Memahami Toleransi Beragama

Muhammad Areev
Pegiat Media Sosial, Pengagum Gus Baha, Pecandu Sepakbola, Penulis di www.muhammad-areev.blogspot.com
Konten dari Pengguna
19 Juli 2021 12:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Areev tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai masyarakat yang hidup di Indonesia, saya sangat bersyukur dilahirkan dinegara yang sangat indah, di negara besar yang penuh dengan keberagaman. Perbedaan suku, budaya, ras, dan agama bukan alasan utuk kita terpecah maupun tidak dapat hidup bersama. Bahkan, didalam firmanNya Allah juga telah menyebutkan perbedaan itu suatu keniscayaan. Perbedaan itu ketetapan Allah (sunnatullah). Pancasila yang merupakan dasar kita dalam bernegara juga mempunyai semboyan "Bhinneka tunggal ika" yang artinya walaupun berbeda-beda namun tetap satu.
ADVERTISEMENT
Keberagaman ini kadangkala tercoreng oleh sikap sebagian masyarakat kita yang belum memahami makna dari Toleransi. Sebelum membahas jauh tentang toleransi, dalam hal ini toleransi beragama ada baiknya kita sepakat dulu tentang makna dari toleransi. Sehingga tidak ada perbedaan definisi dari saya dan para pembaca mengenai toleransi beragama.
Toleransi beragama merupakan suatu sikap yang saling menghargai, dan menghormati antar umat yang beragama dan tidak memaksa umat beragama lain untuk masuk keagama yang kita anut atau suatu agama tidak boleh menjalek-jelekan agama lain dan mendiskriminasi agama lain. Sedangkan lawan dari toleransi adalah intoleran.
Gampangnya, saya mengilustrasikan toleransi beragama ini seperti kita duduk bersama dengan sahabat. Kita menikmati kopi sedangkan sahabat kita menikmati teh. Walaupun berbeda dalam pilihan minuman, namun kita tidak mencampur kopi dengan teh dan tidak juga mempermasalahkan teman kita yang minum teh, hal yang sama juga berlaku bagi teman kita.
Ilustrasi keberagaman. Foto: pixabay.com
Sebelumnya saya ingin menyajikan suatu survey mengenai sikap intoleransi yang tumbuh di tengah masyarakat. Ada Laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang menyebutkan, 79,5 persen siswa mempertimbangkan agama dalam memilih teman. Selain itu, 1 dari 4 anak dibully karena agamanya.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, perilaku intoleransi anak dari survey diatas tentu tidak bisa lepas dari orang dewasa sebagai lingkungan yang jadi cerminan mereka. Melihat apa yang terjadi di masyarakat, sikap intoleransi pada anak erat kaitannya dengan pengajaran tentang toleransi dalam beragama dimana kurang diperkenalkan dan ditekankan dari semenjak kecil.
Semenjak kecil kita hanya diajarkan untuk memahami ajaran agama namun kurang dalam hal menerima perbedaan. Dari amatan saya, pengalaman berada di lingkungan masyarakat, pertemanan, mendengar kajian agama, kadangkala ada oknum yang menganggap biasa ejekan dan olokan terhadap diluar kepercayaan yang dianutnya.
Masih menurut amatan saya, Ironisnya ejekan dan olokan tersebut itu bahkan pernah dilakukan oleh oknum penceramah yang seharusnya dapat memberikan contoh yang baik dan santun bagi jamaaahnya untuk hidup rukun. Lebih buruk lagi, ada yang berpaham bolehnya menghancurkan tempat ibadah diluar agamanya, walaupun dalam konteks becanda belum kepada aksi namun pemahaman seperti ini merupakan benih dari radikalisme yang harus diberikan pemahaman sebelum berkembang menjadi aksi terorisme.
ADVERTISEMENT
Hemat saya, ada beberapa hal yang harus kita pahami untuk menumbuhkan sikap toleransi dalam beragama.
Pertama kita harus memahami bahwa kita diciptakan dalam keadaaan berbeda. Berbeda suku, bahasa, adat, dan agama. Perbedaan itu semua merupakan sunnatullah (ketentuan Allah) dalam artian tuhan sendiri memang menginginkan kita untuk berbeda. Jika tuhan menginginkan kita sama, mudah saja bagiNya untuk menjadikan kita semuanya sama. Namun, tuhan tidak menginginkan demikian. Dengan memahami ini kita akan lebih bijak dalam bersikap terhadap sesuatu yang berbeda termasuk berbeda dalam beragama.
Kedua hindari segregasi atau pemisahan (suatu golongan dari golongan lainnya) intoleransi biasanya terjadi karena kehidupan mansyarakat yang segregasi. Untuk menghindari ini, kita dapat memperbanyak teman dengan berbeda karakter, suku dan agama . Sehingga adanya mereka bisa mebantu kita untuk lebih mengerti seperti apa pemikiran orang lain. Seperti apa prinsip dan cara pandang orang lain, kemudian kita dapat mendiskusikan banyak hal.
ADVERTISEMENT
Tak harus benar atau salah karena jika membicarakan hal tersebut pasti setiap orang merasa bahwa merekalah yang benar. Namun yang terpenting adalah memperbanyak teman akan menambah rasa toleransi dan membuat kita memiliki cara pandang yang luas dalam memahami perbedaan sehingga kita bisa lebih menghargai orang lain.
Yang ketiga bijaksana, terkadang kita merasa alergi dengan perbedaan, dengan perbedaan kita merasa apa yang kita yakini selama ini akan tergoyah padahal jawabannya salah, menghargai bukan berarti mengikuti. Kita bisa hidup dengan masing-masing saja, saling menghargai tanpa mengganggu dan menghasut pada hal buruk. Karena kita paham perbedaan akan selalu ada dimanapun kita berada.
Yang keempat berpikiran terbuka (open minded), biasanya mereka yang intoleran karena berpikiran sempit. Jelas jika membicarakan mengenai pikiran sempit maka kita tidak akan bisa menerima apapun. Kita harus berpikiran terbuka, bahkan toleransi yang sederhana saja seperti halnya makanan beraneka ragam bisa kita terima kenapa hal yang besar tidak.
ADVERTISEMENT
Toleransi tidak berarti memaksa kita untuk paham bahkan mengikutinya. Namun cukup menghargai prinsip masing-masing. Sehingga kita akan tetap nyaman dan juga merasa senang dengan toleransi tersebut.
Muhammad Areev Pegiat Media Sosial, Pengagum Gus Baha', Pecinta Damai