'Suap Pejabat Bakamla Hanya Asumsi KPK'

26 Maret 2017 12:15 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Kepala Bakamla RI. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Kepala Bakamla, Laksamana Madya Arie Soedewo, membentuk Tim Investigasi Internal Bakamla. Beranggotakan personel TNI, tim itu menelusuri dugaan suap proyek monitoring satellite. Hasilnya di luar dugaan: Tak ada suap.
ADVERTISEMENT
Padahal, KPK membuka penyidikan kasus suap itu dengan menetapkan, salah satunya, Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi--sebagai tersangka penerima suap.
Belakangan, di persidangan kasus itu, terungkap sejumlah indikasi keterlibatan pejabat Bakamla lain dalam menikmati bancakan proyek senilai Rp 222 miliar itu.
kumparan (kumparan.com) menemui ketua tim investigasi tersebut, Brigjen Pol. Abdul Gofur, yang juga menjabat Direktur Penelitian dan Pengembangan di Bakamla.
Dalam wawancara di kantor Bakamla, Jalan Doktor Sutomo, Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, pada Rabu (22/3), anggota tim investigasi dari Unit Penindakan Hukum, Brigjen Pol Machfud Arifin, turut serta.
Abdul Gofur dan sejumlah piagam penghargaannya. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Kapan tim dibentuk dan untuk apa? Abdul: Dibentuk tidak lama setelah kejadian (Penangkapan Eko pada 14 Desember 2016), saya diperintahkan pimpinan.
ADVERTISEMENT
Siapa saja yang sudah diperiksa? Abdul: ULP (Unit Layanan Pengadaan). Ya saksi yang sudah diperiksa KPK, kami juga periksa. Sekitar kurang lebih 11 orang. Arifin: Kami juga periksa Kabakamla. Semua kami periksa kecuali Eko karena ranahnya OTT (operasi tangkap tangan). Kami internal.
Bagaimana proses pengadaan monitoring satellite yang menjadi kasus ini? Abdul: Tidak ada penunjukkan langsung, benar-benar mengikuti norma-norma peraturan Perpres yang memang dipersyaratkan dalam pengadaan barang dan jasa. Tidak ada ruang untuk saling mempengaruhi ataupun mengarahkan, apapun bentuknya.
Apakah tim menemukan kejanggalan dalam pengadaan itu? Abdul: Secara garis besar, sebenarnya (pengadaan proyek itu) sudah sesuai prosedur.
Jadi, apa yang salah dalam pengadaan proyek ini? Abdul: OTT kan ada di pelaksanaan. Jauh sama Pengguna Anggaran. Kalau tidak ada OTT kan lancar. Paling nanti audit BPK yang menilai.
ADVERTISEMENT
Jadi proyek tersebut sudah berjalan normal, tetapi saat pelaksanaannya ditemukan ada gratifikasi yang tidak terlihat, begitu? Abdul: Kalau saya tidak sampai ke sana.
Pembagian fee terungkap dalam fakta persidangan... Abdul: Tidak ditemukan pembagian fee. Saya memeriksa setiap saksi-saksi dan pimpinan. Karena itu saya nyatakan, sebagai ketua tim, itu semua adalah tidak benar terkait arahan yang mengarah. Itu berita-berita asumsi, karena saya tidak menemukan arahan-arahan itu.
Bagaimana soal dugaan adanya arahan pembagian suap dari Kabakamla? Abdul: Semua asumsi. Pimpinan tidak mungkin tidak mengarahkan. Jadi saya menggarisbawahi, saya ditunjuk ke sini untuk independensi dan tidak terpengaruh oleh siapa-siapa, karena baju kami cokelat, bapak Arifin juga cokelat.
Apakah Arie Soedewo menerima uang? Abdul: Jangankan menerima uang, mengarahkan saja tidak.
ADVERTISEMENT
Di persidangan, Eko bilang terima 2 persen dari pengadaan proyek itu karena arahan Arie? Abdul: Tidak ada.
Bagaimana dengan pertemuan-pertemuan di ruang kerja Pak Arie? Abdul: Itu asumsi. Jadi gini, apapun pertemuan itu tidak identik pelanggaran suatu hukum. Berita asumsi enggak bisa jadi berita kenyataan.
Lalu kenapa Eko menyebut nama Arie Soedewo? Abdul: Itu personal. Tapi asumsi.
Apa yang disampaikan Arie Soedewo saat diperiksa? Abdul: Kalau penunjukkan langsung, beliau membentuk organisasi pengadaan barang dan jasa sudah sesuai aturan.
Jadi tidak ada yang terlibat lagi? Abdul: Tidak ada
Sampai sekarang proses investigasi masih? Arifin: Masih. Ini pelajaran buat kita untuk lebih akuntabel, transparan dan bagus lagi dalam membelanjakan keuangan negara. Kami apresiasi dan mendukung untuk proses itu. Semacam shock theraphy agar lebih baik.
ADVERTISEMENT
Eko Susilo Hadi tersangka kasus suap Bakamla. (Foto: Aprilandika Hendra Pratama/kumparan)