Untitled Image

Cerita Shana Fatina: Anak Muda Jakarta yang Alirkan Air di Timur Indonesia

28 Maret 2022 14:10 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Shana Fatina bersama anak-anak di Pulau Papa Garang, NTT. Foto: dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Shana Fatina bersama anak-anak di Pulau Papa Garang, NTT. Foto: dok. Istimewa
Pernahkah kamu berpikir, Indonesia akan mengalami krisis air di masa depan? Dengan luas wilayah laut mencapai 3,2 juta km² atau setara dengan delapan kali luas negara Jerman, rasanya sulit membayangkan bahwa Negeri Maritim ini akan "kehabisan air".
Ini pula yang ada di pikiran Shana Fatina beberapa tahun silam. Tumbuh dan besar di daerah perkotaan, Shana tidak pernah merasakan sulitnya mendapatkan air. Hingga akhirnya perempuan itu datang ke Papa Garang, sebuah desa nelayan di Nusa Tenggara Timur.
"Pas 2010 aku sama keluarga memang mau road trip ke Flores. Dalam perjalanan itu, aku mampir ke Papa Garang. Di sana (daerahnya) kering banget, bahkan sumur aja enggak ada. Terus aku mikir, 'ini (masyarakat) kalau mau wudhu tuh gimana ya?'," kenang Shana.
Kepada kumparan, Shana mengaku, pertanyaan tersebut ternyata mengganggu benaknya. Perempuan yang kini berusia 34 tahun itu lantas menghubungi pemerintah setempat dan bertanya apa yang bisa ia lakukan untuk mengatasi permasalahan ini.
"Dorongan terbesarku (untuk membangun Komodo Water) itu aku ngebayangin, kalau aku tinggal di sana aku pasti butuh air bersih, minimal buat hidup sehari-hari. Tapi kenapa kondisi (krisis air) ini dibiarkan bertahun-tahun, bikin masyarakat menghabiskan sebagian besar uangnya cuma buat beli air," jelasnya.
Fenomena kelangkaan air di daerah NTT memang bukan hal baru. Identik dengan musim kemarau panjang dan curah hujan rendah, wilayah ini sulit mendapatkan air bersih. Belum lagi sumber mata air yang sulit dijangkau kian memperparah kondisi kelangkaan air di beberapa daerah NTT.
Shana Fatina menginisiasi Komodo Water untuk mengatasi permasalahan krisis air di wilayah NTT. Foto: dok. Istimewa
"Biasanya tuh yang ngambil air (ke sumber mata air) ibu-ibu, karena suaminya pergi melaut. Jadi mereka jalan berpuluh-puluh kilometer, sambil gendong anak, terus bawa dridgen air. Terus, masyarakat biasanya masak cuma setengah matang karena pakai kayu bakar. Waktu masak air payau, itu kan berarti masih mentah yang bisa bikin kita diare. Makanya kenapa jumlah kasus diare dan stunting di sini tuh tinggi," jelas Shana.
Saat musim kemarau, air hanya keluar seminggu dua kali. Karena debit air yang dialirkan PDAM cenderung kecil, suplai air ke rumah warga pun bisa menurun drastis. Lebih parahnya lagi, kualitas air di wilayah NTT juga belum dikatakan bersih, kebanyakan mengandung endapan kapur.
Masyarakat di beberapa daerah NTT juga masih harus membeli air dengan harga Rp 10-15 ribu per galon untuk mendapatkan air bersih. Bila kebutuhannya besar, air di NTT berkisar Rp 700 ribu per tangki dengan kapasitas 5.000 liter.
Shana Fatina dan alat penjernih air yang diluncurkan Komodo Water. Foto: dok. Istimewa
Melihat permasalahan tadi, Shana memantapkan diri untuk mendirikan Komodo Water. Bisnisnya yang dibangun pada 2011 tersebut berfokus pada penyediaan air bersih dan air minum yang terjangkau bagi penduduk di kawasan terpencil Taman Nasional Komodo dan Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Komodo Water mengembangkan teknologi Reverse Osmosis, sistem pemasangan membran untuk menghilangkan molekul dan partikel yang tidak diinginkan dalam air. Dalam penggunaannya, terdapat tiga Reserve Osmosis berdasarkan asupan air bakunya. Ada yang dari air tanah, air payau, dan air laut. Nantinya air baku tersebut akan difiltrasi menjadi air bersih yang bisa digunakan masyarakat.
Dalam menjalankan bisnis, Komodo Water turut memberdayakan masyarakat untuk mengelola sumber air yang terbatas dengan teknologi berkelanjutan. Harapannya, air bisa terus mengalir di wilayah-wilayah tersebut.
"Tapi, pas (Komodo Water) baru berjalan, timbul masalah. Ternyata mitra kami menyalahgunakannya untuk mengambil keuntungan sendiri. Akhirnya aku memutuskan untuk tinggal di sana, supaya bisa langsung memantau. Kan kami mau bisnis ini terus berjalan, supaya air bersih selalu ada (di daerah Papa Garang)," kata Shana.
Alat yang dipakai Komodo Water untuk menjernihkan air. Foto: dok. Istimewa
Tak hanya di daerah Papa Garang, Shana juga membuka akses penyediaan air bersih ke desa-desa lain yang ada di sekitar Labuan Bajo. Bersama timnya, Shana berkeliling menggunakan sampan untuk menawarkan air bersih dan siap minum ke desa-desa di sekitar Pulau Komodo.
Perjuangan itu berbuah manis. Komodo Water kini telah membuat 2.780 keluarga di 8 pulau yang ada di wilayah Taman Nasional Komodo dapat menikmati air bersih. Kini, masyarakat tidak perlu lagi naik perahu selama 2 jam ke Labuan Bajo hanya untuk mengakses air bersih dan siap minum.
Komodo Water juga menjalankan bisnis berkelanjutan dari segi lingkungan, sosial, dan ekonomi. Mulai dari melakukan studi untuk menentukan kondisi sumber-sumber mata air yang bisa mengalir lama hingga melihat potensi ekonomi yang bisa dijalankan masyarakat setempat.
Guna meminimalisir pencemaran air, Shana mengajak masyarakat untuk melakukan daur ulang sampah. Menggunakan alat pencacah sampah plastik, injeksi untuk melelehkan cacahan plastik tersebut, dan mencetaknya dengan variasi produk daur ulang yang memiliki nilai jual.
Shana Fatina ketika berkunjung ke Pulau Papa Garang, NTT. Foto: dok. Istimewa
Inisiatif Shana dalam menjaga lingkungan tidak berhenti sampai di situ. Ia juga menjadi Co-founder Instellar Indonesia, perusahaan yang bergerak untuk membantu suatu bisnis menjadi lebih berdampak, berkelanjutan, dan memiliki skalabilitas. Melalui inkubasi, konsultasi, dan investasi pada perusahaan-perusahaan yang mempunyai misi serupa, Instellar Indonesia akan mempercepat inovasi sosial dalam sebuah organisasi dan memberikan dampak nyata untuk masyarakat sekitar.
"Orang-orang selalu mikir bahwa air itu tetap ada (sampai kapan pun). Dibandingkan harus ngomong ini-itu segala macam (terkait penghematan air), coba deh untuk tinggal di daerah yang sulit air, seminggu aja. Dari situ kalian bisa merasakan sendiri bagaimana orang lain hidup dengan keseharian yang berbeda dari kalian. Dan itu akan mengubah perspektif kalian,” kata Shana yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) untuk menjadikan Labuan Bajo sebagai destinasi super prioritas yang berkelanjutan dan mandiri.
"Jadi misinya itu dari awal bukan pengen beresin (krisis) airnya (hanya di NTT saja). Tapi di suatu tempat ada masalah, masalahnya itu apa, nah itu yang jadi poin pentingnya buat kita untuk membawa perubahan di sana,” pungkasnya.

Kini Giliranmu Ambil Bagian Jadi Pembawa Perubahan

Perjuangan Shana Fatina dalam mengatasi isu-isu di Tanah Air tidak boleh berhenti. Bayangkan bila ribuan pembawa perubahan berkumpul dan berkolaborasi dalam memecahkan isu-isu yang terjadi di Indonesia? Tentu saja, isu lain yang masih menjadi “PR” untuk Indonesia bisa diselesaikan.
Dengan cara berpikir kritis yang dibarengi penyediaan teknologi, bersama-sama kita bisa membuat Nusantara masih bisa hidup seribu tahun lagi. Siapa pun dirimu, berapa pun umurmu, apapun gerakanmu, kamu adalah pembawa perubahan (changemakers) Indonesia!
Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) —organisasi nirlaba bagian dari GoTo Group yang bergerak untuk ciptakan dampak mengakar dan berkelanjutan di Indonesia—, menggagas ‘Changemakers Nusantara’, sebuah inisiatif yang menggerakkan para changemakers untuk berperan aktif membawa perubahan bagi masyarakat dan lingkungan. Melalui inisiatif ini, para changemakers akan berkumpul untuk bergerak, berkolaborasi, dan berinovasi untuk Indonesia yang lebih baik.
Yuk, nominasikan dirimu, kelompokmu, atau orang lain yang kamu tahu melalui form ini.
Simak syarat dan ketentuannya!
1. Warga Negara Indonesia (WNI).
2. Terbuka untuk umum, segala kalangan yang berusia 15 tahun ke atas.
3. Changemakers dapat menominasikan individu atau kelompok sendiri maupun individu atau kelompok lain yang memenuhi persyaratan dan ketentuan Changemakers Nusantara.
4. Kegiatan harus orisinal.
5. Kegiatan sedang atau telah berlangsung dan terbukti membawa perubahan untuk masyarakat atau lingkungan secara nyata.
6. Individu atau kelompok yang didaftarkan diperbolehkan jika sudah pernah mengikuti atau memenangi kegiatan serupa Changemakers Nusantara.
7. Changemakers bersedia untuk dipublikasikan profil dan inisiatifnya di materi komunikasi YABB.
8. Perwakilan Changemakers bersedia hadir dan menjadi narasumber di sesi talkshow virtual Changemakers Nusantara Day.
9. Changemakers terpilih bersedia untuk menjadi bagian dari studi oleh YABB dan LD FEB UI untuk keperluan pembuatan modul percontohan bagi masyarakat.
10. Semua data yang masuk akan dipergunakan oleh panitia untuk keperluan kegiatan YABB.
11. Keputusan panitia bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
12. Rangkaian kegiatan Changemakers Nusantara tidak bersifat kompetisi.
Tunggu apalagi? Mari mulai petualanganmu menjadi Changemakers Nusantara bersama Yayasan Anak Bangsa Bisa dan bawalah perubahan nyata untuk Indonesia yang lebih sejahtera.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB)
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten