kumplus- Opini Muallifah- Pesantren

Pesantren Membuat Saya Dewasa Terlalu Cepat

Muallifah
Perempuan Madura yang sedang menyelesaikan studi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
13 Juli 2022 19:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Saya sempat sangat menyesal dilahirkan dari orang tua yang mewajibkan anaknya menempuh pendidikan pesantren. Sebab bagi gadis berusia 15 tahun, berada jauh dari orang tua membutuhkan penyesuaian yang panjang dan serius. Saya juga sakit hati, terpikir bagaimana orang tua saya tidak berkenan tinggal dengan anak perempuannya dan justru menyekolahkan saya di pesantren yang jauh alih-alih sekolah yang dekat dari rumah.
Terbayang bagaimana saya akan melewatkan momen-momen anak sekolah, seperti corat-coret seragam ketika lulus sekolah, bercengkerama dan mengikuti lomba dengan lawan jenis, juga memiliki waktu banyak bermain dengan teman-teman. Semua itu sirna. Di pesantren tidak ada konsep belajar demikian.
Dalam sistem pendidikan pesantren, paling tidak ada tiga unsur yang saling terkait: pertama, kiai sebagai faktor utama mengapa pesantren itu ada; kedua, santri, sebagai murid yang belajar; dan ketiga, pondok sebagai tempat yang digunakan oleh kiai dan santri dalam melakukan pembelajaran (Endang Turmudi: 2004).
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
check
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
check
Bebas iklan mengganggu
check
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
check
Gratis akses ke event spesial kumparan
check
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten