Meliput Rusuh di Mako Brimob

Muhammad Fadli Rizal
Maaf, tolong, dan terima kasih.
Konten dari Pengguna
12 Mei 2018 12:29 WIB
comment
19
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Fadli Rizal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penjagaan di Mako Brimob usai kerusuhan. (Foto: REUTERS/Darren Whiteside)
zoom-in-whitePerbesar
Penjagaan di Mako Brimob usai kerusuhan. (Foto: REUTERS/Darren Whiteside)
ADVERTISEMENT
Hal itu terjadi dan belum mengubah apapun yang ada di hadapanku. Hingga, rasa penasaran menghampiri.
ADVERTISEMENT
Selasa, 8 Mei
Pukul 22.00 WIB
Semangkuk soto ayam, sebatang rokok, dan celoteh soal dunia di tepi Jalan Raya Ragunan. Aku bersama Ajo--salah satu kawan di kantor--malam yang santai, sebab esoknya kami dapat jatah masuk siang.
Pukul 22.47 WIB
Kabar datang saat puntung rokok di tangan sisa setengah. Kerusuhan pecah di Mako Brimob di Kelapa Dua, Depok.
"Besok masuk siang, kayaknya bisa kita ke sana. Cek-cek situasi aja, iseng. Abis itu nongkrong di warkop," ujarku ke Ajo.
Tanpa babibu lagi, ku tancap gas si Supri--nama motor SupraX kesayanganku--selap-selip di sepanjang jalan, dan Ajo hanya bisa pasrah kubonceng.
Pukul 23.05 WIB
Tidak ada apa-apa. Hanya ada sekitar delapan polisi berompi hitam, menenteng senjata lengkap dengan helm di kepala. Mereka berdiri di gerbang pintu Mako.
ADVERTISEMENT
Aku melintasi Mako kemudian berhenti di seberang Halte Mako Brimob. Kutanya satu per satu warga, dan mereka semua bilang, "Loh memangnya ada apa, Mas?"
Belum mendapat jawaban yang memuaskan. Aku berjalan ke warung tepat di seberang Mako Brimob, berharap mendapat jawaban. Tapi lagi-lagi yang kudapat hanya pertanyaan, "Loh memangnya ada apa mas?"
"Kok, gak ada apa-apan ya?" ujarku dalam hati.
Pukul 23.15 WIB
Rokok pertama, kunyalakan. Mataku menyapu seluruh lokasi, dan tak ada yang mencurigakan. Lalu lintas seperti biasa, warung-warung tetap buka, tenda pecel lele masih ramai pengunjung, tak ada kawat berduri, tak ada suara ledakan atau letusan senjata. Selain itu, tak ada satupun awak media di situ--setidaknya ini yang kulihat. Intinya semua terlihat biasa saja.
ADVERTISEMENT
Hingga beberapa detik kemudian, aku bertatapan dengan tiga orang yang ada di dekatku.
Yah, jaraknya tak sampai sepuluh meter dari tempatku berdiri. Mereka menatapku dengan sinis, dan saat itu ku tahu, Mako tak benar-benar baik.
Aku tahu, mereka anggota yang berpakaian preman--pengalaman sewaktu kuliah dulu.
Dua dari tiga orang itu menatapku dengan tajam. Sialnya, kartu pers ada di dalam tas dan tasnya kutitipkan ke Ajo yang sedang menikmati jahe susu di pangkalan ojek di seberang Halte Brimob.
Mencoba santai, dan kukeluarkan senjata utamaku malam itu, niatnya mau ambil gambar.
Belum juga ku sempat buka hape, satu orang itu berjalan menuju arahku. Tak mau terusir lebih cepat, kukantongi hape dan memilih menjauh sementara, ke arah halte. Aku membatin, "Koordinasi dengan Ajo."
ADVERTISEMENT
Pukul 23.25 WIB
Karena masih penasaran, dan sedikit ragu, aku kembali ke depan Mako, kali ini dengan kartu pers di kantong jaket. Aku dan Ajo melenggang tak berbeban. Sebab, saat itu, kami memang belum ada instruksi untuk ‘liputan beneran’ .
Meliput Rusuh di Mako Brimob (1)
zoom-in-whitePerbesar
Saat sedang mengambil beberapa foto, satu dari tiga orang tadi mendekat lagi. Dia berdiri di sebelahku, tapi kali ini aku cuek.
Setelah mengirim foto, aku diberi tahu bahwa akan ada Komandan Owi di Mako. Tak lama, partner-ku untuk tugas malam itu datang. Kita memutuskan untuk membagi lokasi. Dia memantau pergerakan dari depan Polisi Satwa.
Berselang sekitar lima menit kemudian, awak media lain mulai berdatangan. Kabel-kabel mulai menjulur ke tanah, tripod mulai berdiri kokoh di tepi jalan. Ada yang terlihat lelah, ada juga yang masih terlihat segar. Ada yang berjaket biasa, ada juga yang berseragam.
ADVERTISEMENT
Situasi berubah ketika polisi mulai menambah jumlah anggotanya untuk berjaga di pintu. Entah berapa jumlahnya, tapi yang jelas mereka terlihat lebih banyak.
Tak berselang lama, awak media yang tadinya tanpa penjagaan, mulai diminta untuk menjauh. Setelah itu, kawat berduri mulai direntangkan di depan Mako.
"Waduh, liputan beneran ini," pikirku.
Mobil, keluar masuk Mako, entah siapa yang ada di dalamnya. Selain karena keadaan memang gelap, kaca mobil-mobil itu berwarna hitam.
Meliput Rusuh di Mako Brimob (2)
zoom-in-whitePerbesar
Polisi terus menggeser awak media hingga ke depan Halte Brimob sebelah gereja, tepat di tempat Supri-ku terparkir. Dan dari situ, aku tak bisa apa-apa. Selain karena jarak, kamera hape-ku tak mampu menembus pekatnya malam.
Koordinasi 'tipis-tipis' dengan kantor dan Komandan Owi, dan tugasku hanya mengambil video ketika Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol M Iqbal, konpers.
ADVERTISEMENT
Rabu, 9 Mei 2018
Pukul 01.00 WIB
Konpers dimulai. Ter-update hingga pukul 01.00 WIB semua baik-baik saja dan keadaan masih terkendali, ‘katanya’.
Meliput Rusuh di Mako Brimob (3)
zoom-in-whitePerbesar
Waktu berjalan, ditemani oleh Ajo dan Bang Gerry--anak video andalan kumparan. Ngobrol ngalur-ngidul sambil sesekali kami melongo ke arah Mako--tak ingin melewatkan satu hal pun.
Pukul 03.00 WIB
Kantuk mulai datang, aku bersyukur, sebab ngantuk adalah tanda bahwa kita masih bernyawa, menurutku begitu.
Situasi landai, hanya ada pengalihan arus lalu lintas karena sterilisasi area Mako. Kami putuskan untuk pulang, karena harus ke kantor lagi siangnya.
Tinggal Kombes Owi yang siaga di lokasi hingga subuh menjelang.
Bersambung.... (biar kayak sinetron).
Kulelapkan mata, entah berapa lama.
Pukul 09.30 WIB
ADVERTISEMENT
Sesaat setelah membuka mata, kuraih hape yang ada di sudut lemari dan mengecek perkembangan di Mako. Saat itu, ku berharap semua sudah baik, tapi kenyataannya sama sekali tak begitu.
Beberapa menit menyekrol hape, update kondisi Mako. Tak lama notifikasi WA muncul, aku dicolek dari kantor—intinya aku harus kembali ke Mako.
“Yes!” entah kenapa aku girang—bak bocah lima tahun diberi es krim coklat berbentuk balon.
Mungkin Tuhan sedang baik, ia ingin aku bertemu dengan orang-orang baru, dan ia ingin aku dilibatkan dalam momen ini.
Meliput Rusuh di Mako Brimob (4)
zoom-in-whitePerbesar
Menyiapkan amunisi dan aku langsung meluncur. Sampai di lokasi aku bergabung dengan empat orang anak kumparan lainnya--Irish, Raga, Paul, dan Bang Fitra. Mereka orang-orang hebat.
Kami berlima, dan itu cukup menarik perhatian awak media lain—mungkin hal itu belum pernah terjadi sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Iqbal sesekali keluar menyampaikan informasi ter-update. Meski ada beberapa update baru, tapi secara keseluruhan apa yang dia ucapkan sama, dan itu membuat kami merasa ada sesuatu yang ganjil.
Bagaimana tidak? Berita dan update yang disampaikan terkesan ada yang ditutupi dan ia diplomatis. Hal itu membuat narasi-narasi baru di antara kami, dan menjadi simpang siur.
Sungguh kami tak ingin jadi bagian dari orang penyebar hoaks.
Meliput Rusuh di Mako Brimob (5)
zoom-in-whitePerbesar
Di luar itu semua, ada kabar bahwa napiter siap melawan dengan senjata, dan banyak narasi lain. Hal ini diperkuat dengan situasi petinggi-petinggi instansi terkait lainnya, mereka seakan menjadi orang tersibuk di hari itu.
"Kalau semua baik-baik saja, mengapa mereka begitu sibuk?" begitu pikir kami.
ADVERTISEMENT
Kami semua seperti Juliet yang setia menanti Romeo-nya--setia menanti soal kejelasan situasi di dalam rutan. Update saat itu, ada enam orang tewas, satu di antaranya adalah napiter, sisanya anggota kepolisian.
Pagi menjelang siang, siang menuju sore, sore berganti petang. Kami berlima membagi tugas, dan semua berjalan lancar.
'Tek-tok' kami berlima serupa dengan tiki-taka kesebelasan Barcelona era Pep--rapi dan terstruktur.
Meliput Rusuh di Mako Brimob (6)
zoom-in-whitePerbesar
Menjelang petang, polisi meminta awak media bergeser masuk ke area Polisi Satwa. Kami melintas di area steril--depan gerbang Mako Brimob. Tak mau kecolongan momen apapun, kami berlima membagi tugas. Aku dan Irish masuk ke Polsat, kemudian Raga, Paul dan Bang Fitra tetap di depan gereja.
Pukul 18.00 WIB
Azan Magrib berkumandang, langit terlihat menggelap. Ku pikir perjalananku di Mako berakhir. Tapi ternyata belum! Aku di Polisi Satwa bersama para senior dari berbagai media lainnya. Konpers demi konpers, doorstop demi doorstop. Dalam update informasi saat itu, selalu ada kata "Tim negosiator masih terus bernegosiasi."
ADVERTISEMENT
Hal itu menjadi wajar, ketika saat itu masih ada satu anggota, Bripka Iwan, masih ditahan oleh napiter pemberontak.
Pukul 22.00 WIB
Dua powerbank-ku habis dan baterai hape tinggal setengah, aku kelabakan. Bodohnya aku tak membawa charger, sebab kupikir perjalananku di sini hanya akan berlangsung singkat. Selain itu Irish sudah digeser, dan ia membawa charger-nya.
Meliput Rusuh di Mako Brimob (7)
zoom-in-whitePerbesar
Lagi-lagi Tuhan Maha Baik, dengan sedikit usaha, aku mendapat pinjaman charger. Aku bisa mengisi daya baterai hape dan salah satu powerbank.
Kamis, 10 Mei 2018
Pukul 00.20 WIB
Kabar Bripka Iwan bebas pertama kali diterima oleh kumparan. Tanpa babibu lagi, langsung ku cari Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto. Dia berada di dalam ruangan dengan pintu tertutup. Aku tetap koordinasi dengan Raga dan Bang Fitra.
ADVERTISEMENT
Tak sampai lima menit menunggu Setyo keluar, tetapi ia tak mau menjawab pertanyaanku. Ia hanya melemparkan senyuman, sambil merangkul pundakku dan bilang "Ya udah kita masuk dulu, kita konpers. Saya sampaikan update," ujarnya sambil kami melangkah menuju ruang konpers.
Meliput Rusuh di Mako Brimob (8)
zoom-in-whitePerbesar
Ia membenarkan bahwa Iwan berhasil dibebaskan. Iwan ditukar dengan makanan, begitu kira-kira katanya. Kata-kata tim negosiator masih bekerja kembali diucapkan. Namun, menurut kami kata-kata itu menjadi tak berarti setelah Iwan dibebaskan.
