus berani. Itulah kenapa Bawadi Coffee unggul padahal baru mulai,” lanjutnya.
Selain go international, Teuku juga memasarkan Bawadi Coffee di sekitar 780 outlet Indomaret di Aceh dan Sumatera Utara, Transmart Mall di seluruh Indonesia, serta memiliki 117 reseller.
Meski best seller-nya tetap kopi, Teuku mencoba melebarkan jenis produksi Bawadi Coffee ke cokelat dan emping yang juga berasal dari Aceh. Untuk cokelat sengaja ia lahirkan demi menarik perhatian keluarga yang membawa anak-anak untuk mampir ke stand saat pameran.
ADVERTISEMENT
Dengan kisaran harga mulai dari Rp 10 ribu-Rp 100 ribu dan pangsa pasar yang besar, Bawadi Coffee mampu meraup rata-rata omzet per bulan Rp 600 juta.

Bawadi Coffee Turut Digoncang Pandemi

Teuku Dhahrul Bawadi dok Bawadi Coffee
Jika biasanya Teuku bisa memproduksi delapan sampai 10 ton lebih per bulan, sekarang skala produksinya berkurang sampai hampir 50 persen. Sebab mau tidak mau dia harus menghentikan ekspor selama pandemi.
Ditambah lagi, sekarang mereka tidak bisa mengikuti acara berskala internasional di luar negeri, padahal telah bekerja sama dengan 27 KBRI di penjuru dunia.
“Sebelum ada pandemi setiap tahun kami 25-30 kali kunjungan internasional mengikuti acara. Januari saya terakhir ke Malaysia, habis itu sampai sekarang enggak ke mana-mana lagi, hanya di Aceh. Terpaksa saya harus mengistirahatkan beberapa tenaga kerja selama dua bulan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Akhirnya Teuku mencari cara agar karyawannya bisa bekerja lagi, salah satunya dengan membuat promo kepada pelanggan, yakni gratis ongkos kirim seluruh Indonesia dan layanan antar. Dari situlah penjualannya kembali meningkat hampir 50-60 persen.
Ia juga semakin go digital untuk mempromosikan produknya dengan tergabung di sejumlah ecommerce, membangun website sendiri, dan membuat akun di semua media sosial. Bahkan, ia merekrut tim khusus untuk mengurus media sosial Bawadi Coffee.
Supaya UMKM-nya terus bergerak maju, Teuku berharap pemerintah khususnya di daerah mempermudah izin serta mendukung proses distribusi barang.
“Kami ini pulau terujung, jadi memang untuk supply chain dan distribusi itu sangat terkendala karena ekspor dan kirim barang harus ke Medan atau Jakarta sehingga cost-nya lebih besar,“ bebernya.
ADVERTISEMENT
Ia juga menginginkan adanya industri kemasan di Aceh agar meminimalisir pengeluaran dan tidak perlu bergantung ke provinsi tetangga, karena selama ini harus ke Surabaya atau Medan.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten