Kesalahan Berbahasa Media Luar Ruang: Melanggar Nilai Etika

Muhamad Daniel Akbar
Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
10 November 2022 10:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Daniel Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi media luar ruang sumber: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi media luar ruang sumber: pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kerap terjadi kesalahan di dalam isi pada media luar ruang seperti melanggar nilai etika dan juga kesalahan berbahasa seperti diksi, ejaan, maupun struktur bahasa. Sangat disayangkan jika media luar ruang yang menjadi sarana komunikasi maupun iklan ini terdapat kesalahan di dalamnya. Selain merugikan pencipta media tersebut juga bisa merugikan masyarakat yang melihat.
ADVERTISEMENT
Media luar ruang berupa spanduk, baliho maupun poster merupakan salah satu sarana komunikasi untuk memberitahu ataupun mempromosikan kepada masyarakat yang biasanya dipasang di pinggir jalan.
Baiknya sebelum memasang sebuah media luar ruang perlu adanya pengecekan ulang bahasa yang digunakan pada media tersebut agar kesalahan berbahasa pada sebuah media luar ruang tidak terjadi.
Pertama, seperti contoh media luar ruang berupa spanduk yang menampilkan foto seorang perempuan dengan busana belahan dada rendah. Tentunya hal tersebut melanggar nilai etika yang ada pada masyarakat. Etika atau moral obligation merupakan kewajiban dan tanggung jawab moral setiap orang dalam berperilaku di masyarakat. Lantas, sekalipun spanduk tersebut bukanlah manusia, namun spanduk tersebut adalah objek yang diciptakan oleh manusia itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Kedua, kesalahan media luar ruang sering dapat kita jumpai pada papan nama yang sering dipasang pada tempat wisata contoh "DI LARANG MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN". Kesalahan tulisan pada kalimat tersebut adalah pemakaian kata depan di pada kata DI LARANG. Penulisan yang benar adalah DILARANG, tanpa adanya spasi antar kata di dengan kata larang.
Karena aturan dari PUEBI pada pemakaian kata di dipakai sebagai awalan dan sebagai kata depan. Kata depan di sebagai awalan mempunyai ciri-ciri, yaitu (1) ditulis serangkai dengan kata yang diikuti, (2) diikuti kata kerja, (3) membentuk kata kerja pasif. Contohnya disikat, dibersihkan, ditandatangani.
Kata depan di harus ditulis terpisah apabila menyatakan keterangan tempat dan diikuti kata benda. Contoh di rumah, di lapangan, di atas. Dengan demikian, kata "DI LARANG" bukan ditulis "DI LARANG" melainkan ditulis DILARANG (tanpa spasi).
ADVERTISEMENT
Ketiga, kesalahan berbahasa juga dapat dijumpai pada penamaan rumah makan seperti contoh Omah Pakan Jogja. Tata bahasa yang digunakan pada rumah makan tersebut terdapat campuran unsur bahasa Jawa, yaitu kata omah dan pakan. Omah dalam bahasa Indonesia mempunyai arti rumah, sedangkan pakan berarti makanan. Campuran penggunaan dua bahasa tersebut jika dilihat dari kacamata bahasa Indonesia tentunya merupakan kesalahan berbahasa dan bisa diganti ke tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi Rumah Makanan Madiun.
Kemudian keempat, contoh baliho yang dipasang oleh perusahaan rokok melanggar nilai etika dan juga nilai norma karena terdapat gambar seorang wanita dan pria yang hendak berciuman. Gambar tersebut tidak sepatutnya dipasang pada sebuah baliho yang dapat dilihat oleh masyarakat atau anak di bawah umur. kata-kata yang ada di baliho "mula mula malu-malu lama lama mau" terdapat kesalahan penggunaan tanda baca -, seharusnya pada kata lama lama dihubungkan dengan tanda - sehingga menjadi lama-lama.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil analisis media luar ruang di atas terdapat pelanggaran nilai norma, penggunaan kata di dan pemakaian istilah asing berupa bahasa Jawa dan kesalahan penggunaan tanda baca berupa tanda (-). Cara mengurangi kesalahan berbahasa pada media luar ruang tentunya perlu adanya dukungan dari beberapa pihak. Pelajar dan mahasiswa perlu mendalami pengetahuannya tentang kaidah kebahasaan dengan baik.