Keluhan Miryam Ditekan Azis, Masinton, Hingga Bamsoet Terekam CCTV

14 Agustus 2017 18:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Miryam S Haryani (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Miryam S Haryani (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)
ADVERTISEMENT
Komisi Pemberantasan Korupsi membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani saat eks anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat itu diperiksa penyidik. Dalam potongan rekaman tersebut, Miryam mengakui menerima intimidasi dari beberapa anggota Komisi III DPR.
ADVERTISEMENT
Rekaman itu ditunjukkan di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (14/8). Di rekaman, terlihat Miryam sedang diperiksa penyidik KPK Novel Baswedan.
Dari rekaman, terlihat penyidik KPK lain, Ambarita Damanik, masuk ke ruang pemeriksaan. Lalu Novel bercerita kepada Damanik, ihwal Miryam yang mendapat intimidasi.
Kepada Damanik, Novel menuturkan kembali apa yang disampaikan Miryam. Yaitu kebiasaan beberapa anggota DPR memanggil anggota DPR yang menjadi saksi di KPK.
"Ternyata sebulan yang lalu, ibu ini (Miryam) diberi tahu oleh beberapa anggota DPR Komisi III, bahwa akan dipanggil oleh KPK," ujar Novel kepada Damanik, dalam video tersebut.
Novel melanjutkan, "Dan orang-orang ini adalah Desmond, Azis, Sudding, Bamsoet, terus Hasrul Azwar, sama Masinton Pasaribu. Tapi ya intens begitu. Mereka ini memang dengan kebiasaan kalau orang-orang yang ada perkara di KPK apa-apa dipanggil mereka," ujar Novel. Miryam bergumam membenarkan.
ADVERTISEMENT
Yang disebut Novel, seluruhnya berasal dari Komisi III. Yaitu Desmond Junaidi Mahesa (Gerindra), Sarifudin Sudding (Hanura), Azis Syamsuddin (Golkar), Bambang Soesatyo (Golkar), Hasrul Azwar (PPP), dan Masinton Pasaribu (PDI Perjuangan).
Dalam rekaman tersebut, Novel mengatakan, beberapa di antaranya mengancam Miryam, salah satunya di rumah pria berinisial SN. Namun, Novel tidak merinci siapa SN yang dimaksud. Di rumah itu, kata Novel, terdapat 7 orang penting dan 3 orang pengacara
"Terus Azis, Bamsoet, di rumahnya SN dan di tempat lain. Intinya ibu ini sebetulnya diminta jangan ngadu apa pun sama kita di sini," kata Novel kepada Damanik, seperti terekam kamera CCTV.
ADVERTISEMENT
Adapun inisial SN diduga adalah Setya Novanto, politikus Golkar yang kini menjadi Ketua DPR dan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus e-KTP.
"Dan pegawai," ujar Miryam menimpali pernyataan Novel.
Novel akhirnya menasihati Miryam untuk jangan khawatir akan ancaman tersebut.
"Ini yang kemudian menjadi menarik. Untuk kita cari tahu, yang jelas tadi saya bilang sama Bu Yani, Ibu enggak usah takut, enggak usah khawatir, saya katakan gitu," ujarnya.
Penyidik KPK, Novel Baswedan (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penyidik KPK, Novel Baswedan (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Di rekaman itu, Miryam membenarkan semua ucapan Novel, dan sesekali menambahkan pengakuannya. Bahkan, Miryam sempat menanyakan ke penyidik apakah KPK bersifat independen atau tidak selama ini.
"Jadi, Pak, saya mau jujur, ya. KPK itu independen enggak? Kok kenyataannya enggak. Yang dilihat kami di anggota DPR, setiap anggota DPR yang punya masalah dalam tanda kutip itu pasti dipanggil Komisi III," ujar Miryam seperti terekam kamera CCTV.
ADVERTISEMENT
Miryam melanjutkan, "Ngomongnya itu setengah diintimidasi dan selalu yang dari nomor satu sampai nomor enam itu, yang bisa nomor satu sampai empat, itu panggil," kata Miryam. Tapi dia tak menjelaskan maksud ucapannya.
Beberapa orang itu, kata Miryam, mengancam agar jangan pernah menyebut nama orang atau partai di kasus korupsi e-KTP. Berdasarkan pengakuan Miryam, mereka kerap bertemu setiap rapat antar komisi.
"'Oh jangan pernah sebut partai'. 'Jangan pernah sebut orang', ya saya biasa aja. 'Oh iya oke-oke', kata saya. Singkat cerita, kami kalau ketemu kan kadang-kadang ketemu rapat," kata Miryam kepada Novel.
Miryam terus bercerita, "Apalagi kan mereka juga Banggar. Jadi gini, 'Ini nih Hanura ini pengamanan-pengamanan gitu loh. Ngomongnya gitu, pengamanan buat apalagi pengamanan?" ujarnya.
ADVERTISEMENT
Miryam juga mengaku selalu ditakut-takuti, tentang bagaimana nanti dia diperiksa KPK, akan ada intimidasi penyidik dan sebagainya.
