Upaya Memajukan Standar Mutu Pendidikan Pesantren

4 Juli 2024 13:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Majelis Masyayikh menggelar acara workshop review draf 2 standar mutu pendidikan non-formal pesantren di Hotel Mercure Ancol Jakarta mulai Selasa (2/7) hingga Kamis (4/7). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Majelis Masyayikh menggelar acara workshop review draf 2 standar mutu pendidikan non-formal pesantren di Hotel Mercure Ancol Jakarta mulai Selasa (2/7) hingga Kamis (4/7). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peningkatan standar mutu pendidikan bisa dilakukan pada sekolah formal maupun non-formal. Pendidikan non-formal seperti pesantren turut jadi perhatian berbagai pihak.
ADVERTISEMENT
Seperti yang menjadi perhatian Majelis Masyayikh yang tengah merumuskan dokumen standar mutu pendidikan pesantren. Dokumen itu di-review melalui acara workshop review draf 2 standar mutu pendidikan non-formal pesantren di Hotel Mercure Ancol Jakarta mulai Selasa (2/7) hingga Kamis (4/7).
Acara pembukaan dihadiri 54 undangan yang terdiri dari unsur Majelis Masyayikh, perwakilan Dewan Masyayikh Pondok Pesantren dari hampir seluruh Indonesia, Kementerian Agama RI dan para akademisi yang diamanati untuk menanggapi dan me-review dokumen yang telah disusun.
Ketua Majelis Masyayikh, KH. Abdul Ghaffar Rozin yang akrab disapa Gus Rozin, mengatakan, menata regulasi pesantren bukanlah hal yang mudah karena bukan hanya sebatas amanah regulatif yang menjadi legalisasi dokumen tetapi akan menentukan kemajuan pesantren.
ADVERTISEMENT
“Pendidikan non-formal pesantren ini menjadi ruh (yang mendasari) pendidikan pesantren dikemudian hari dan ini menjadi kewajiban kita semua (untuk mewujudkannya)“ ungkap Gus Rozin dalam sambutannya.
Ilustrasi pendidikan pesantren. Foto: Kementerian Pariwisata
Dokumen standar mutu pendidikan pesantren ini bertujuan agar lulusan pesantren yang menempuh pendidikan dapat diakui negara dan mendapatkan hak-hak sipilnya sebagaimana lulusan pendidikan lain. Tak hanya itu, ijazah atau syahadah pendidikan nonformal pesantren juga dapat diakui negara.
Gus Rozin menegaskan upaya penyusunan dokumen ini bukanlah untuk menyeragamkan pendidikan pesantren, melainkan untuk melindungi kemandirian dan kekhasan pesantren serta mewakili berbagai jenis pendidikan nonformal pesantren yang ada di seluruh Indonesia.
“(Lulusan pendidikan pondok pesantren nonformal) ada yang tasawuf saja, ada yang lughoh saja, ada yang hadis saja. Ini semua model pesantren harus dilindungi, sehingga lulusannya itu diakui oleh negara dan kemudian mendapatkan hak-hak sipilnya” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Gus Rozin dalam sambutannya menyampaikan bahwa dokumen yang dihasilkan dari diskusi-diskusi Majelis Masyayikh ini mendasarkan pada aspek keterbacaan dan keterpakaian.
“Dokumen itu (baiknya) gampang dibaca, gampang dipahami, bukan dokumen yang kemudian memerlukan tafsir yang sangat mendalam. Keterbacaan itu menjadi penting sehingga segala macam pesantren itu bisa membaca dan memahami dengan mudah,” papar Gus Rozin.
"Tetapi itu saja tidak cukup, tentu dokumen ini bisa dipakai atau tidak. Jangan-jangan dokumen yang kita bikin ini terbaca tetapi tidak terpakai. Ini menjadi prinsip yang penting ketika melakukan review," imbuhnya.
Majelis Masyayikh menggelar acara workshop review draf 2 standar mutu pendidikan non-formal pesantren di Hotel Mercure Ancol Jakarta mulai Selasa (2/7) hingga Kamis (4/7). Foto: Dok. Istimewa
Dalam kesempatan yang sama KH. Abdul Ghofur Maimoen atau Gus Ghofur selaku anggota Majelis Masyayikh yang membidangi Divisi Kurikulum dan Pembelajaran menyatakan dokumen pendidikan pesantren ini merupakan dokumen dengan penyusunan paling lama karena tidak ada contoh sebelumnya, sehingga menjadi dokumen penting yang akan disahkan.
ADVERTISEMENT
Dokumen ini nantinya meliputi kriteria mutu lembaga dan lulusan Pesantren, kerangka dasar dan struktur kurikulum Pesantren, serta kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana amanat UU No.18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
“Karena ini belum ada contohnya, kalau Ma’had Aly sudah ada asosiasinya, sehingga penulisan tinggal kita serahkan kepada asosiasi, begitu juga Muadalah Salafiyyah dan Muallimin. Tetapi pendidikan nonformal itu belum ada pengakuannya dan belum ada drafnya, makanya diskusinya paling lama” ujar Gus Ghofur.
Dokumen ini rencananya akan diselesaikan pada September 2024. "Sesuai dengan timeline, semoga acara ini bisa dijalankan sebaik-baiknya, kemudian uji publik dan finalisasi yang terakhir. Kemudian siap dilaunching dan bisa diaplikasikan dengan baik pada bulan September” pungkas Gus Ghofur.
ADVERTISEMENT