Pelaku UMKM Nilai Masyarakat Juga Harus Dididik soal Brand Lokal

5 Maret 2021 19:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo menyampaikan apresiasi atas peran Ombudsman Republik Indonesia pada Senin, 8 Februari 2021. Foto: BPMI Setpres
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo menyampaikan apresiasi atas peran Ombudsman Republik Indonesia pada Senin, 8 Februari 2021. Foto: BPMI Setpres
ADVERTISEMENT
Belakangan lagi ramai pernyataan Jokowi soal benci produk asing. Sebabnya, ada permainan harga produk-produk dari luar negeri, yang membunuh UMKM lokal.
ADVERTISEMENT
Mendag Muhammad Lutfi menjelaskan, produk bikinan luar negeri di Indonesia dijual dengan harga sangat miring. Praktik yang ia sebut predatory pricing inilah kemudian membuat UMKM mati.
Selain itu, manuver di segi harga, subsidi, hingga praktik anti-dumping juga membuat UMKM kalah sebelum perang.

Tanggapan Pelaku UMKM Milenial

Pelaku UMKM dok IG revoltindustry
Sebagai pelaku UMKM, Stephen Firmawan Panghegar yang mendirikan brand fashion asal Surabaya, Revolt Industry, menilai sebenarnya sudah dari dulu gempuran produk asing ini mengancam brand lokal.
Namun menurutnya, bukan hanya faktor itu yang menjadi persoalan. Tapi juga belum tajamnya keseriusan masyarakat Indonesia untuk benar-benar memakai produk dalam negeri.
"Titik beratnya di pendidikan masyarakat. Kalau mau serius, ya, yang dididik masyarakatnya. Disuarakan terus apa, sih, efek berbelanja lokal?" ujar dia, saat dihubungi kumparan, Jumat (5/2).
ADVERTISEMENT
Stephen membenarkan bahwa selama ini, pelaku UMKM gerilya sendiri melawan produk-produk asing dengan modal lebih besar, produksi lebih banyak, dan harga yang lebih murah.
Namun menurut dia, enggak perlu takut karena sebenarnya penggiat UMKM Indonesia bisa bersaing dan punya produk yang enggak kalah berkualitas.
Dia meyakini hal tersebut karena selama ini sudah banyak merek luar yang diproduksi dan menggunakan material dalam negeri.
"Menurut saya enggak jadi masalah kalau dari dalamnya kuat. Kecuali kalau kita enggak bisa apa-apa, ya. Enggak punya material dan enggak bisa bikin. Lah, kita punya semua. Kita sangat bisa self-sustained (berdikari). Negara ini sebenarnya sangat kaya," terang Stephen.
Arief Juntara selaku pemilik brand sepatu Beazt menambahkan, sebenarnya brand lokal tidak terlalu terpengaruh dengan banyaknya produk asing yang masuk Indonesia dengan harga murah. Sebab, konsumen akan membeli barang tergantung dari branding-nya.
ADVERTISEMENT
“Barang yang punya brand sendiri enggak terlalu berpengaruh. (Konsumen) kalau suka sama brand-nya pasti beli. Dari brand lokal juga selama ini kami selalu berkampanye untuk membeli produk lokal,” jelasnya.

Sebab Jokowi Gaungkan Benci Produk Asing

Mendag Lutfi bercerita dengan memberikan contoh kasus. Pada 2018 ada industri hijab yang mempunyai kemampuan penjualan luar biasa. Saking moncernya, industri ini mampu mempekerjakan 34 ribu pekerja dengan gaji mencapai USD 650 ribu per tahunnya.
UMKM yang sempat meroket itu rupanya kemudian mati lantaran adanya praktik persaingan tidak sehat dari produk luar negeri.
"Ketika industrinya maju di 2018, tersadap artificial intelligence yang digunakan perusahaan digital asing. Kemudian disedot informasinya. Setelah itu dibuatlah industrinya di China, kemudian diimpor barangnya ke Indonesia, mereka membayar USD 44 ribu sebagai bea masuk, tetapi kemudian industri UMKM hijab itu hancur," jelas Lutfi.
ADVERTISEMENT
Mantan Kepala BKPM itu melanjutkan, produk bikinan luar negeri tersebut di Indonesia dijual dengan harga sangat miring, yakni hanya Rp 1.900 per pcs.
"Inilah yang menyebabkan kebencian produk asing yang diutarakan Pak Presiden, karena kejadian dari perdagangan yang tidak adil, tidak menguntungkan dan tidak bermanfaat. Itulah yang jadi dasar ucapan Pak Presiden, ini juga karena membunuh UMKM," tandasnya.