Pansus Dengarkan Paparan Mahfud MD soal KPK Hari Selasa

14 Juli 2017 16:40 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahfud MD (kiri) di KPK. (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Mahfud MD (kiri) di KPK. (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selain mengundang Prof Yusril Ihza Mahendra dan Prof Romli Atmasasmita, Pansus Hak Angket KPK juga mengundang Prof Mahfud MD ke DPR. Pansus ingin mendengarkan argumentasi Mantan Ketua MK itu pada Selasa (18/7).
ADVERTISEMENT
"Selasa jadi," ucap Ketua Pansus, Agun Gunandjar, saat dikonfirmasi soal kehadiran Mahfud, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (14/7).
Sama seperti Yusril, Mahfud juga diundang sebagai pakar yang diminta menjelaskan soal keabsahan Pansus Hak Angket KPK dan KPK itu sendiri. Pansus sudah mengetahui argumentasi Mahfud yang menolak pansus, tapi tetap perlu didengar resmi.
Anggota Pansus, Taufiqulhadi, mengatakan argumentasi apapun yang disampaikan Mahfud di Pansus akan menjadi masukan bagi Pansus. Tapi tentu jika terkait pendapat bahwa Pansus tidak sah, Pansus akan menolaknya.
"Tentu kami mempertimbangkan pendapat yang mengatakan hak angket sah, itu yang kami terima," ucap Taufiq.
Rapat Pansus Hak Angket KPK (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Pansus Hak Angket KPK (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
"Semuanya memiliki basis hukum. Jadi ada legal standing, argumentasi hukum yang kuat (tentang keabsahan Pansus). Tinggal putuskan yang mana, tidak bisa berdiri terombang-ambing," imbuhnya soal berda pendapat Mahfud dengan Yusril.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Mahfud MD sudah sejak lama menyatakan kesiapannya hadir di Rapat Pansus Hak Angket KPK.
Mahfud dikenal getol menentang Pansus dan menyebut mereka cacat hukum. Alasannya karena 3 hal. Pertama, subjek Pansus harusnya pemerintah, sementara KPK bukan dari pemerintah. Kedua, objeknya keliru karena Pansus dibentuk gara-gara pengakuan Miryam dan penyidik KPK Novel Baswedan di pengadilan.
Ketiga prosedurnya diduga salah karena tidak disetujui oleh semua fraksi di DPR. (Demokrat, PKB dan PKS menolak). Terlebih pengesahan di tingkat paripurna oleh Fahri Hamzah dipertanyakan.