Jokowi, Mengapa Lepas Tangan soal Hak Angket KPK?

18 Juni 2017 20:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Jokowi. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
Sebagai Presiden, Joko Widodo dianggap punya kekuatan untuk mempengaruhi hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi bentukan Dewan Perwakilan Rakyat. Dia tidak bisa lepas tangan dari kewajiban bersikap soal pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
Direktur Advokasi Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Julius Ibrani, menjelaskan peran Presiden tertuang di dalam Pasal 172 Tata Tertib DPR. Di aturan itu, DPR wajib menyerahkan surat keputusan hak angket kepada Presiden. Presiden harus merespon surat tersebut.
"Angket adalah hak DPR, tapi untuk melaksanakan angket itu perlu eksekutif enggak? Perlu. Jadi pertanyaannya, siapa yang akan menyuruh KPK datang kalau dipanggil DPR? Jawabannya, Presiden," kata Julius di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan, Minggu, (18/6).
Julius melanjutkan, "Dalam kasus ideologi negara, dia sampaikan 'Ayo kita gebuk', tapi apa yang dia bicarakan soal KPK? Dia bilang, 'Ya itu silahkan ranahnya DPR'. Makanya saya katakan, mengapa Jokowi harus bergerak, karena di dalam angket ini ada tanggung jawab presiden," katanya.
ADVERTISEMENT
Kisruh angket bermula pada Rapat Dengar Pendapat antara KPK dengan Komisi III DPR, 19 April 2017. Di situ, KPK menyatakan akan total menjaga kerahasiaan rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani saat eks Anggota Komisi II DPR itu diperiksa penyidik KPK terkait kasus e-KTP. Itu merupakan sikap KPK menolak permintaan Komisi III yang meminta rekaman tersebut.
Yang diinginkan Komisi III DPR adalah mendengarkan secara langsung kesaksian Miryam, yang menurut KPK, telah membeberkan aliran uang proyek e-KTP ke puluhan anggota DPR. Lihat infografis ini:
Infografis Gepokan Uang Anggota Dewan (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Yang membuat Komisi III semakin menekan KPK adalah kesaksian Miryam di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pada Maret 2017, sebulan sebelumnya. Kala itu, Miryam mengaku ditekan penyidik sehingga ia asal bicara--termasuk soal pengakuannya membagi-bagikan uang ke anggota DPR.
ADVERTISEMENT
Walhasil, sekarang Panitia Khusus Hak Angket sudah berjalan. Partai Demokrat sebagai partai minoritas yang menolak hak angket, malah mempertanyakan langkah Jokowi yang tidak berpihak kepada KPK. Yang terjadi malah mayoritas partai pendukung Presiden menjadi pendukung hak angket.
"Akan sangat baik andai Presiden, demi kepentingan rakyat, berani mengingatkan pada partai pendukungnya, bahwa sebenarnya lebih baik dukungan penguatan KPK daripada memaksakan hak angket yang disinyalir malah memperlemah KPK," kata Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin.
Pegiat antikorupsi ICW, Lalola Easter, menambahkan langkah hak angket terburu-buru. "Jadi rasanya, motivasi DPR yang perlu dipertanyakan karena banyak sekali yang melatarbelakangi hak angket," kata Lola.