4 Kesepakatan 'Diplomasi Nasi Goreng' SBY-Prabowo

28 Juli 2017 10:32 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertemuan SBY dan Prabowo (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan SBY dan Prabowo (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Konstelasi politik jelang Pemilu 2019 berjalan lebih cepat. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sudah menjajaki kesepahaman untuk berjalan beriringan.
ADVERTISEMENT
Padahal, selama ini kedua parpol itu berada pada sikap politik yang tak sama. Gerindra oposisi, sementara Demokrat ogah disebut oposisi ataupun parpol pendukung pemerintah. Namun konflik UU Pemilu di paripurna pada 20 Juli, mempertemukan Prabowo dan SBY.
Berikut 4 kesepakatan SBY dan Prabowo dalam pertemuan sekitar 2 jam di Cikeas, Kamis (27/7) malam tadi:
1. Kawal Pemerintah
Kesepakatan ini disampaikan baik oleh SBY maupun Prabowo dalam jumpa pers bersama usai pertemuan. Pengawalan dimaksud adalah menjaga agar pemerintahan Jokowi-JK berada pada jalur konstitusi yang benar.
"Kami sepakat untuk terus mengawal negara ini," ujar SBY.
"Cara bentuk pengawalannya jika yang dilakukan pemerintah tepat dan sesuai dengan kepentingan rakyat, kita dukung. Tapi kalau nyatanya tidak benar, apalagi melukai rakyat, kita akan koreksi, kritis dan kita tolak, tegas, terang," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Hal senada disampaikan oleh Prabowo dengan bahasa check and balances dan menjaga agar tidak abuse of power. "Kita harus lakukan check and balances, penyeimbangan. Tiap kekuasaan harus diawasi dan diimbangi. Ini filosofi check and balances. Prinsip demokrasi yang aman dan adil," tutur Prabowo.
Pertemuan SBY dan Prabowo (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan SBY dan Prabowo (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
2. Belum Ada Koalisi
Sejumlah pihak memprediksi akan ada kesepahaman politik dalam bentuk koalisi dalam pertemuan SBY-Prabowo. Namun usai pertemuan, SBY menyebut belum ada koalisi antara Demokrat-Gerindra terutama untuk Pemilu 2019..
SBY menyinggung KIH dan KMP sebagai dua kekuatan besar yang terbentuk pasca Pilpres 2014. Saat itu, Demokrat berada bersama KMP, namun seiring dinamika politik, KIH-KMP bubar karena perbedaan sikap masing-masing parpol.
"Kita kenal namanya Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) pun sudah mengalami pergeseran yang fundamental. Maka kami tidak perlu harus menuntut yang namanya koalisi, yang penting kita tingkatkan komunikasi dan kerja sama," ucap SBY.
Pertemuan SBY dan Prabowo (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan SBY dan Prabowo (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
3. Tingkatkan Komunikasi
ADVERTISEMENT
Meski tak ada koalisi, namun SBY menyampaikan kesepakatan dari pertemuan 'diplomasi nasi goreng' itu adalah meningkatkan komunikasi dan kerja sama antar Gerindra dan Prabowo.
"Kemudian (sepakat) meningkatkan komunikasi, sah, meski tidak dalam bentuk koalisi," ucap SBY.
SBY lalu merinci kerja sama antara kedua partai itu diwujudkan dalam dua cakupan, yaitu politik dan moral. Kedua cakupan ini masih dalam kerangka melakukan koreksi terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.
4. Gugat UU Pemilu
Baik SBY dan Prabowo, menyinggung UU Pemilu yang disahkan DPR yang diwarnai aksi walk out Demokrat, Gerindra, PAN dan PKS. SBY menyebut pertemuan dengan Prabowo terjadi karena dinamika UU Pemilu itu.
"Pertemuan ini terjadi setelah pada tanggal 20 Juli yang lalu dalam rapat paripurna DPR RI, Partai Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS berada dalam satu kubu tidak menyetujui dikukuhkannya RUU Pemilu," ujar SBY.
ADVERTISEMENT
Sementara Prabowo bicara lebih keras mengkritik bahwa RUU Pemilu yang disahkan pemerintah bersama PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem dan Hanura adalah lelucon politik, karena mengesahkan presidential threshold 20 persen yang dinilai bertentangan dengan putusan MK.
"Sikap Partai Demokrat, Gerindra, PAN dan PKS satu dalam masalah UU Pemilu yang baru saja dilahirkan, disahkan oleh DPR RI, yang kita tidak ikut bertanggung jawab karena kita tidak mau ditertawakan oleh sejarah," ucap Prabowo.
"Logika presidential threshold 20 persen menurut kami adalah lelucon politik yang menipu rakyat," tegasnya.
Waketum Demokrat Syarief Hasan lalu menyampaikan bahwa kesamaan pandangan itu menyepakati agar UU Pemilu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Itu kesepakatan dari kita bahwa memang harus ada langkah berikutnya judicial review," kata Syarief usai jumpa pers.
ADVERTISEMENT