Pengaruh Penundaan Pemilu dan Wacana 3 Periode Terhadap Demokrasi di Indonesia

MUHAMMAD BAGUS PRASETIYO
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terfokus pada hukum tata negara
Konten dari Pengguna
11 Mei 2022 16:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MUHAMMAD BAGUS PRASETIYO tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Badan Pengawasan Pemilihan Umum. (Foto sendiri)
zoom-in-whitePerbesar
Badan Pengawasan Pemilihan Umum. (Foto sendiri)
ADVERTISEMENT
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru saja menetapkan Pemilu akan diadakan pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang secara serentak. Pemilu sendiri merupakan proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik tertentu. Dimana yang kita ketahui, bahwa Pemilihan Umum (pemilu) terjadi pada kurun waktu 5 tahun sekali dan ada beberapa nama calon Presiden.
ADVERTISEMENT
Pemilihan umum di Indonesia sendiri sudah dilaksanakan sepuluh kali sejak tahun 1987 yang di ikuti oleh 2 partai politik dan 1 golongan karya, sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan adalah golongan karya. Kontestan dari Partai Politik (parpol) dalam pemilihan sendiri berbeda dari setiap tahunnya.
Dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sendiri mempunyai masa jabatan yaitu sudah dijelaskan pada pasal 7 yang berbunyi: “presiden dan wakil memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.” Yang mana Presiden Jokowi Dodo berhasil memenangkan dua periode dan tidak boleh lagi mencalonkan sebagai Presiden karena dapat melanggar konstitusi di Indonesia.
Dengan memenangkan dua periode dan sebenarnya bapak Jokowi tidak boleh mencalonkan lagi sebagai Presiden karena sudah melewati batas konstitusi yang ada di Indonesia, namun masih ada saja beberapa partai politik yang menyebutkan bahwa masa jabatan Presiden harus ditambah/diperpanjang dengan alasan untuk menstabilkan ekonomi masyarakat di era covid-19.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya bapak Presiden Jokowi Dodo telah tegas menyampaikan pendapat bahwa dirinya tidak akan mencalonkan lagi sebagai pemimpin negara, tetapi hal itu menurut saya kurang puas karena dengan pendapat beliau, seharusnya DPR yang memberikan secara jelas tidak akan mengubah peraturan tentang masa jabatan Presiden tersebut.
Jika benar-benar terjadi wacana penundaan pemilu 2024 tersebut hanya ada 2 cara untuk bisa mewujudkannya. Pertama, Dengan mengamandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kedua, Dengan mengajukan Judical Review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meskipun terbuka lebar untuk memuluskan Kedua cara tersebut, tidaklah mudah untuk menjalankannya, apalagi mekanisme dengan mengamandemen UUD 1945. Bukan perkara mudah untuk menunda pemilu 2024 dengan harus memikirkan nasib anggota DPR-DPD yang habis jabatan pada tahun tersebut. Jika hak untuk memperpanjang jabatan Presiden, Wakil presiden dan Anggota DPR-DPD diberikan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) maka harus diubah juga pasal yang mengatur mengenai lembaga tinggi lainnya. Seperti, pasal 3 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945 yang berlaku untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar 1945, melantik dan memberhentikan Presiden dan Wakil presiden.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya persetujuan dari lembaga tinggi negara saja tetapi rakyat yang berada didalamnya juga harus menyetujiu jika harus ada wacana penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan Presiden. Tanpa persetujuan rakyat juga dapat menimbulkan kegaduhan yang terjadi seperti aksi demonstrasi dan kegaduhan politik lainnya yang berdampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
PIHAK PRO
Terdapat beberapa pihak tertentu mengklaim mempunyai big data sebanyak 100 juta akun medsos yang 60 persen diantaranya setuju dengan diadakannya rencana penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan kepada presiden, dengan alasan supaya menstabilkan program Presiden untuk perekonomian rakyat.
Dengan adanya penambahan masa jabatan terhadap Presiden ini sebenarnya, Presiden lebih bisa optimal dalam menjalankan program kestabilan rakyat di masa pandemi covid-19, belum lagi Indonesia dihadapi dengan masalah kelangkaan minyak goreng dan kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) yang melambung tinggi.
ADVERTISEMENT
Insiden penundaan pemilu ini sebenarnya tidak hanya terjadi di indonesia melainkan beberapa negara penjuru dunia dengan alasan covid-19, berdasarkan data menurut international institute for democracy and electoral assistance (IDEA) negara-negara yang menunda pemilihan umum ialah Selandia Baru, Hong Kong, dan Bolivia. Negara tersebut beralasan ketahanan kesehatan masyarakat.
Anggaran penyelenggaraan yang besar jadi salah satu alasan penundaan pemilu 2024, Komisi pemilihan umum telah menetapkan biaya awal sebesar Rp86 trilliun, tetapi jumlah itu dinilai terlalu besar maka dari itu komisi pemilihan umum menurunkan anggaran dan mengajukan kembali sebesar Rp76,6 trilliun dan jumlah tersebut akan terus dibahas Bersama DPR melainkan Indonesia baru saja menetapkan Ibu Kota Negara (IKN)
PIHAK KONTRA
Wacana penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan terhadap Presiden mengundang banyak pendapat dari berbagai kalangan banyak, mulai dari masyarakat hingga para petinggi di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Para mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan aksi demonstrasi, massa aksi berkumpul di area patung kuda dengan memakai almamater dari universitasnya dan membawa atribut seperti spanduk dan bendera sebagai simbol. Mahasiswa melakukan demonstrasi dengan membawa beberapa tuntutan yang salah satu diantaranya wacana penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden. Mereka menolak keras terhadap penambahan masa jabatan Presiden karena telah melanggar konstitusi yang ada.
gagasan penundaan pemilu 2024 mencerminkan tidak konsisten partai politik terhadap keputusan yang berlaku, dan juga tidak memegang komitmen partai politik untuk menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang ada. Pemilu yang bersifat rutin seharusnya tidak bisa diganggu karena untuk mengontrol jalannya pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif.
ADVERTISEMENT
Pemilu 2024 ini seharusnya menjadi ajang pesta demokrasi masyarakat untuk menjalankan pemerintah agar lebih baik sehingga tidak berpotensi memunculkan pemimpin yang otoritarian.
SARAN
Pemilihan seorang pemimpin negeri seharus nya menjadi hal yang sangat ditunggu apalagi antusias masyarakat begitu luar biasa. Bukan hanya memimpin dengan baik tetapi mampu membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Demokrasi sudah ada sejak kepemimpinan IR. Seokarno dan Moh. Hatta bahkan sebelumnya. Pemerintah harus bisa menjalankan demokrasi dengan baik jangan sampai membuat apa yang tidak seharusnya terjadi.