Kami semua bertanya-tanya, apalagi yang ditunggu? Dan kami semua tak memiliki jawaban pasti, narasi-narasi kembali bermunculan di antara teh dan kopi hangat kami--awak media--malam itu.
Pukul 02.00 WIB
Notifikasi hape-ku kembali berbunyi untuk kesekian kalianya di hari itu. Kali ini bukan perintah atau pertanyaan tentang kabar, tapi informasi soal perkiraan jumlah senjata dan amunisi yang ada di tangan napiter yang merepotkan itu. Selain melalui pesan ini, memang sudah berkembang isu soal hal itu.
ADVERTISEMENT
Aku terus koordinasi dengan Bang Fitra, sementara Raga bersiaga di depan gereja.
Kesimpulan kami dari narasi-narasi yang ada--senjata yang ada di tangan napiter cukup untuk melawan petugas. Yah, mungkin satu jam untuk baku tembak, atau lebih cepat jika para napiter boros amunisi. Sejak dapat info ini, ku pasang telingaku tajam-tajam. Kantuk tak kunjung datang, sepertinya aku bukan manusia malam itu.
Meliput Rusuh di Mako Brimob (9)
zoom-in-whitePerbesar
"Kordinasi dengan Eben, soal situasi. Ia sedang menjaga RS Polri, menanti Iwan."
Puntung demi puntung, gelas demi gelas, gelak tawa sesekali datang pada kami yang bergeletakan di halaman Polsatwa. Beratapkan langit cerah, lengkap dengan bulan sabitnya. Oh, langit sedang indah, dan Tuhan memang baik pada kami, pagi itu.
Pukul 04.30 WIB
ADVERTISEMENT
Subuh menjelang, penggantiku sudah berada di sebelahku. Lagi-lagi aku bersama Komandan Owi, dia seniorku di kantor, dan dia kenal semua orang yang ada di Polsatwa, warbyasah. Hingga ia datang tak terjadi apa-apa. Ya, meski pada dasarnya kami tak berharap ada apa-apa. Jangan ada lagi korban yang jatuh--dari pihak manapun.
Tak ada update lagi hingga matahari mulai menyapa, semua masih baik-baik saja. Sama, tak ada suara tembakan, tak ada suara ledakan. Sepertinya aku kembali jadi manusia, lagi--kantuk mulai menghampiri. Wajah kusut para awak media di Polsatwa terlihat jelas saat itu, tapi ada sebagian muka baru.
Pukul 06.45 WIB
Merasa sudah aman dan tak akan terjadi apa-apa, aku memutuskan untuk pulang.
Meliput Rusuh di Mako Brimob (10)
zoom-in-whitePerbesar
Mataku sudah tak bisa diajak kompromi, "Ada Komandan Owi, amanlah," batinku.
ADVERTISEMENT
Aku berjalan kaki, keluar dari Polsatwa. Setiap yang keluar masuk, langsung diinterogasi oleh polisi. Tapi tak masalah, mereka sedang menjalankan tugas pun kami. Kemudian aku meneruskan perjalanan ke arah perempatan kampus Gundar. Polisi masih berjaga di depan pom bensin kelapa dua, area Mako tetap steril.
Supri 24 jam terparkir, di minimarket yang tidak 24 jam, hal ini membuatku was-was semalaman. Tapi untunglah, dia aman.
Sesaat sebelum menghidupkan Supri, hape-ku bergetar-getar, terus-menerus. Aku tahu itu notifikasi WA, dan seperti sedang terjadi sesuatu. Kubuka kunci hape dan benar, terjadi suara ledakan dan polisi bersama awak media mulai masuk ke area Mako. Ingin kembali tapi, "Sudah waktunya pulang," Supri seakan berkata seperti itu.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, aku pulang. Perjalanan berakhir, oleh-olehnya pengalaman baru. Bagiku, ini pengalaman luar biasa. Mungkin bukan hanya karena turun ke lapangannya, tapi lebih ke momennya. Menjadi bagian dari orang-orang yang membantu menyebarkan perkembangan terkini soal kerusuhan di Mako Brimob.
Mendapat beberapa kawan baru. Kenal ini, kenal itu, yang penting jangan sotoy. Sip lah!
*Semoga para korban mendapat tempat yang layak di sana, menjemput kemenangan dalam hidup setelah kematian. Amin.*