Stigma Sosial Terhadap COVID-19, Apakah Lebih Berbahaya?

Mounlet Greek
Interested for looking community from different perspective
Konten dari Pengguna
29 Desember 2020 13:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mounlet Greek tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Stigma yang ada di masyarakat mengenai COVID-19 menybabkan terjadinya perilaku diskriminatif kepada mereka yang memiliki kontak

ADVERTISEMENT
Beberapa bulan yang lalu, perawat dan dokter di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan mendapat perlakuan diskriminatif dari lingkungan karena menangani pasien COVID-19. Mereka sampai harus meninggalkan lingkungan tempat tinggal dan indekosnya karena ditolak warga sekitar. Selain tenaga kesehatan, keluarga pasien meninggal COVID-19 juga dikucilkan oleh warga. Bahkan, petugas pemakaman jenazah COVID-19 ada yang sampai dilempari batu oleh masyarakat.
Semenjak adanya wabah COVID-19, timbul kecemasan, kebingungan, dan ketakutan di masyarakat. Hal tersebut memicu munculnya stigma terkait COVID-19. Perasaan takut dengan penyakit baru COVID-19 dapat mempengaruhi tingkat stigma yang dimiliki seseorang. Saat manusia merasa takut terhadap sesuatu yang belum diketahui maka ia akan cenderung menghubungkan rasa takutnya kepada kelompok yang berbeda dari dirinya. Stigma sosial adalah konotasi negatif pada seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kesamaan ciri dan penyakit tertentu.
ADVERTISEMENT
Pada kasus COVID-19, stigma sosial merupakan orang yang diberi julukan, didiskriminasi, diperlakukan secara berbeda karena menyandang penyakit tersebut. Orang yang biasa menerima stigma sosial adalah penderita penyakit, perawat, keluarga, teman, dan komunitas mereka. Selain itu, stigma sosial akibat COVID-19 ini juga dapat dirasakan oleh tenaga kesehatan maupun mereka yang telah dinyatakan sembuh dari COVID-19.
Stigma sosial yang ada di masyarakat berdampak pada adanya kecenderungan seseorang untuk menyembunyikan penyakitnya dengan cara tidak melakukan pemeriksaan atau tes. Hal ini semata-mata dilakukan agar tidak menjadi buah bibir masyarakat sekitar. Ketakutan masyarakat untuk memeriksakan dirinya menyebabkan tindakan tracing yang menjadi kunci keberhasilan penanganan wabah COVID-19 sulit dilakukan, dikarenakan tidak diketahuinya target tracing.
Stigma sosial di masyarakat mengenai COVID-19 dapat dicegah melalui komitmen bersama untuk tidak menyebarkan prasangka dan kebencian terhadap kelompok tertentu yang berhubungan dengan COVID-19. Caranya dengan mencari informasi berbasis fakta tentang penyakit ini terutama penularan dan pencegahannya, menggunakan istilah yang benar yaitu COVID-19 bukan virus wuhan, virus cina atau flu asia, serta pembasmian hoax agar masyarakat tidak mengakses informasi yang salah.
ADVERTISEMENT