Syarat Fee 15 Persen untuk Main Proyek di Bakamla

9 Maret 2017 21:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tersangka Suap Bakamla kembali diperiksa KPK. (Foto: Antara/Reno Esnir)
Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta sebagai perantara suap. Mereka adalah anak buah Fahmi Darmawansyah, Direktur PT Melati Technofo Indonesia sekaligus bos PT Merial Esa.
ADVERTISEMENT
Suap itu diduga berkaitan dengan pengadaan drone dan monitoring satellite di Badan Keamanan Laut. Yang disuap adalah Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerjasama Bakamla, Eko Susilo Hadi--kini berstatus tersangka.
"Bahwa terdakwa telah melakukan atau turut melakukan beberapa perbuatan memberi uang secara bertahap kepada Eko Susilo Hadi," ujar jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Kiki Ahmad Yani, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (9/3).
Kantor Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. (Foto: Nikolaus Harbowo)
Uang yang diberikan ke Eko adalah SGD 209 ribu, USD 78 ribu, dan Rp 120 juta. Uang diduga diberikan agar dua perusahaan Fahmi dimenangkan dalam proyek di Bakamla.
Kasus itu berawal pada Maret 2016, ketika Kepala Bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi, mendatangi kantor Fahmi.
ADVERTISEMENT
"Ali menawarkan Fahmi untuk 'bermain proyek' di Bakamla dan jika bersedia, Fahmi harus mengikuti arahan Ali dengan persyaratan fee 15 persen dari nilai pengadaan," kata Kiki.
Kongkalikong berlanjut di Hotel Ritz Carlton Kuningan, Jakarta Selatan, beberapa hari kemudian. Adami memberikan uang dolar Singapura senilai Rp 24 miliar kepada Ali. Adapun Hardy hadir di situ dan merekam transaksi untuk diperlihatkan ke Fahmi.
Usai transaksi, pada 8 September 2016, Eko Susilo Hadi menandatangani surat penetapan pemenang untuk PT Melati Technofo Indonesia sebagai pemenang dalam pengadaan monitoring satellite di Bakamla.
ADVERTISEMENT
Pada 18 Oktober 2016, Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan Direktur Data dan Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla menandatangani surat perjanjian Bakamla dengan PT MTI sebesar Rp 222 miliar.
Ruang tunggu PT Melati Technofo Indonesia di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. KPK baru saja menangkap petinggi perusahaan ini karena menyuap pejabat Bakamla terkait proyek satelit. (Foto: Dameanus Andreas/Kumparan)
Dalam surat dakwaan, terdapat dua pejabat Bakamla lain yang diduga menerima suap, yaitu Nofel Hasan selaku Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla diduga menerima SGD 104 ribu, dan Tri Nanda Wicaksono selaku Kepala Sub Bagian tata Usaha Sestama Bakamla (Rp 120 juta).
Di ujung persidangan, Adami dan Hardy menyatakan menerima dakwaan jaksa. "Karena sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP, kami tidak akan mengajukan keberatan atau eksepsi," ujar Setiyono, pengacara Adami dan Hardy.