Profil R.A Kartini : Pelopor Emansipasi Wanita Indonesia

Mom's Daily
Demi buah hati, segalanya harus dilakukan. Kami hadir untuk menjadi sahabat kamu, Moms!
Konten dari Pengguna
4 Juli 2018 15:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mom's Daily tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ibu kita Kartini,
Putri Sejati
Putri Indonesia
Harum namanya…
ADVERTISEMENT
Moms pasti nggak asing sama lagu ini, kan? Yap, lagu ciptaan W.R Supratman ini adalah bentuk penghormatan kepada R.A Kartini, pelopor emansipasi wanita Indonesia. Berkat Ibu Kartini, derajat wanita Indonesia menjadi lebih tinggi dan nggak direndahkan lagi. Menurut Ibu Kartini, wanita pun juga bisa menjadi apapun yang dia inginkan, serta menjadi maju seperti kaum laki-laki. Kira-kira seperti apa ya perjuangan Ibu Kartini dulu? Yuk, simak ceritanya:
Biografi R.A Kartini
Raden Adjeng Kartini atau Raden Ayu Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah pada 21 April 1879. Beliau dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan Indonesia. R.A kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, yakni putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang bupati Jepara. Ibu Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari semua saudara Ibu Kartini, Beliau adalah anak perempuan tertua. Ibu Kartini, yang berasal dari keluarga bangsawan, diperbolehkan mengenyam pendidikan di ELS (Europese Lagere School). Di sekolah, Ibu Kartini belajar bahasa Belanda. Pendidikan hanya bisa Beliau nikmati sampai umur 12 tahun aja. Setelah itu, Beliau harus dipingit.
ADVERTISEMENT
Karena dipingit dan harus berada di rumah seharian, Ibu Kartini menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membaca buku ilmu pengetahuan. Kegemaran membaca ini berubah menjadi rutinitas harian. Beliau pun nggak segan bertanya pada ayahnya kalo ada yang nggak dimengerti. Lama-lama, ilmu dan wawasan Beliau pun meluas. Banyak karya dan pemikiran wanita Eropa yang dikaguminya, terutama kebebasan untuk menikmati bangku sekolah. Kekaguman itu menginspirasinya untuk memajukan wanita Indonesia. Beliau pun mulai mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajari membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan lain.
Menikah tidak menghambat proses untuk memajukan kodrat perempuan
Ibu Kartini juga memiliki banyak teman di Belanda, dimana Beliau sering berkomunikasi dengan mereka. Bahkan, Beliau sempat memutuskan untuk melanjutkan studi ke Belanda atau masuk ke sekolah kedokteran Betawi. Belum sempat keinginannya tercapai, Beliau dinikahkan dengan Bupati Rembang bernama K.R.M. Adipatio Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Meksipun Ibu Kartini telah menikah, keinginan Beliau untuk memajukan perempuan-perempuan Indonesia nggak luntur begitu aja. Karena kesempatan studinya hilang, Kartini pun mengalihkan keinginannya dengan membangun sebuah sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang, yang dijadikan Gedung Pramuka sekarang. Keinginan itu mendapat dukungan penuh dari suaminya.
ADVERTISEMENT
Ibu Kartini pun wafat pada umur 25 tahun pada tanggal 17 September 1904, empat hari setelah Beliau melahirkan anak pertamanya, R.M Soesalit. Ibu Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Pemikiran R.A Kartini
Pada surat-surat Ibu Kartini, tertulis pemikirannya tentang kondisi sosial pada saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Beliau menginginkan perempuan dapat memiliki kebebasan untuk menuntut ilmu dan memiliki pengetahuan yang luas. Surat-suratnya juga berisi harapan untuk mendapat pertolongan dari luar Indonesia. Pada salah satu suratnya, Ibu Kartini mengungkapkan bahwa Beliau ingin menjadi seperti kaum muda Eropa. Beliau menggambarkan penderitaan perempuan akibat kungkungan adat, nggak bebas bersekolah, harus dipingit, dan dinikahkan dengan orang yang nggak dikenal. Perhatian Ibu Kartini pun nggak cuma terhadap emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial. Ibu Kartini melihat bahwa perjuangan perempuan untuk mendapat kebebasan, otonomi, dan persamaan derajat sebagai bagian gerakan yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Surat-surat Ibu Kartini mengungkap kendala yang harus dihadapi seseorang ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Keinginannya untuk melanjutkan studi ke Eropa juga tertuang dalam surat-suratnya. Setelah Ibu Kartini wafat, surat-suratnya yang pernah dikirimkan pada teman-temannya di Eropa dibukukan oleh Mr. J.H. Abendanon. Saat itu, Abendanon menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht, Dari Kegelapan Menuju Cahaya, dan diterbitkan pada tahun 1911.
Atas dedikasi dan perjuangan Ibu Kartini dalam memajukan kodrat kaum perempuan Indonesia, didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada tahun 1912, kemudian didirikan pula di kota-kota lain, seperti Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, adalah Cirebon. Nama sekolah tersebut adalah Sekolah Kartini. Yayasan Kartini didirikan oleh seorang tokoh Politik Etis, keluarga Van Deventer
ADVERTISEMENT
Nah, berterimakasihlah pada Ibu Kartini, Moms. Karena berkat kegigihannya untuk belajar dan mencari ilmu, Beliau mampu mengangkat derajat kaum perempuan. Tanpa Beliau, Moms nggak akan bisa bersekolah saat ini. Sekarang, Moms bisa menerbangkan mimpi setinggi-tingginya tanpa takut ada yang menghalangi.