magalarva sampah umkm.png

Cara Magalarva Dulang Untung dari Sampah dengan Manfaatkan Spesies Lalat Sakti

21 Oktober 2020 9:01 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Magot kering dok Magalarva
zoom-in-whitePerbesar
Magot kering dok Magalarva
ADVERTISEMENT
Bergelut dengan sampah apalagi menjadikannya sumber penghasilan tidak pernah terpikirkan oleh Rendria Labde (28). Ia bahkan sempat bekerja di perusahaan sampai menjajal bisnis property, sebelum mendirikan usahanya sendiri, Magalarva.
ADVERTISEMENT
Namun, ia mengaku selalu punya concern dan semangat tersendiri terhadap sampah. Dia sering dibuat kagum oleh orang-orang yang berhasil menginovasikannya menjadi sesuatu yang bernilai.
Naturally orang, ‘kan, rujukan pertamanya ke sampah plastik. Tapi, ternyata pemain sampah plastik sudah sangat baik sebenarnya. Lalu kami melihat data dan jumlah sampah paling banyak itu organik, bisa 70 persen. Jadi dari situ kami melakukan riset sendiri,” tuturnya kepada kumparan.
Dari riset yang dilakukan pada 2017 di sebuah laboratorium kecil di Jakarta itu, Rendria menemukan sebuah spesies bernama Black Soldier Fly (BSF). Seekor lalat yang terbukti efektif dalam menghancurkan sampah organik.
Dibandingkan dengan cara pengomposan yang paling umum, ia mengklaim BSF bisa lebih efisien. Ia juga menangkap potensi untuk mengolah produk menjadi pakan ternak dan protein.
ADVERTISEMENT
“Dasarnya kami kasih makan ke spesies ini. Spesies ini nanti akan bisa kami jadikan protein untuk masuk lagi ke dalam rantai makanan. Dan kami enggak membuat spesies, ‘kan. Udah ada dari Tuhan. Dia perannya, ya, ini, menghancurkan sampah. Kami hanya menjinakkan skill set yang mereka punya untuk menjadi inovasi atau solusi buat masyarakat,” jelas dia.
Founder Magalarva Rendria Labde dok Magalarva
Pada awalnya, mempelajari BSF bukanlah hal yang mudah. Selain spesies yang tidak umum, Rendria dan Co-Founder Magalarva, Arunee Sarasetsiri (29), juga tidak punya latar belakang di bidang biologi.
Tapi dengan semakin berkembangnya UMKM tersebut, kini ia telah memiliki microbiologist dan ahli peternakan di timnya. Total ada delapan karyawan yang menjalankan usaha tersebut.
Walau berbasis di Parung, Kabupaten Bogor, Magalarva kebanyakan mendapat sampah dari hotel, restoran, dan beberapa pabrik di Jakarta. Sampahnya mereka ambil atau dikirim, kemudian dikelola di tempat Magalarva.
ADVERTISEMENT
Dari yang awalnya memulai sekitar 60 kilogram sampah, kini input sampahnya sekitar 100 ton per bulan, dengan perkiraan 300 ton pada Desember 2020.
Output-nya berupa magot hidup, magot kering sebagai pakan suplemen tinggi protein yang menjadi best seller, dan pupuk organik dari hasil biokonversi sampah organik menggunakan larva BSF.
Magalarva memasarkan produknya di situs sendiri, Instagram, serta e-commerce untuk menjual langsung ke user. Mereka juga telah memiliki sejumlah reseller.
Namun, Rendria mengaku tidak hanya menggunakan platform digital untuk mempromosikan produk. Tapi juga mengedukasi soal pengelolaan sampah.
“(Misal) Satu kilogram produk, sama dengan pengelolaan sampah berapa. Gitu-gitu, sih,” ucapnya.

Sepinya Hotel dan Restoran Selama Pandemi Turut Pengaruhi Magalarva

Co Founder Arunee Sarasetsiri dan Founder Rendria Labde dok Magalarva
Menurunnya aktivitas di hotel dan restoran selama pandemi ternyata turut berdampak kepada bisnis Magalarva. Sebab, hal itu berarti sampah yang diproduksi oleh hotel dan restoran ikut berkurang.
ADVERTISEMENT
Rendria mencontohkan, satu hotel bisa setara dengan 100 atau bahkan 1.000 rumah. Sementara kini, orang-orang lebih banyak makan di rumah sendiri. Terlalu repot untuk mengumpulkan sampah yang tidak terpusat. Maka itu, pandemi membuat Magalarva justru kekurangan supply.
“Kami jadinya mengambil sampah dari beberapa pasar karena tetap jalan, ‘kan. Kami sekarang lagi banyak juga inovasi ke arah pengelolaan sampah untuk pabrik. Pabrik, ‘kan, juga enggak berhenti, tuh. Kayak pabrik susu gitu, ‘kan, dia mengeluarkan organic waste juga. Kami ambilnya lebih ke situ,” terangnya.
Selain pabrik, Magalarva juga terbuka untuk bekerja sama dengan pihak swasta. Seperti belum lama ini, mereka berkolaborasi dengan sebuah RT di Jakarta Barat untuk mengelola sampah, dan akan melakukan hal yang sama di sebuah perumahan di Bandung Barat.
ADVERTISEMENT
Rendria memperkirakan, sampah dari perumahan tersebut bisa mencapai satu ton dalam satu hari.
Selain bekerja sama dengan pihak pribadi atau swasta, ia berharap dapat berkolaborasi dengan pemerintah yang sudah memiliki infrastruktur pengelolaan sampah.
“Mungkin pemerintah bisa memilahkan sampah atau bahkan kasih kami lahan. Habis dari situ kami bisa menghilangkan sampah mereka per harinya,” tambah Rendria.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten