Hidup Tanpa Musik bagai Taman Tak Berbunga

Muhammad Darisman
Asisten Redaktur kumparanBisnis. Menulis dan editing konten isu ekonomi dan bisnis. Membuat konten Multichannel.
Konten dari Pengguna
9 Maret 2018 23:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Darisman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi penggemar musik K-Pop. (Foto: Unsplash/Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penggemar musik K-Pop. (Foto: Unsplash/Pixabay)
ADVERTISEMENT
Hari ini, di Indonesia dirayakan sebagai hari musik nasional. Sebagaimana mereka yang merayakan, saya mencoba melakukan hal serupa. Ya, walaupun kemampuan bermusik saya buruk, atau bahkan masuk kategori sangat buruk, namun, karena bagi saya musik dan hidup itu satu kesatuan, jadi beginilah cara saya merayakannya.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, mungkin bagi saya urutannya begini, musik adalah nada adalah relasi adalah rasa adalah hidup adalah cinta. Nah, di sinilah kecocokan judul tulisan ini, seperti lirik lagu hidup tanpa cinta (musik) bagai taman tak berbunga.
Musik hadir dalam kehidupan manusia, dalam segala sendi kehidupannya, tanpa terkecuali. Menjelma apa saja, paling dasar ada mereka yang menganggapnya sekadar hiburan. Ada yang menganggap musik itu teman, diari, membantu mereka yang sulit menggambarkan perasaan atau meluapkan emosi, hingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hal-hal penting yang terjadi di hidupnya.
Pada dasarnya setiap orang tak butuh alasan yang rumit untuk mencintai suatu musik, atau katakanlah sebuah lagu sebagai contohnya. Seseorang bisa menyukai satu lagu, karena liriknya menyentuh, nadanya enak, sering mendengar, karena seseorang yang spesial menyukainya, atau bahkan mewakili peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam hidup seseorang. Semua itu sangat mungkin terjadi, dan setiap orang pasti setidaknya punya satu lagu yang melekat di hatinya.
ADVERTISEMENT
Saya tidak ingat betul kapan dan bagaimana pertama kali mengenal musik. Tetapi kali ini saya anggap saja dari kapan pertama kali saya kenal musik dalam tataran hafal lirik, jika begini, berarti lagu pertama yang saya nyanyikan dengan bersemangat adalah lagu Indonesia Raya waktu pertama kali mengikuti upacara bendera.
Nah, dari SD sampai selanjutnya, sedikit banyak tentu masih bisa diingat lagu-lagu yang masuk dalam kehidupan saya. Tak lain adalah sejumlah lagu Slow Rock Malaysia, seperti Slam, Iklim, dan Eye, di antaranya. Cukup konyol perkenalan dengan beberapa lagu ini, justru awalnya bukan karena memang saya ingin dengar, tetapi hampir setiap hari saudari saya berkaraoke dengan lagu tersebut, bahkan sampai melekat semua lagu yang dia nyanyikan di dalam kepala saya. Ini mungkin yang dimaksud faktor terbiasa, atau karena berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Lalu, ketika teman saya ramai-ramai mengaku outsider, saya jadi ikut-ikutan juga mendengar lagu Superman Is Dead. Faktor kedua ini, menurut saya berlanjut sampai sekarang, harus saya akui tidak sedikit lagu yang saya suka karena disukai oleh teman, sahabat, dan orang-orang terdekat. Artinya, musik juga salah satu hal yang menjadi penanda relasi dalam hidup kita.
Beberapa faktor di atas, mungkin saja secara tidak sadar dialami oleh orang, atau kurang lebih baru sampai indra pendengaran, dan pengucapan--kalaupun sampai tahap perasaan, barangkali saja terjadi tanpa disadari orang tersebut.
Nah, pada tingkat mengenal musik secara sadar, menurut anggapan pribadi saya mungkin saat seseorang menjadikan musik sebagai pengingat, atau memori dia akan sesuatu, atau kurang lebih ia sudah sampai pada tahap merasakan musik secara sengaja. Pertama kali saya mengalami hal ini, mungkin adalah sebagai cara saya mengingat seperti apa sosok ibu (kurang lebih saya mendapat gambaran beliau dari lagu-lagu yang dia suka). Pada tahap rasa ini, seseorang mungkin mencintai musik dengan estetika tertentu yang ingin dia rasakan. Dan bisa jadi ini yang membedakan antara penikmat dengan mereka yang hidup di dunia musik. Ya mungkin saja.
ADVERTISEMENT
Bicara soal musik Indonesia, jika hitungannya dari saya lahir sampai sekarang, ada ratusan jumlah pegiat musik, baik itu band, solo, duo, dan lainnya. Baik itu dangdut, rock, pop, metal, nelangsa, dan sebagainya. Awal-awal bisa bermain musik (bernyanyi sambil main gitar) saya patut berterima kasih kepada Peterpan dan band se-angkatannnya, ada Padi, Dewa, Elemen, Radja, Kangen Band, Ungu, Naff, Vagetoz, Republik, dan yang lainnya. Selanjutnya, musik menjadi penanda setiap perubahan pribadi dan lingkungan yang saya alami. Ketika beranjak remaja dan suara saya mulai serak dan cempreng, Saya terpaksa memilih lagu yang sesuai karakter yang susah itu. Di sinilah saya mulai kenal lagu Koes Plus, Ebiet G. Ade, serta Iwan Fals yang mungkin cocok. Bahkan untuk Ebiet dan Iwan Fals, hampir 80 persen dari total lagu mereka saya coba nyanyikan. Ini terjadi pada rentang waktu SMA dan tahun-tahun awal kuliah.
ADVERTISEMENT
Kuliah di lingkungan Sastra pun berpengaruh terhadap musik yang datang dalam hidup saya, bahkan mungkin di masa inilah pengaruh paling besar. Lewat orang-orang dan seluruh kegiatan yang ada di dalamnya saya berinteraksi lebih banyak dengan musik.
Pada masa-masa ini, saya mengenal musik tradisi, modern, dan pembauran keduanya. Mendengar dan merasakan nada dari alat musik seperti talempong, gandang, saluang, dan semua yang tradisional, juga nada dari biola, piano, cello, contra bass, flute, saxophone, dan yang lain. Menyukai musik tradisi kontemporer, yang dimainkan Talogo Buni, Riau Rhythm Cambers, Taman Bunga, dan grup musik Minangkabau lainnya yang mendunia. Menikmati alunan instrumental Yiruma, Alunan flute Bevani, piano dan cello covernya The Piano Guys, dan yang lain. Dari relasi yang terjadi dengan orang sekitar, saya tahu The Panas Dalam, Float, Silam Pukau, Ari Reda, Dialog Dini Hari, Efek Rumah Kaca, Payung Teduh, Banda Neira, Mocca, 4.20, dan yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Baik, cukupkan saja menjelaskan bagaimana musik mengalir di dalam hidup saya. Kesimpulan bagi saya, musik menjadi salah satu unsur yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita, selama saya, kamu, dan semuanya masih bisa merasakan, selama itu juga musik berinteraksi dengan kita. Bahkan, ia bisa menjadi potret atau mendokumentasikan segala sesuatu di dalam kehidupan. Ada berapa banyak lagu berjudul Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan berbagai nama daerah. Ada berapa lagu sejenis Dewi, Yolanda, Sally, Dinda, dan nama lainnya. Tidak sedikit pula lagu mengambarkan bencana, peristiwa tertentu, dokumentasi sejarah, perasaan tertentu, dan berbagai macam.
Di dalam keberagaman musik tersebut, satu hal yang pasti bagi saya, semuanya tidak dapat dibandingkan satu sama lainnya. Ia hadir dengan memiliki estetika masing-masing. Akhirnya, musik bagi saya adalah untuk menyatukan jiwa yang satu dengan yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai bentuk perayaan, saya hanya berharap semoga taman itu tetap berbunga, tidak meranggas ditelan zaman.