Double Meeting dan Realita Kegiatan Kampus Daring

Muhammad Khatami
A final year journalism student of Universitas Padjadjaran, aspiring to be a future writer. Always up to discuss about social issues and pop culture. Dont hestitate to hit me up through my Instagram, would love to expand my networking!
Konten dari Pengguna
8 Januari 2022 15:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Khatami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Virtual Meeting (foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Virtual Meeting (foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Semua ini dimulai pada semester genap tahun ajaran 2019-2020 lalu, di mana Covid-19 mulai masuk ke Indonesia dan membuat hampir seluruh kegiatan dibatasi. Keluar rumah hanya ketika penting, tidak bergerombol, dan harus terus menjaga diri dari segala hal yang dapat berpotensi membuat kita terjangkit virus corona. Pembatasan kegiatan pun juga terjadi pada sektor pendidikan, baik dari jenjang taman kanak-kanak (TK) hingga perkuliahan juga dilakukan secara daring.
ADVERTISEMENT
Tak hanya perkuliahan saja yang daring, hampir seluruh kegiatan kampus juga dipindahkan dari yang sebelumnya dilakukan secara luring menjadi daring. Seperti rapat kepanitiaan, seminar, latihan, ataupun berbagai macam perlombaan. Seluruh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) pun langsung mencari alternatif lain yang dapat digunakan agar kegiatan yang telah mereka rencanakan dapat terus berjalan walaupun tanpa adanya tatap muka secara langsung.
Virtualisasi kegiatan-kegiatan kampus ini tentu saja meningkatkan fleksibilitas banyak kegiatan dari yang sebelumnya waktu dan tempat dapat menjadi masalah karena bisa takut kejauhan atau takut berakhir terlalu malam, sekarang semua orang bisa melakukan kegiatan dengan nyaman dari kamar tidur hingga jam berapa pun.
Fleksibilitas yang ditawarkan ini juga menimbulkan budaya kampus yang baru. Sebagai mahasiswa yang berkuliah di masa pandemi kita pasti pernah mendengar bagaimana teman, kakak tingkat, adik tingkat, bahkan dosen yang membicarakan bagaimana mereka sedang berada dalam lebih dari satu pertemuan virtual.
ADVERTISEMENT
“Izin ya kak, aku harus double meeting karena mau kerja kelompok mata kuliah A nih!”
“Aku bisa hadir sih kak, cuma entar aku sambil meeting kegiatan B ya!”
“Aku lagi meeting di double device nih bareng komunitas C, kalian lanjut dulu aja ya. Aku dengerin kok!”
Jika melihat dari suatu sudut pandang, hal ini mungkin dapat menjadi jalan keluar. Kita dapat muncul di lebih dari satu tempat dan hadir di lebih dari satu komunitas dalam waktu yang bersamaan. Namun, hal ini dapat berbeda jika dilihat melalui sudut pandang lainnya. Kehadiran kita bisa jadi hanya sekadar fana belaka karena perhatian yang juga harus terbagi dua. Karena idealnya, sekadar hadir tidaklah cukup untuk benar-benar “ada” di dalam kegiatan yang diikuti.
ADVERTISEMENT
Begitupun jika berbicara dengan seberapa realistis konsep “double meeting” ini, kita tidak dapat berada di dua tempat sekaligus. Hal ini sangat berbeda dengan multitasking, karena hal tersebut akan tetap memperhatikan efektivitas kegiatan yang akan kita lakukan secara bersamaan. Double Meeting sering kali hanya memperhatikan kehadiran tanpa benar-benar mempertimbangkan seberapa efektif dan seberapa kontributif kehadiran kita dalam kegiatan tersebut.
Mulai dari yang yang hanya diam saja ketika dipanggil hingga yang tidak bisa menghidupkan kamera dan mikrofon. Terdapat banyak skenario yang terjadi ketika kita harus membagi fokus terhadap dua virtual meeting, namun yang pasti hal tersebut tidak seharusnya dinormalisasi. Efektivitas dan seberapa kontributif seharusnya menjadi prioritas utama dalam kegiatan yang dilakukan secara daring.
ADVERTISEMENT
Manajemen waktu dan memilah kegiatan yang tidak berpotensi untuk bentrok seharusnya dapat dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari budaya kerja dari organisasi maupun kegiatan yang akan kita ikuti. Karena mengikuti kegiatan yang terlalu banyak namun tidak efektif juga tidak akan menghasilkan hal yang maksimal.
Double meeting mungkin bisa menjadi jalan keluar bagi orang-orang yang memiliki jadwal bentrok. Namun jadwal bentrok tersebut seharusnya tidak ada sejak dari awal. Budaya kerja yang mengutamakan kehadiran hanya akan menormalisasi ketidakefektivitasan partisipan kegiatan yang diikuti.