Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Memupuk Asa Generasi Muda untuk Masa Depan Pertanian Indonesia
4 Juni 2024 15:00 WIB
·
waktu baca 7 menitBerdasarkan data BPS pada 2022 lalu, sektor pertanian berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional hingga 12,98 persen. Sayangnya, di tengah tingginya prospek sektor pertanian, pertanian Indonesia justru tengah mengalami isu krisis regenerasi.
Petani berusia tua lebih dari 55 tahun jumlahnya semakin meningkat. Sedangkan petani yang masuk kategori generasi muda dengan rentang usia 19-39 tahun hanya sekitar 9 persen atau sekitar 2,7 juta orang.
Kurangnya minat generasi muda menjadi petani terjadi akibat berbagai faktor. Contohnya, tingginya angka urbanisasi, keuntungan yang dianggap tidak menentu, kurangnya daya tarik profesi petani di kalangan anak muda, hingga kurangnya keterampilan di bidang pertanian.
Penurunan minat generasi muda terhadap sektor pertanian tentu menjadi permasalahan sekaligus tantangan bagi kedaulatan pangan Tanah Air. Sebab, kebutuhan suplai pangan akan terus meningkat setiap tahunnya.
Di sisi lain, lima sosok muda ini justru rela terjun menjadi seorang petani muda demi menjaga kedaulatan pangan Indonesia sekaligus memberikan edukasi bagi sesama petani agar bisa menghasilkan produk berkualitas dengan teknologi yang ada. Siapa saja mereka?
1. Maya Stolastika Boleng
Di tengah mayoritas rekan-rekan seusianya yang bekerja di perkantoran, Maya lebih memilih menekuni pekerjaan sebagai seorang petani muda. Sejak 2017, perempuan yang lahir di Flores ini membantu pemberdayaan petani di Dusun Claket, Mojokerto, di bawah brand Twelve’s Organic yang fokus pada komoditas sayur dan buah organik.
Karier Maya di industri pertanian berawal dari idenya menyewa lahan kosong di Dusun Claket untuk ditanami sayur dan buah organik. Meski berhasil menembus Pasar Induk Surabaya, hasil panen perdananya ini dibeli dengan harga yang sangat murah di tengkulak.
Kegagalan ini justru memantik semangat Maya untuk memperjuangkan kesejahteraan petani. Pada 2017, perempuan berusia 38 tahun ini pun mendirikan Twelve’s Organic yang memasok hasil pertanian mereka ke supermarket, hotel, dan pasar rumah tangga.
Tak sekadar menyediakan berbagai kebutuhan sayur hingga buah organik, Twelve’s Organic juga terus memberi pemahaman mengenai pertanian organik melalui kursus eksklusif kepada para petani agar harga hasil panennya lebih tinggi dan tidak bergantung kepada tengkulak.
Hasilnya, Saat ini Twelve's Organic sudah memiliki beberapa kebun yang tersebar di Dusun Claket dan Dusun Mligi, Pacet, Mojokerto. Twelve's Organic juga sudah membimbing puluhan petani dari dua kelompok tani, yaitu Kelompok Petani Madani yang fokus kepada sayuran, serta Kelompok Petani Swadaya yang fokus menanam raspberry dan blueberry, serta membuat pupuk organik.
2. Rizki Hamdani
Rizki Hamdani bertekad meyakinkan generasi muda bahwa sektor pertanian juga menjanjikan penghasilan yang baik. Pemuda dari Jawa Timur ini pun akhirnya menggagas dan mengembangkan Kelompok Santri Tani Milenial.
Kelompok petani muda ini pertama kali diadakan di Pondok Pesantren Fathul Ulum di Desa Puton, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Para santri diajak menanam sayur dan beternak hewan, kemudian hasil panen tersebut akan dijual agar para santri bisa mendapatkan penghasilan.
Untuk memudahkan pemasaran, Rizki juga membentuk unit-unit usaha yang disatukan dalam sistem pertanian terpadu atau Integrated Farming System (IFS) yang memadukan komponen pertanian, perikanan, dan peternakan. Misalnya, limbah air kolam ikan lele disalurkan sebagai pupuk tanaman, serta mengembangkan batang pohon sorgum untuk pakan ternak.
Lewat program Kelompok Santri Tani Milenial, Rizki berhasil memutus mata rantai perdagangan yang terlalu panjang tanpa harus ke pengepul atau tengkulak. Hasilnya, para santri bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik ketika masa panen tiba.
Santri Tani Milenial kini sudah berhasil membina lebih dari 40 kelompok santri tani yang tersebar di seluruh Jombang. Salah satu hasil kerja keras Rizki terlihat dari peningkatan pendapatan kelompok tani di Pondok pesantren Fathul Ulum yang mencapai omzet ratusan juta per bulan. Bahkan, kelompok tani sorgum bisa meraih omzet hingga Rp 60 juta per bulan.
3. Vania Febriyantie
Pesatnya pembangunan tak pelak membuat banyak kawasan perkotaan mengalami penyempitan lahan pertanian, tak terkecuali Kota Bandung. Hal ini membuat ancaman krisis pangan menjadi semakin nyata.
Kondisi inilah yang menjadi pusat perhatian dari komunitas Seni Tani yang dicetuskan Vania Febriyantie. Seni Tani berkomitmen memberikan solusi atas banyaknya lahan tidur di kawasan Arcamanik, tingginya impor pangan Kota Bandung, serta tingginya tingkat depresi pemuda di Kota Bandung akibat menyempitnya lapangan pekerjaan di masa pandemi.
Melalui Seni Tani, terdapat tiga aspek yang diperjuangkan, yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Di sisi lingkungan, Seni Tani mengubah lahan tidur di kawasan lahan SUTT Arcamanik dengan menerapkan urban farming dan pertanian organik yang berkelanjutan.
Dari segi sosial, Seni Tani melibatkan pemuda dan komunitas untuk mendapatkan nature healing melalui Kebun Komunal; memberikan pelatihan urban farming; serta menyediakan akses pangan lokal dan sehat. Lalu, pada aspek ekonomi, para petani muda kota di Seni Tani mendapatkan kepastian pendapatan dari penjualan hasil tani dengan pendekatan sistem CSA (Community Supported Agriculture).
Memanfaatkan 1.000m2 lahan tidur, hingga kini Seni Tani telah menanam sekitar 74 komoditi, seperti bayam, pakcoy, caisim, dan lain sebagainya. Total pelanggan Seni Tani juga sudah mencapai 142 orang dan konsisten 17-20 orang setiap bulan.
4. Muhammad Aria Yusuf
Meski kelapa Indragiri Hilir memiliki kualitas yang diminati pasar internasional, sayangnya para petani masih menggunakan cara tradisional untuk proses pertanian hingga panennya. Mereka pun tak bisa mengatur kualitas produk yang akan dihasilkan, sehingga harga jual kelapa hanya berkisar Rp 400-Rp 1.300 per kilogram.
Berawal dari keresahan akan rendahnya harga kelapa di tangan tengkulak, Muhammad Aria Yusuf bersama tiga sahabatnya menggagas InacomID, sebuah aplikasi yang menghubungkan petani, pemilik lahan, usaha kecil mikro dengan pasar lokal dan internasional untuk kegiatan jual beli.
Tak hanya menjadi perantara penjualan, InacomID juga aktif mengedukasi petani tentang cara bertani yang modern dan efisien, menyuguhkan nilai komoditas dari pasar atau sisi demand kepada petani, hingga memberi data tentang kualitas komoditas yang diinginkan. Dengan begitu, para petani bisa mengukur berapa nilai panennya.
Hasilnya, kini petani bisa menjual hasil panennya kepada InacomID dengan harga lebih tinggi yakni Rp 750-Rp 2.100 per kilogram. InacomID juga telah beroperasi di 9 titik yang ada di 5 provinsi, seperti di Tembilahan dan Indragiri Hilir, Tanjung Jabung Timur, Lampung Selatan, Surabaya, serta Buton Utara dan Donggala.
5. Mohammad Hanif Wicaksono
Perjalanan Mohammad Hanif Wicaksono sebagai “penyelamat” tanaman langka bermula ketika dirinya memutuskan untuk pindah ke kampung halaman istrinya di Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan pada 2011.
Di Tanah Borneo, ia melihat beberapa buah yang belum pernah ditemui saat masih tinggal di Pulau Jawa. Bahkan beberapa di antaranya ternyata termasuk ke dalam tanaman langka.
Berawal dari hobi dan belajar secara otodidak, pada 2012 Hanif membentuk Tunas Meratus Nursery untuk melakukan budidaya buah-buah lokal khas Kalimantan secara mandiri. Ia rela masuk hutan-hutan di wilayah Kalimantan Selatan untuk mencari bibit tanaman buah langka yang akan dibudidayakan.
Saat ini, Hanif sudah menemukan 160 jenis bibit tanaman buah langka khas Kalimantan, mulai dari silulung, landur, kumbayau, gitaan, hingga kulidang. Selain dibudidayakan secara mandiri, di Tunas Meratus Nursery, bibit tanaman langka juga disebarkan ke beberapa kebun raya untuk dilestarikan.
Hasil buah-buah langka yang berhasil dibudidayakan juga Hanif dokumentasikan dengan dalam bentuk buku agar masyarakat bisa mengenal kekayaan tumbuhan di Indonesia.
Atas kontribusinya terhadap lingkungan dan pertanian Indonesia, lima sosok muda ini pun berhasil menerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards sejak 2018 hingga 2023.
Tak hanya mereka, kamu juga punya kesempatan yang sama untuk menjadi kebanggaan bangsa melalui inovasi dan karya. Memasuki 2024, Astra akan kembali menggelar SATU Indonesia Awards ke-15 dengan tema “Bersama, Berkarya, Berkelanjutan”.
Di tahun ini, apresiasi SATU Indonesia Awards akan diberikan kepada para anak bangsa atas setiap inovasinya di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi. Menariknya, SATU Indonesia Awards ke-15 ini juga akan melebur kategori kelompok dan individu di bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, agar semakin banyak anak muda yang berkontribusi untuk negeri.
Astra masih akan menggandeng para juri dari berbagai latar belakang, mulai dari Dian Sastrowardoyo dan Raline Shah yang mewakili industri seni, Founder Young on Top Billy Boen, Direktur Utama PT Tempo Inti Media Arif Zulkifli, Head of Corporate Communications Astra Boy Kelana Soebroto, dan para expert lainnya.
Pendaftaran SATU Indonesia Awards akan dibuka hingga 4 Agustus 2024. Para peserta yang lolos ke tingkat nasional akan mendapatkan dana pembinaan kegiatan sebesar Rp 65 juta.
Untuk informasi lebih lengkap tentang SATU Indonesia Awards dan alur pendaftarannya, kunjungi website resmi SATU Indonesia Awards di sini , serta follow Instagram @satu_indonesia.
Artikel ini dibuat oleh kumparan Studio