news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Fenomena Media Sosial: Ketika Korban 'Penipuan' Akhirnya Menjadi 'Penipu'

Muhammad Iqbal PhD Psikolog
Seorang Psikolog Bekerja sebagai seorang konselor pernikahan dan Owner Rumah Konseling, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Periode 2016-2021.Saat Dosen Tetap Psikologi Universitas Paramadina. Ketua STIE Swadaya Jakarta
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2021 8:08 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Iqbal PhD Psikolog tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Muhammad Iqbal, Ph.D
Psikolog Rumah Konseling
@muhammadiqbalpsy
Ilustrasi sosial media. Foto: Shutterstock
Di era digital membuat perilaku manusia berubah, khususnya semenjak berkembangnya media sosial, dunia terasa semakin luas tak terpisah oleh ruang dan waktu, media sosial sudah menjadi kebutuhan masyarakat sehingga perannya cukup besar dalam mengubah tatanan kehidupan perilaku manusia, baik positif dan negatif
ADVERTISEMENT
Media sosial memiliki sisi positif dan negatif, sisi positifnya adalah jaringan pertemanan sangat luas, informasi cepat, ilmu pengetahuan berkembang pesat akibat adanya pertukaran informasi dan terkoneksinya banyak orang, mudah dalam bersosialisasi lintas ruang dan waktu, terhubungnya orang-orang yang sudah lama berpisah
Namun media sosial juga memiliki sisi negatif, media sosial telah mengubah perilaku kehidupan manusia, eksistensi di media sosial mengakibatkan sebagian orang menghalalkan segala cara untuk terlihat "kaya" dan sukses, padahal berbeda jauh dengan kenyataan hidupnya
Beberapa klien yang datang, kalau kita lihat profil mereka di media sosial sungguhlah indah, banyak orang iri padanya, karena ia menampilkan kehidupan yang "sempurna" ibarat selebriti mereka selalu posting sesuatu yang terlihat mewah, makan, jalan-jalan, mal, bandara, wisata, foto keluarga, namun ketika mendengar kisah-kisahnya sungguh jauh dari kenyataan, ada yang hampir bercerai, ada yang korban KDRT, ada yang dikejar utang, ada yang tidak ada biaya buat berobat.
ADVERTISEMENT
Seorang teman saya suatu hari mengirim pesan, menanyakan kabar, lalu saya menanyakan kabarnya balik, ia bercerita kalau dia bekerja di perusahaan asing, saya pun percaya, karena saya lihat foto-foto di medsosnya sungguh keluarga bahagia, tidak berapa lama seorang teman mengirimkan pesan kabar duka bahwa teman tsb telah meninggal dunia, dan ternyata dia sudah menderita sakit yang lama, dia korban PHK, istri dan anaknya meninggalkannya, dan dia meninggal di sebuah kontrakan kecil dan tidak memiliki biaya untuk berobat, lalu saya tanya, bukankah dia hidup bahagia dengan foto-foto di medsosnya? Teman saya yang kebetulan dekatnya dengannya mengatakan bahwa foto yang ia posting di medsos itu adalah foto lama yang di ulang-ulangnya, karena kerinduan dengan anak istri yang sudah 2 tahun meninggalkannya, saya pun berderai air mata, seandainya ketika itu ia mau bercerita mungkin saya bisa membantunya, namun semua sudah terjadi, tak ada yang bisa ditangisi
ADVERTISEMENT
Demikian juga dengan kisah seorang istri yang selalu "insecure" dengan postingan teman-temanya di medsos, ia merasa dirinya tertinggal dari teman-temannya karena temannya telah memiliki segalanya, harta, jabatan dan status sosial, padahal apa yang mereka posting belum tentu benar adanya, setiap orang/keluarga juga memiliki masalah, akhirnya sang istri pun berusaha terlihat mapan dan kaya, dia menampilkan foto-foto yang menunjukkan bahwa dia adalah keluarga sukses, kaya dan mapan, namun untuk terlihat hebat dia berbohong, meminjam sana-sini bahkan berhutang dengan pinjaman online untuk membeli barang keinginannya, ia ingin punya rumah di tempat yang elite agar tidak malu bila ditanya tinggal di mana, akhirnya ia berhutang ke Bank, untuk mengisi rumahnya ia belanja dengan kartu kredit, yang akhirnya ia berurusan dengan "debt collector" dan hidupnya secara batin tersiksa karena ia setiap akhir bulan ia harus membayar utang dan di "teror" penagih utang, akhirnya rumah tangganya bermasalah, sering berantem, tertekan, cemas dan hidupnya tidak bahagia.
ADVERTISEMENT
Inilah yang disebut dengan "korban penipuan di medsos, akhirnya menjadi penipu di medsos" awalnya dia hanyalah korban, namun akhirnya dia pun menjadi pelaku.
Permasalahan "menipu" di media sosial saat ini sering terjadi, seandainya mereka tidak terpengaruh, tidak terprovokasi oleh para "penipu" mungkin mereka tidak pula menjadi "penipu".
Demikian juga kasus-kasus pernikahan yang berkenalan di media sosial, banyak di antara mereka yang mengaku "tertipu" dengan tampilan luar pasangannya, sehingga merusak hubungan rumah tangga.
Di saat pandemi ini cobalah buat hidup itu buat sederhana saja, sesuaikan keinginan dengan pendapatan, bila tidak punya jangan gengsi dan terpengaruh oleh orang lain, banyak bersyukur atas apa yang kita peroleh, kurangi gaya, agar tidak banyak terjadi tekanan, khususnya gaya hidup yang membuat kita tersiksa
ADVERTISEMENT
Selamat bahagia
Muhammad Iqbal ,Ph.D
CEO Rumah Konseling
IG@muhammadiqbalpsy
www.rumahkonseling.online