Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Dewi Kartika (22) harus pasrah dengan takdir asmaranya. Dua kali menjalin cinta berujung perpisahan. Bukan karena hubungannya tak harmonis. Namun, semua karena weton .
Dalam tradisi Jawa, weton atau hari lahir dipercaya sebagai penentu kecocokan sebuah pasangan. Jika weton-nya tidak sesuai, dipercaya dapat menimbulkan dampak buruk. Mulai dari kemungkinan bercerai, seret rezeki, hingga kematian.
Tradisi itu pun memunculkan ketakutan. Lebih baik cinta pupus di awal dari pada pahit di kemudian hari.
Kisah cinta Dewi bermula dengan Doni Triatmo (22). Mereka berpacaran sejak duduk di kelas X SMA, 2012 lalu. Keduanya berasal dari SMA yang sama di Nganjuk, Jawa Timur. Rumah mereka juga tidak berjauhan.
Tidak ada ganjalan apapun dalam romantika kedua remaja itu. Bahkan, ketika harus menjalani hubungan jarak jauh pada 2015. Waktu itu, Doni diterima di sebuah kampus di Kediri, Jawa Timur. Sementara Dewi kuliah di Malang, Jawa Timur.
“Enggak ada masalah. Sering main bareng, tidak ada yang selingkuh, enggak pernah marah-marah,” kenang Dewi kepada kumparan, Selasa (13/8).
Dewi masih ingat betul bahwa jarak ternyata malah merekatkan hubungan mereka. Doni sering mengunjunginya di Malang. Doni pun juga beberapa kali mengajak Dewi berkunjung ke rumah orang tuanya di Nganjuk.
Karena tidak ada aral melintang, keduanya sepakat untuk melaju ke tahap yang lebih serius. Doni lalu mengenalkan Dewi ke keluarganya. Sayang, harapan bahagia ini pupus. Itu karena, arah rumah Dewi dari kediaman Doni dipercaya akan memunculkan hal buruk.
“Bapak ibunya tahu kalau rumahku arahnya ngalor (utara) kulon (barat) dari rumah Doni. Itu enggak boleh,” ungkap Dewi.
Walau begitu, pasangan ini belum menyerah. Mereka tetap mencoba cara lain demi menyelamatkan cinta.
“Doni pikir itu bisa disiasati dengan pindah rumah, beli dulu di mana gitu kan,” ucap Dewi.
Namun, usulan tersebut tetap ditolak oleh orang tua Doni. Apalagi, weton Doni dan Dewi ternyata tidak cocok. Dari hitungan tanggal lahir, weton mereka berjumlah 25. Angka yang dianggap sial oleh keluarga Doni.
Mau tak mau, Dewi harus melepas Doni. Mumpung hubungan cinta belum semakin jauh. Akhir Maret 2019, keduanya memutuskan saling memblokir kontak agar tidak ada jalinan komunikasi. Cinta berakhir karena weton .
Tak kurang dari sebulan pasca putus, Dewi tiba-tiba dihubungi mantannya, Eri Sasono (27). Sudah tujuh tahun, semenjak lulus SMP, keduanya tak pernah bertemu. Cinta lama bersemi kembali.
Keduanya langsung ke tahap serius. Saat Idul Fitri 2019, Dewi dikenalkan dengan keluarga Eri. Tahapannya sama, hari lahir Dewi dan Eri dihitung. Jumlah wetonnya 26.
“Bapak ibunya (Eri) itu di awal-awal ngomong, ketemu 26, bagus,” kenang Dewi.
Meski begitu, perkataan keluarga Eri hanyalah penyejuk sementara. Jumlah weton 26 itu harapan palsu. April 2019 lalu, orang tua Eri baru menyadari bahwa weton mereka juga 26.
Bagi keluarga Eri, jumlah yang sama itu diyakini bisa berujung celaka. Jika tidak rezeki yang kurang, berarti orang tua yang meninggal. Bahkan, mereka percaya bisa berujung kematian bagi Eri atau Dewi. Lagi-lagi, cinta Dewi berakhir karena weton.
Tidak hanya Dewi yang kisah cintanya kandas oleh weton . Hal serupa juga dialami oleh Elly Shofiana yang diceritakan melalui akun Twitter. Jalinan percintaannya kandas setelah berpacaran lima tahun.
“Enggak jamin ternyata awalnya bisa sedekat apapun sama keluarganya ya, kalau jalannya enggak jadi, ya pisah di tengah jalan,” tulis Elly di Twitter.
Elly tak menyangka jika keluarga mantan pacarnya masih mempercayai weton. Setelah dihitung-hitung, kata Elly, salah satunya akan cepat meninggal. Selain itu rezekinya susah.
Baik Elly dan mantannya masih coba berjuang mempertahankannya selama satu tahun. Akan tetapi, tetap saja tidak bisa dinegosiasi. Hingga akhirnya harus berpisah.
Weton adalah Tradisi Keluarga
Cerita lain datang dari mulut Siti Supraptini (59) yang menikahkan putrinya, 2017 lalu. Awalnya dia tidak ambil pusing dengan kecocokan hari kelahiran sang puteri dan calon menantu. Tetapi, sudah menjadi tradisi keluarga untuk menghitung weton calon pengantin.
“Dulu saat saya masih pacaran, sama ibu saya juga ditanyain (weton). Ternyata enggak cocok, ya disuruh pisah,” kenang wanita yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat itu kepada kumparan, Rabu (14/8).
Supraptini pun akhirnya menikah dengan lelaki yang weton-nya cocok. Dia mengaku, rumah tangganya bahagia, tanpa ada masalah besar. Walaupun, suaminya memang, kini sudah meninggal.
Bagi keluarga besar mereka, menghitung weton bukan hanya untuk urusan pernikahan. Tapi juga, untuk acara lain seperti penentuan tanggal sunatan anak.
“Jadi untuk menghormati tradisi, pakai weton ini,” ujarnya.
Demi weton, dia pun harus dua kali mengubah tanggal resepsi. Alasannya, karena waktu yang disepakati sebelumnya bertepatan dengan hari meninggalnya orang tua Supraptini.
Kepada sang anak, Supraptini pun tak bosan menjelaskan perihal pentingnya weton. Ia memang yakin semua hari itu baik, tetapi tidak ada salahnya memilih yang terbaik.
“Ada itu tetangga yang dia punya hajatan di hari togog (naas_red). Setelah itu, kecurian,” ucapnya.
Kisah Sejoli yang Melawan Weton
Tidak semua orang Jawa mematuhi weton. Salah satunya, Monika Patrisia (27) dan Danang Wijiantara (29). Monika dari Bandung, Jawa Barat, sementara Danang dari Yogyakarta.
Namun, hubungan mereka sedikit tersendat ketika Danang melamar Monika. Waktu itu, keluarga menghitung weton mereka karena berasal dari suku yang berbeda, keduanya dihitung sesuai tradisi Sunda dan juga Jawa.
“Katanya kami tidak cocok, aku Sabtu, Danang Minggu, itu tidak cocok,” ungkapnya.
Namun, Monika menolak anggapan ketidakcocokan itu. Bahkan, dia memilih tidak mendengarkan penjelasan keluarga.
“Enggak usah peduli, kita main hajar saja pas penentuan hari pernikahan. Cari gedung yang kosong,” ungkapnya.
Sejoli itu akhirnya menikah di pertengahan Agustus 2017 di Bandung. Meski weton tidak cocok, mereka tetap mendapatkan restu baik dari orang tua.
“Kalau keluarga intiku dan Danang udah enggak percaya gituan (weton), itu dari keluarga besar kita,” ujarnya.
Sudah dua tahun bahtera rumah tangga Monika berjalan. Ia merasa kondisinya mirip masa pacaran dulu. Tidak ada drama besar yang berarti. Meski, Monika mengeluhkan kesehatannya semenjak menikah.
“Ya mungkin karena beban pekerjaan kali ya. Bukan weton,” sebutnya.
Apakah kamu mempunyai pengalaman soal cinta kandas karena weton ? Yuk, bagikan di kolom komentar.