Perjalanan Kasus Dugaan Korupsi Helikopter AW 101

26 Mei 2017 15:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Helikopter AgustaWestland -101. (Foto: Pool)
Tentara Nasional Indonesia membuka penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pembelian helikopter AgustaWestland berkode AW 101 yang harganya berkisar Rp 715 miliar. Diduga negara rugi hingga Rp 220 miliar.
ADVERTISEMENT
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, membeberkan perjalanan kasus korupsi tersebut. "Pengadaan helikopter AW 101 ini dilakukan pada 2016, sempat menjadi trending topic," kata Gatot dalam konferensi pers di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (26/5).
Ketika itu, pembelian helikopter AW 101 sempat ramai diperbincangkan karena Presiden Joko Widodo pada Desember 2015 menyatakan menolak rencana TNI Angkatan Udara membeli helikopter tersebut, dengan pertimbangan perekonomian negara. Tapi setahun kemudian pesawat berbaling-baling itu tetap dibeli.
"Saya dipanggil Presiden dan Presiden bertanya mengapa ini terjadi," ujar Gatot.
Menurut Gatot, kondisi perekonomian ketika itu belum benar-benar normal. Untuk membahas kondisi perekonomian, Presiden Jokowi beberapa kali mengadakan Rapat Terbatas.
"Maka apabila pembelian helikopter belum dapat dilakukan. Tapi kalau kondisi sudah lebih baik lagi, maka bisa beli. Jadi untuk saat ini jangan beli dulu," kata Gatot menirukan perintah Jokowi.
ADVERTISEMENT
Kendati ada perintah Jokowi untuk tidak membeli helikopter tersebut, menurut Gatot, kontrak Markas Besar TNI Angkatan Udara dengan perusahaan penggarap jasa militer PT Diratama Jaya Mandiri tetap diteken pada 29 juli 2016.
"Presiden memerintahkan untuk mengejar kejanggalan pembelian itu," kata Gatot.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara, yang dijabat Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, mengatakan pada Januari 2017 datang helikopter AW 101. Namun tetap janggal: Helikopter itu tidak sesuai spesifikasi yang diminta.
"Sampai saat ini helikopter itu belum kami terima sebagai kekuatan TNI Angkatan udara," ujar dia.
Setelah itu, TNI kemudian menggandeng KPK untuk mengusut dugaan korupsi tersebut. Selain KPK, TNI juga bekerja sama dengan Kepolisian, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
ADVERTISEMENT
TNI kemudian menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Marsma TNI Fachri Adamy, Letnan Kolonel berinisial WW, dan Prada SS.
Ada tiga peran masing-masing tersangka itu. Menurut Gatot, Fachri bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen, WW sebagai pejabat pemegang kas, dan SS menyalurkan dana kepada para pihak.
Jubir KPK, Ketua KPK, Panglima TNI, dan KSAU (Foto: Marcia Audita/kumparan)