"Saya belum dipanggil Pak, dipanggil saja. Pak silakan. 'Gue kasih tau lu nih ya sampai di dalem' Sampai diajarin Pak 'Nanti Miryam ruangannya kecil yang nyidik nanyanya bolak-balik terus pasti ditinggal', pokoknya apa yang ditanya jangan ngaku," ujar Miryam menceritakan intimidasi yang diterimanya.
Hal itu berbanding terbalik dengan pengakuan Miryam di persidangan tadi. Miryam tetap berkukuh ditekan oleh tiga penyidik. Menurutnya, KPK hanya memutar sedikit rekaman di pemeriksaan akhir, dan tidak secara keseluruhan.
Di sidang itu, M. Irwan Susanto dan Ambarita Damanik hadir menjadi saksi untuk Miryam.
ADVERTISEMENT
"Tadi sudah diterangkan sama dua saksi, beliau jawab tidak ada karena saya merasa tertekan sekali selama proses penyidikan, saya sayangkan rekaman pemeriksaan yang diputar hanya pemeriksaan akhir, sampai yang bau durian itu," kata Miryam kepada majelis hakim saat duduk di kursi terdakwa, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (14/8).
"Kan kalau ada tekanan psikis karena yang bersangkutan, yaitu Pak Novel enggak ada, terus Pak Irwan sebetulnya agak sedikit marah-marah waktu diperiksa bukan di tempat pemeriksaan tapi di ruang kerja direktur, di situ ada Pak Novel, Pak Irwan," ujar Miryam.
Berdasarkan pantauan kumparan (kumparan.com), dalam potongan video tersebut, sama sekali tidak ada suasana intimidasi. Miryam beberapa kali tertawa, bahkan diizinkan membaca majalah di sela-sela pemeriksaan. Miryam juga diizinkan membawa makanan ringan, lalu disediakan secangkir teh dan kopi oleh penyidik.
ADVERTISEMENT
Miryam S Haryani (Foto: Antara/Sigid Kurniawan/aww/17.)
zoom-in-whitePerbesar
Miryam S Haryani (Foto: Antara/Sigid Kurniawan/aww/17.)
Berikut percakapan Miryam dan Novel seperti terekam di CCTV.
Novel: Ternyata sebulan yang lalu ibu ini diberi tahu oleh beberapa anggota DPR komisi III bahwa akan dipanggil oleh kpk. Miryam: Iya pak. Novel: Dan orang-orang ini adalah Desmond, Azis, Suding, Bamsoet, terus Hasrul Azwar, sama Masinton. Tapi ya intens gitu. Mereka ini memang dengan kebiasaan kalau orang-orang yang perkara di KPK apa-apa dipanggil mereka ya bu ya. Miryam: He em. Novel: Eh Desmond IBF ya bu ya? Miryam: IBF. Novel: Trus Azis, Bamsoet, di rumahnya SN dan di tempat lain. Intinya ibu ini sebetulnya diminta jangan ngadu apapun sama kita di sini. Cuman ya diomong-omong di sana itu ada 7 orang penting dan 3 lawyer. Miryam: Dan pegawai. Novel: Yang intens ketemu mereka katanya. Irwan: He em. Novel: Lha ini yang kemudian menjadi menarik. Untuk kita cari tau, yang jelas tadi saya bilang sama Bu Yani, Ibu gak usah takut gak usah khawatir saya katakan gitu. Miryam: He em. Miryam: Jadi Pak saya mau jujur ya. KPK itu independen gak? Kok kenyataannya enggak. Yang dilihat kami di anggota DPR, setiap anggota DPR yang punya masalah dalam tanda kutip itu pasti dipanggil komisi III. Penyidik 2: He em. Miryam: Ngomongnya itu setengah diintimidasi dan selalu yang dari nomor satu sampai nomor enam itu, yang bisa nomor satu sampai empat, itu panggil. Miryam: Kasus apa gitu. Pak Giarto. "Lu kan mitra kerjanya", "Oh gitu ya pak, pinter yah, oh jangan pernah sebut partai. Jangan pernah sebut orang, ya saya biasa aja. "Oh iya oke-oke", singkat cerita Pak kami kalo ketemu kan kadang-kadang ketemu rapat. Miryam: Apalagi kan mereka juga Banggar. Jadi gini "Ini nih Hanura ini pengamanan-pengamanan gitu loh. Ngomongnya gitu, pengamanan buat apalagi pengamanan. Miryam: Iya, "Saudara ini mau dipanggil?" Miryam: Saya belum dipanggil, Pak, dipanggil saja, Pak, silakan. "Gue kasih tau lu nih ya sampe di dalem sampe diajarin pak, "Nanti Miryam ruangannya kecil yang nyidik nanyanya bolak-balik terus pasti ditinggal" pokoknya apa yang ditanya jangan ngaku. Miryam: Dia itu luar biasa, Pak, Komisi III kok saya jadi waduh kacau itu mah.
ADVERTISEMENT