KPK Akan Buktikan Peran Adik Ipar Jokowi di Kasus Suap Pejabat Pajak

15 Februari 2017 1:13 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Febri Diansyah dan Laode Syarif (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, mengatakan penyidik lembaganya akan mengusut peran Arif Budi Sulistyo dalam kasus dugaan suap pengurusan masalah pajak PT Eka Prima Ekspor Indonesia (PT EKP). Arif merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo--suami adik kandung Jokowi. Country Direktur PT EKP, Ramapanicker Rajamohanan Nair, telah menjadi terdakwa kasus itu.
ADVERTISEMENT
"Arif diduga sebagai mitra bisnis dari terdakwa RRN (Ramapanicker). Arif juga diduga mengenal orang-orang yang berada di Ditjen Pajak, Kami akan buktikan posisi yang bersangkutan dengan pertemuan yang dihadiri Dirjen Pajak, termasuk apakah ada komunikasi yang membahas tax amnesty atau kewajiban pajak PT EKP," ujar Febri di kantornya, Selasa (14/2).
Berdasarkan surat dakwaan yang diperoleh kumparan, Ramapanicker didakwa menyuap Handang Soekarno, penyidik pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Suap diduga diberikan agar Handang mempercepat penyelesaian permasalahan pajak yang dihadapi oleh PT EKP.
Suap itu bermula pada Juni 2016, ketika Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam di Kalibata, Jakarta Selatan, mengimbau PT EKP melunasi hutang PPN atas pembelian kacang mete gelondong tahun 2014 sebesar Rp 36,8 miliar dan tahun 2015 sebesar Rp 22,4 miliar. Ramapanicker lantas mengajukan surat keberatan.
ADVERTISEMENT
Pada 21 September 2016, Ramapanicker meminta pembatalan surat tagihan pajak PPN kepada Dirjen Pajak. KPK belakangan mengetahui permohonan itu diajukan atas saran Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus, Muhammad Haniv. Keesokan harinya, Haniv menemui Handang, menyampaikan permintaan Arif Budi Sulistyo yang ingin bertemu dengan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi di Lantai 5 Gedung Dirjen Pajak.
Surat dakwaan itu mencantumkan peran Arif, yaitu pada 3 Oktober 2016, ketika ia menelpon Ramapanicker, menanyakan perkembangan tax amnesty. Percakapan berlanjut melalui WhatsApp. Ramapanicker mengirim sejumlah dokumen keberatan pajak ke Arif. Oleh Arif, dokumen itu dikirimkan ke Handang dengan kalimat "Apapun keputusan Dirjen, mudah-mudahan terbaik buat Mohan (Ramapanicker), Pak. Suwun."
Handang kemudian membalas, "Siap bapak, besok pagi saya menghadap beliau, segera saya kabari bapak."
ADVERTISEMENT
Pada 20 Oktober 2016, Handang dikirimi pesan WhatsApp oleh Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyelidikan Kanwil Dirjen Pajak Jakarta Khusus, Wahono Saputro. Isinya tentang campur tangan Arif kepada Haniv terkait masalah pajak PT EKP. "Itu arif ternyata kawannya Pak Haniv, Mas Handang. Jadi Arif juga sudah ngomong ke Pak Haniv masalah Mohan (Ramapanicker) ini."
Beberapa hari setelah Ramapanicker bertemu Handang, Haniv menerbitkan dua surat keputusan tentang pembatalan surat tagihan pajak PT EKP. Dua surat itu diterima Ramapanicker pada 7 November 2016.
Pada 21 November 2016, sekitar pukul 20.00 WIB, Handang mendatangi rumah Ramapanicker di Springhill Golf Residence, Kemayoran, Jakarta Pusat, dan terjadi penyerahan uang USD 148 ribu. Tak lama kemudian, petugas KPK mencokok Ramapanicker dan Handang dalam operasi tangkap tangan.
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK menduga uang itu hanya setoran awal, lantaran Ramapanicker diduga menjanjikan uang untuk pengurusan pajak itu sejumlah 10 persen dari total nilai surat tagihan pajak PPN senilai Rp 52,3 miliar, yang akhirnya setelah negosiasi, disepakati angka Rp 6 miliar.
Di surat dakwaan, Ramapanicker menegaskan uang Rp 6 miliar itu sudah termasuk untuk Haniv, sebagaimana isi pesan WhatsApp Ramapanicker kepada Handang, yaitu "Pak soal tadi max 6 termasuk Haniv mohon bisa diselesaikan, terima kasih." dan dijawab oleh Handang, "Siap pak segera saya selesaikan pak."