Saat Gempa Mengguncang Kampung Kami, Cianjur

Muhammad Iqbal
Aku - Kamu - Berita
Konten dari Pengguna
23 November 2022 8:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Iqbal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana di rumah sesaat setelah gempa.
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di rumah sesaat setelah gempa.
ADVERTISEMENT
"Kalau gempa itu bergoyang tanahnya, tapi ini tanahnya naik turun dengan cepat,"
ADVERTISEMENT
Istri saya, Mega, bercerita sesaat setelah gempa.
Didekapnya Ghiyar dan Ghefira, kedua anak kami yang menangis ketakutan. Sementara warga sudah berkumpul di halaman rumah saling bercerita dan menguatkan.
"Getarannya kayak ada mesin bor keras, tanah naik turun," adik ipar, Ulfa.
Senin (21/11) siang itu, saya masih berada di kantor kumparan untuk mengurus dokumen. Saya merasakan gempa cukup kuat di kantor, Pejaten, Jaksel. Kaca dan meja tempat saya mengetik juga bergetar kuat. Tapi saya perlu menemui keluarga di rumah.
Saat itu juga saya pulang ke Cipanas, Cianjur.
Sejak gempa, saya dikirim beberapa foto dan video dari lokasi gempa. Lalu saya putuskan untuk menuju RSUD Cimacan lebih dulu karena banyak korban berdatangan di sana. Jarak rumah sakit ini dengan rumah hanya sekitar 15 menit.
Suasana di RSUD C
RSUD Cimacan sangat sibuk saat saya tiba sekitar pukul 16.00 WIB. Bunyi sirine ambulans berdatangan silih berganti membawa korban luka, termasuk jenazah. Sebagian korban dibawa menggunakan angkot dan mobil warga.
ADVERTISEMENT
Saya melihat kakek nenek yang diturunkan dari mobil dengan badan dan wajahnya tertutup debu karena tertimpa puing. Ada anak kecil yang digendong ibunya dari ambulans menangis menjerit-jerit karena luka di kepala.
Beberapa juga mengalami patah tulang dan luka terbuka di beberapa bagian badan. Crowded. Petugas kesehatan, relawan, termasuk ojek online bergantian menurunkan korban, sementara perawat dan dokter di tenda luar rumah sakit mulai menjahit luka terbuka.
Korban di RSUD Cimacan, Cianjur
Suasana di RSUD Cimacan, Cianjur
Sejak pukul 16.00 WIB itu saya menyampaikan laporan dari RSUD Cimacan melalui Live di Youtube kumparan hingga malam hari.
Sekitar pukul 20.00 WIB, saya akhiri laporan karena baterai HP habis. Saya tinggalkan rumah sakit menuju rumah.
Ternyata jalanan Cipanas gelap karena masih mati lampu.
ADVERTISEMENT
Beberapa tempat makan tutup, saya dapati tukang sate yang buka di Pasar Cipanas untuk mengisi perut yang kosong sejak pagi. Sambil menunggu sate, saya antre mengisi daya baterai di minimarket.
Tiba di masjid dekat rumah, warga sudah berkumpul di masjid yang jadi tempat evakuasi. Dapur umum yang baru dibangun tampak sedang memasak mi instan. Dapur ini dibuat swadaya.
Suasana di masjid tempat keluarga dan warga menginap di Cipanas.
Suasana di masjid tempat mengungsi.
Kedua anak saya sudah tidur malam itu. Saya dengarkan istri bercerita tentang gempa siang tadi.
"Dikira mau pulang ke rumah dulu lihat anak sama istri," kata istri saya. Tapi dia paham saya perlu laporan kondisi gempa dulu karena penting, dan karena saya tahu kondisi di rumah tidak ada korban.
Di masjid tempat mengungsi itu warga tidur di teras. Mereka takut di dalam masjid karena khawatir ada gempa lagi. Sementara penerangan mengandalkan lampu darurat yang kuat 3 jam, dan satu lampu jalan bertenaga surya.
ADVERTISEMENT

Listrik Mati dan Ambulans Meraung-raung

Menginap di masjid
Saya duduk di luar teras warga beralaskan spanduk caleg di seberang masjid. Ada kopi dan sepotong roti untuk melihat lagi laporan, kebiasaan malam sebelum tidur.
Tengah malam itu, suara ambulans terdengar meraung-raung hilir mudik di jalanan kota yang gelap, persis suasana bencana terjadi di berbagai daerah.
"Enggak nyangka ternyata kita ngalamin begini," cerita istri, Mega.
Saya sudah melihat banyak bencana di berbagai daerah sejak jadi wartawan 10 tahun lalu. Lalu, ternyata musibah itu menimpa kampung sendiri yang membuat istri dan keluarga trauma.
Pagi hari kami kembali ke rumah untuk mandi, dan kembali ke masjid lagi bersama warga lain. Tak berani tinggal di rumah. "Suara mesin cuci aja bikin trauma dikira gempa," kata istri.
ADVERTISEMENT
Sementara seharian kemarin saya ke lokasi longsor dan lokasi warga yang ambruk untuk liputan. Malamnya kembali ke masjid.
Alhamdulillah rumah kami aman, hanya sedikit retak dan tak ada korban. Meski subuh tadi masih ada gempa.
Pagi tadi, istri saya membuat status:
Setiap bencana mengingatkan saya pada firman Allah surat Al-Baqarah 155:
وَلَـنَبۡلُوَنَّكُمۡ بِشَىۡءٍ مِّنَ الۡخَـوۡفِ وَالۡجُـوۡعِ وَنَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَالۡاَنۡفُسِ وَالثَّمَرٰتِؕ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيۡنَۙ‏
"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,"