'Menyusui' Tanpa Payudara

Muhammad Iqbal
Aku - Kamu - Berita
Konten dari Pengguna
7 Agustus 2019 23:05 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Iqbal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ayah dan anak. (Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ayah dan anak. (Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ini perkara soal memilih menjadi ayah seperti ayah kita dan ayah kebanyakan orang. Ternyata, banyak tugas setelah si anak lahir yang bahkan si ayah tak punya insting bagaimana melakukannya, salah satunya menyusui.
Sebagai orang tua baru yang menilai semuanya akan berjalan normal, saya berpikir menyusui adalah proses alamiah, instingtif, atau auto bagi seorang ibu yang baru melahirkan. Ibu yang melahirkan pasti punya kemampuan memproduksi Air Susu Ibu (ASI), sehingga terjadilah proses transfer nutrisi pada si anak melalui payudara---begitu pikir saya dulu. Ternyata menyusui tak semudah itu.
Ceritanya, Selasa (30/7) lalu, saya --setengah merasa enggak penting-- mengikuti kelas ASI yang dihelat kumparanMom x AyahASI untuk para ayah atau calon ayah. Lalu, dua jam diskusi dan seru, saya sampai pada kesimpulan: Pria punya 'payudara' untuk menyusui. Tentu ini hanya istilah.
ADVERTISEMENT
Mari kita bahas.
Perkara ini penting untuk ayah baru, suami yang menunggu anak, cowok yang lagi pacaran, atau bahkan jomblo bertahan seperti Wisnu.
Mengapa ASI penting untuk bayi?
Bagaimana jika bayi lahir dengan fakta ibunya meninggal? Atau saat bayi lahir, ibunya belum bisa memproduksi ASI? Sementara sumber penghidupan bayi adalah ASI.
Kemungkinan jalan keluarnya ada dua: Si bayi akan diberi susu formula (sufor), atau kedua dicarikan donor ASI yang mungkin berisiko karena bukan ASI ibunya. Pilihan keduanya sulit karena ASI sebetulnya tak bisa diganti.
Semirip apa pun komposisi penyusun sufor yang mayoritas adalah susu sapi, tetap berbeda dengan nutrisi pada ASI yang berisi vitamin, protein, karbohidrat, dan lemak. Lagi pula, ASI lebih mudah dicerna bayi daripada sufor.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, ASI juga punya karakter spesifik sesuai kebutuhan si anak yang berbeda pada tiap ibu. ASI punya Ibu A belum tentu cocok untuk anak Ibu B--begitu kata Kelas ASI. Dan bukan hanya soal kualitasnya, organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO), merekomendasikan ASI si ibu kandung diberikan minimal 6 bulan pertama usia bayi atau biasa disebut dengan ASI eksklusif.
Nah, alhamdulillah anak saya sejak lahir hingga kini usianya 6 bulan, tidak pernah mengenal sufor (kondisi ini harus disyukuri karena sufor konon mahal). ASI untuk si anak lancar jaya. Pernah sekali si ibu ngerasa seret, tapi selama enggak panik, ASI akhirnya keluar.
Lalu di mana peran suami?
Nah, oleh karena proses menyusui tidak sesederhana menempelkan payudara pada mulut bayi, maka produksi ASI itu dipengaruhi oleh peran suami. Peran paling dasar tentu sudah dimulai sejak si anak belum lahir, yaitu memberi support dan sugesti bahwa kelak ibu akan menjadi wonder woman bagi anak yang lahir karena ASI dari tubuhnya bagi si bayi lebih penting daripada seisi dunia.
Struktur payudara.
Peran selanjutnya adalah dalam proses produksi ASI. Dalam fisiologis payudara--yang tak boleh di-gugling itu, ada dua hormon yang berpengaruh pada ASI. Pertama, prolaktin yaitu hormon yang berfungsi merangsang kelenjar susu memproduksi ASI. Kedua, hormon oksitosin yaitu hormon terkait kondisi psikologis ibu.
ADVERTISEMENT
Secara teknis, hormon prolaktin merangsang 'pabrik' ASI yang berbentuk kantung-kantung di struktur dalam payudara yang disebut alveoli, untuk mengambil protein, karbohidrat, gula, dan nutrisi lain dari darah ibu. Kantung-kantung ini lalu terhubung ujungnya pada puting ibu yang hasilnya adalah ASI.
Hormon ini bekerja seiring sejalan dengan pola bayi menyusui. Semakin sering dia menyusui, semakin banyak ASI yang dihasilkan. Hormon ini akan lebih banyak dihasilkan pada malam hari, sehingga ASI akan lebih banyak tersedia saat malam.
Nah, peran suami ada pada hormon satu lagi yaitu oksitosin, atau disebut juga hormon cinta. Hormon ini dipengaruhi oleh suasana hati ibu. Suami punya tanggung jawab memastikan ibu selalu dalam keadaan happy, jangan sampai stres, ada tekanan, marah, atau terlalu kelelahan.
ADVERTISEMENT
Kata kuncinya, semakin happy si ibu, maka semakin banyak ASI yang dihasilkan. Sebaliknya, kondisi stres pada ibu bisa membuat produksi ASI berkurang. So, sering-sering puji istri, sanjung dan gombalin, dan tentu sering ajak belanja juga efektif memengaruhi oksitosin.
Hormon oksitosin.
Ada rahasia agar hormon oksitosin atau prolaktin lebih banyak, caranya: pijat! Ini rahasia pembelajar ASI. Suami bisa mendukung istri dengan memijat 'area ASI'. Cara menemukan titik pijat: Istri membungkukkan kepala sampai didapati tulang punggung paling atas dan paling besar dekat leher. Nah, pijatlah di kiri dan kanan tulang itu. Jangan lupa memijat sambil menggombal agar ibu lebih percaya diri menyusui.
Sebab melakoni peran sebagai ibu menyusui sangatlah berat, dan mungkin saya enggak mampu, begitu kata saya kepada istri. Karena bukan saja nutrisi tubuh ibu yang diambil oleh bayi, tapi juga pikiran dan perasaan. Dia harus menyusui dan menjaga bayi, saat bersamaan harus merespons setiap gerakan bayi, kemudian ibu dibebani pekerjaan rumah. Capek, banyak pikiran, pusing, nyeri pinggang, dan lain-lain. (Istri saya sudah tidak bekerja sejak si bayi lahir dan 24 jam bersama bayi agar dia tumbuh lebih baik).
ADVERTISEMENT
Peran lain yang saya lakoni dalam proses menyusui dan ini instingtif adalah menggendong bayi usai menyusui agar sendawa. Ini terjadi hanya sekitar tiga bulan pertama, sih. Kemudian peran lainnya adalah membersihkan gumoh si bayi.
Kekhawatiran
Sebagai ayah yang sebelumnya tidak pernah belajar tentang ASI sampai didapati di AyahASI, saya merasakan beberapa kekhawatiran soal kondisi bayi terkait menyusui.
Pertama, khawatir ibu tertidur saat sedang menyusui sehingga bisa menutup hidung bayi yang menyusui dan menyumbat pernapasan. Si bayi tentu tak bisa berbuat banyak jika hidungnya tertutup payudara. Nah, soal ini saya mengambil inisiatif jika sedang mendampingi istri menyusui sementara dia mengantuk, ya berada di samping si ibu agar payudara tidak menutup hidup karena ibu bisa tiba-tiba tidur. Cara ini juga agar ibu nyaman saat menyusui meski mengantuk. Namun, saya diberi tahu sesungguhnya ibu punya insting tak sampai menutup pernafasan bayi, begitu juga bayi punya insting 'menghindar'.
ADVERTISEMENT
Kedua, si anak sudah mulai tumbuh 2 gigi di usia 5 bulan. Nah, kekhawatiran saya adalah si anak menggigit puting ibu saat menyusui. Dan ini pernah terjadi sampai si ibu menangis kesakitan. Solusinya, dalam diskusi kumparanMOM dan AyahASI, diyakini bayi sudah memahami bahasa orang tuanya. Karena itu bisa dimulai dengan mengajak bayi bicara dan memperingatkan. Cara lain, jika tiba-tiba bayi menggigit, maka tahan mulut bayi pakai kelingking.
Menutup tulisan ini saya ingin menyampaikan dua quote dalam psikologi klinis yang saya ingat. Kira-kira begini dari William Glasser, "Kamu punya tanggung jawab atas apa yang kamu pilih". Dan quote tokoh lain: "Masalah gangguan mental itu bermula dari rendahnya self esteem (harga diri)".
ADVERTISEMENT
So, para ayah harus bertanggung jawab atas hadirnya anak, kemudian sering-sering menghargai istri untuk mendukung proses menyusui. Semangat untuk para ibu dan ayah !
Ini foto anak saya yang kuat banget ASI-nya. Hehe..
Muhammad Ghiyar Gestalt. (Dok. Pribadi)