Psikolog: Iri Hati Jadi Pemicu Bullying di Kalangan Remaja Cewek

10 April 2019 13:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi geng remaja cewek. Foto: Unsplash/Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi geng remaja cewek. Foto: Unsplash/Pixabay
ADVERTISEMENT
Kasus bullying yang mendera siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat, mendadak viral di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Sejak awal April 2019, Indonesia dibuat geger oleh tindak pengeroyokan yang dilakukan sekitar 8-12 cewek SMA kepada seorang siswi SMP berusia 14 tahun. Kekerasan yang dilakukan pun enggak main-main.
Tak hanya secara verbal, korban mendapat serangan fisik: rambutnya dijambak, disiram air, tubuhnya diinjak hingga kepalanya dibenturkan ke aspal.
Geng cewek ini juga mengancam siswi SMP itu untuk enggak bercerita ke orang lain. Bahkan, pelaku mengancam akan merusak kelamin korban.
Kapolresta Pontianak, Kombes Anwar, memberi keterangan resmi soal kejadian yang menimpa korban.
"Korban ditendang di bagian belakang dan dipukul wajahnya berkali-kali. Akibat yang dialami, korban mengalami memar di kepala dan sakit di badan," terangnya pada kumparan, Selasa (9/4) malam.
Stop bullying. Foto: Dok. Freepik
Berdasarkan cerita ibu kandung korban, seenggaknya ada tiga cewek yang melakukan kontak fisik untuk menyakiti korban. Sisanya hanya tertawa, menonton tanpa ada niatan menolong korban sama sekali.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, kini korban mengalami luka fisik dan psikis sehingga harus dirawat di rumah sakit.
Melihat ekstremnya tindak kekerasan yang dilakukan geng cewek Pontianak kepada korban, masyarakat jadi bertanya-tanya. Kok bisa sih, anak SMA tega mem-bully temannya seperti itu?
Psikolog anak dan remaja, Hanlie Muliani, punya penjelasan terkait kasus bullying yang terjadi di kalangan pelajar. "Alasan utama cewek membully adalah iri hati. Mulai dari anak SD, SMA, sampai kuliah di Indonesia, Hong Kong, Australia, bahkan New Zealand sekalipun, semua peneliti menemukan alasan yang sama," terangnya lugas saat dihubungi kumparan via sambungan telepon, Rabu (10/4).
Pemicunya bisa beragam. Seperti iri terhadap kecantikan fisik, talenta, sampai popularitas yang dimiliki orang lain.
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Muka cantik, rambut bagus, bentuk badan, buah dada, bakat, popularitas, semua jadi pemicu bullying yang kasusnya sering saya temukan di sekolah. Bisa juga faktor senioritas. Senior merasa terancam saat ada adik kelas atau anak baru yang cantik, sehingga berusaha merusak orang yang enggak mereka sukai ini," contoh Hanlie sederhana.
ADVERTISEMENT
Pendiri lembaga Sahabat Orangtua & Anak (SOA) ini juga menyebut percintaan atau rebutan cowok jadi pemicu bullying yang enggak kalah dominan di kalangan remaja cewek.
"Mengerikannya (secara psikologis), cewek cenderung ingin melihat orang yang dia bully jadi hancur. Semakin hancur, rasanya makin puas dan happy. Jadi, kalau kita mengharapkan pelaku akan merasa empati ke korban, ya agak kecil kemungkinan karena memang itu tujuan awalnya. Malah pelaku bully biasanya akan senang. Kasus bullying di kalangan cewek jauh lebih kompleks ketimbang cowok, karena seringkali mengandung drama dan terjadi undercover," beber Hanlie lagi.
Untuk mencegah kasus serupa enggak terjadi lagi di Indonesia, Hanlie berharap sekolah dan lembaga pendidikan membuka mata terhadap ancaman bullying.
ADVERTISEMENT
"Langkah awal ya sekolah perlu paham bully itu apa. Orang dewasa cenderung mengecilkan bully dan hanya fokus di korban saja (cenderung memojokkan)," ujar sang psikolog.
"Berikan pendidikan karakter. Ajari siswa tentang rasa empati, menerima diri sendiri dan orang lain, belajar welas asih. Dan kolaborasi harus dilakukan secara sistematis dan preventif. Enggak Menunggu kasus terjadi, baru sibuk sendiri. Harus dilakukan berkala," pungkasnya.