Kebijakan Perbankan pada Masa Pandemi Covid19

Konten dari Pengguna
27 Juni 2020 22:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Adithya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi Covid19 menjadi problema yang dialami oleh dunia, virus yang mulai muncul pada akhir tahun 2019 ini dengan cepat meluas ke seluruh dunia tak terkecuali indonesia. Pada tanggal 2 maret 2020 Presiden Joko Widodo mengumumkan secara resmi bahwa terdapat kasus positif Covid19 yang pertama kali di Indonesia, hal ini memicu banyak perubahan pada perilaku masyarakat Indonesia yaitu budaya hidup bersih dengan rutin mencuci tangan dan menggunakan masker serta menjaga jarak antara individu. Kebijakan- kebijakan pemerintah mulai disusun dan diberlakukan untuk menanggapi adanya pandemi Covid 19 ini seperti Work From Home (WFH) hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), untuk PSBB tidak seluruh wilayah melaksanakan akan tetapi seluruh wilayah membatasi kegiatan yang dilakukan masyarakat terutama kegiatan yang menyebabkan berkerumunnya massa. Kebijakan pembatasan kegiatan ini meningkatkan resiko yang mengganggu stabilitas ekonomi, dimana menurunnya kegiatan masyarakat secara umum tentu juga menurunkan kegiatan ekonomi. Menurunnya kegiatan ekonomi sangat berdampak pada pelaku usaha terutama UMKM dimana UMKM sangat bergantung pada laju kegiatan ekonomi pada masyarakat, maka dari itu selain kebijakan yang ditujukan untuk menekan penyebaran Covid19 diperlukan juga kebijakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi Negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 16 Maret 2020 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberlakukan Peraturan OJK 11/POJK.03/2020 yang didalamnya terdapat peraturan perbankan khususnya terkait Kredit yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi pada Debitur terdampak Covid19, salah satu hal yang diatur dalam peraturan ini adalah tentang restrukturisasi Kredit sehingga debitur diberi kelonggaran (relaksasi) dalam melaksanakan kewajibannya melunasi kredit. Dalam hal ini Debitur yang dimaksud adalah debitur yang mendapatkan perlakuan khusus dari OJK.
Kebijakan restrukturisasi ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah terkait PSBB atau pembatasan kegiatan pada masyarakat, kenapa bisa begitu? Kebijakan PSBB tentu menurunkan kegiatan ekonomi dalam masyarakat sehingga pelaku usaha akan mengalami kesulitan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai debitur karena pendapatannya menurun, jika kebijakan tentang restrukturisasi ini tidak disusun dan diberlakukan, tentu banyak pelaku usaha terutama UMKM (karena sangat dipengaruhi oleh kegiatan masyarakat) akan memaksakan usahanya demi mencari pendapatan untuk membayar kredit, dengan adanya peraturan ini (restrukturisasi) pelaku usaha mendapat kelonggaran sehingga pada masa PSBB pelaku usaha dapat mengurangi kegiatan usahanya terlebih dahulu. Hal ini tentu berpengaruh dalam menekan penyebaran covid19. Terkait penjelasan tadi, Peraturan ini dapat memengaruhi kestabilan ekonomi, kesejahteraan dan juga penyebaran Covid19.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini tidak hanya memberikan manfaat pada debitur saja akan tetapi juga pada Kreditur atau bank itu sendiri dimana kebijakan restrukturisasi dapat mengurangi resiko pada kredit macet dimana kredit macet dapat mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas keuangan. Bayangkan jika tidak ada kebijakan ini, dengan adanya pandemi akan berdampak pada kapasitas kinerja debitur dan resiko kredit macet akan meningkat hal ini tentu akan memengaruhi penilaian kesehatan bank kearah negatif.
Kebijakan restruktusrisasi bukan berarti tidak berdampak negatif, dampak negatif yang mungkin terjadi adalah menurunya pendapatan pada sektor perbankan karena adanya kelonggaran (relaksasi) kredit. Salah satu aturan dalam restrukturisasi pada kebijakan ini adalah menurunkan suku bunga dimana suku bunga sendiri adalah sumber pendapatan dari kreditur, cara restrukturisasi yang lainnya adalah perpanjangan jangka waktu dimana perpanjangan waktu dengan suku bunga yang sama juga merugikan kreditur karena adanya inflasi.
ADVERTISEMENT
Peraturan mengenai restrukturisasi kredit bisa dikatakan sangat pasif karena peraturan ini hanya bersifat menahan, kenapa bisa begitu? Karena pada dasarnya peraturan ini hanya melonggarkan (relaksasi) kredit untuk sementara yaitu ketika penyebaran Covid19 meningkat signifikan dan peraturan terkait pembatasan kegiatan masyarakat diberlakukan, berhasil atau tidaknya peraturan ini sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi setelah masa pandemi. Jika masalah pandemi terjadi secara berkelanjutan maka peraturan ini sangat tidak efektif karena pada akhirnya akan terjadi kredit macet di akhir ketika ekonomi tidak meningkat cukup cepat.
Maka dari itu diperlukan kebijakan yang bersifat aktif untuk mendukung peningkatan perekonomian negara agar dapat kembali meningkat seperti sebelum masa pandemi dengan rencana strategis dan adaptasi dengan keadaan pandemi atau setelah pandemi.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh kebijakan pemerintah yang bersifat aktif adalah Peraturan OJK 34/POJK.03/2020 tentang BPR dan BPRS dimana salah satu peraturan yang diatur adalah terkait Penyisihan Penghapusan Aset Produktif atau disingkat PPAP yang bersifat umum hingga 0% yang pada peraturan lama minimal 0,5% dari aset produktif kualitas lancar. Peraturan ini secara tidak langsung meningkatkan kredit yang disediakan oleh BPR hal ini dapat meningkatkan perekonomian, akan tetapi perubahan yang terjadi sangat sedikit sehingga pengaruh yang dihasilkan kurang signifikan, dan peraturan ini bukan tanpa resiko. PPAP umum berfungsi sebagai cadangan untuk menutup kerugian dari aktiva produktif, walaupun perhitungannya dilakukan dari aset produktif kualitas lancar tidak menutup kemungkinan terjadi kerugian apalagi pada masa pandemi saat ini.
ADVERTISEMENT
Diambilnya kebijakan yang bersifat pasif oleh pemerintah (11/POJK.03/2020) mungkin karena pada awal masa pandemi alokasi dana difokuskan pada pencegahan penyebaran dampak Covid19, akan tetapi untuk masa sekarang dimana masa dimulainya kondisi baru bernama “New Normal” seharusnya pemerintah memulai kebijakan yang bersifat aktif dimana dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan, sehingga kebijakan restrukturisasi kredit berjalan dengan sukses. Salah satu contoh kebijakan aktif yang mungkin dapat dilakukan pemerintah adalah subsidi bunga utang kepada Debitur terdampak pandemi Covid19 yang mungkin dapat memacu pertumbuhan ekonomi negara.
Muhammad Adithya
Mahasiswa PKN STAN