Privilese Teman Awas Sebagai Dongkrak Akses Pendidikan Teman Netra

Muhammad Khatami
A final year journalism student of Universitas Padjadjaran, aspiring to be a future writer. Always up to discuss about social issues and pop culture. Dont hestitate to hit me up through my Instagram, would love to expand my networking!
Konten dari Pengguna
26 Maret 2022 10:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Khatami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi kegiatan Tutoring Bahasa Inggris Be My Friends (28/10/2021)
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi kegiatan Tutoring Bahasa Inggris Be My Friends (28/10/2021)
ADVERTISEMENT
Hendra
Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk belajar. Bisa dari membaca buku, menelaah gambar, memperhatikan grafik, dan yang lain sebagainya. Dari proses tersebut, kita dapat mendapatkan banyak pengetahuan yang dapat digunakan untuk membantu kita dalam proses pendidikan formal guna mendapatkan ijazah.
ADVERTISEMENT
Bagi beberapa orang, mungkin permasalahan dalam belajar hanya soal malas dan rajin. Namun, belajar dapat menjadi permasalahan yang sangat kompleks bagi beberapa kelompok masyarakat. Seperti pada Hendra contohnya, seorang pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas 11 ini mengaku bahwa Ia sering mengalami kesulitan dalam mengakses materi pembelajarannya.
“Siapakah Hendra ini? Apakah Ia bersekolah di daerah pedalaman? Apakah ia tidak memiliki koneksi internet? Apakah dia memiliki motivasi yang rendah dalam belajar?”
Pasti terdapat banyak pertanyaan yang ingin terlontar ketika mendengar pengakuan Hendra. Masa jaman sekarang, dimana internet sudah ada dimana-mana dan pemerintah sudah mulai membangun sekolah di daerah pedalaman, Hendra masih sulit mengakses materi pembelajaran.
Namun semua asumsi tersebut salah, Hendra bersekolah di kota, di SMA Negeri 8 Surakarta tepatnya. Ia juga dapat memiliki koneksi internet di smartphone miliknya. Sedangkan untuk motivasi belajar, dia terpantau aktif dalam kelas Bahasa Inggris yang ia ikuti setiap hari Selasa dan Kamis malam. Namun apa yang Ia sebutkan soal aksesibilitas yang sulit dalam mengakses materi pembelajaran memanglah benar baginya. Dan juga, bagi teman-teman tunanetra lainnya.
ADVERTISEMENT
“Misalnya waktu ujian, itu biasanya kan melalui google form dan banyak foto. Ada (foto) yang berupa gambar dan ada yang berupa teks. Kalau misalnya gambar, mungkin bisa dimaklumi. Seperti pada soal situs bersejarah yang menggunakan gambar. Namun ada juga foto yang hanya berisi teks,” jelasnya.
Ia juga kemudian menjelaskan bagaimana hal tersebut tidak langsung bisa terbaca dan bagaimana Hendra mengakali hal tersebut. Yaitu dengan menangkap layar, dan kemudian memindai tangkapan layar tersebut di perangkat lunak pembaca miliknya.
“Saya ga tau ya kenapa harus begitu (meletakkan teks dalam format foto). Karena kalau begitu kita tidak bisa mengaksesnya secara mudah,” bingungnya.
Hendra pun kembali menambahkan skenario-skenario yang dapat terjadi ketika ia sedang mengerjakan tugas dengan tabel, rumus matematika, dan halangan lainnya yang membuatnya sulit untuk belajar.
ADVERTISEMENT
Be My Friends
Anak-anak seperti Hendra inilah yang menjadi awal terbentuknya Be My Friends, sebuah inisiasi yang dibentuk untuk membantu teman-teman tunanetra dalam mengakses pendidikan. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan pada akhir 2019 lalu, angka partisipasi tunanetra usia sekolah di bidang pendidikan hanya sebesar 20 persen saja. Hal ini terjadi karena masih minimnya sekolah-sekolah yang memiliki fasilitas yang mumpuni bagi teman-teman tunanetra.
“Universitas maupun sekolah yang walaupun berlabel inklusif masih ada yang materi pembelajaran menggunakan teknologi yang masih ga bisa diakses sama teman tunanetra. Contohnya adalah pdf-pdf yang masih menggunakan gambar atau chart yang ga bisa dibaca pakai screen reader mereka, jadinya mereka minta bantuan orang lain” jelas Arnel Willim, selaku co-founder Be My Friends.
ADVERTISEMENT
Penjelasan tersebut sangat selaras dengan apa yang diceritakan oleh Hendra, dan yang pasti banyak teman-teman tunanetra lainnya.
“Awalnya itu dari temanku yang kenal sama salah satu mahasiswa Sastra Inggris yang tunanetra, karena terdapat beberapa gambar yang tidak bisa dibaca jadinya dia bantuin,” cerita Arnel.
“Tapi kemudian kan semakin lama semakin banyak, ya. Jadinya dia mulai ngajakin nih, teman-teman lainnya karena dia ga bisa ngebantuin sendiri kalau terlalu banyak,” tambah Arnel menjelaskan detail awal bagaimana Be My Friends terbentuk.
Hingga saat ini, Be My Friends memiliki empat program yang dilakukan untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan untuk teman-teman netra. Mereka adalah: pembuatan audiobook, plotting reader, mentoring preparasi karir dan pendidikan, dan juga kelas Bahasa Inggris.
ADVERTISEMENT
Pembuatan audiobook adalah program dimana teman-teman awas (orang tanpa disabilitas penglihatan) merekam suara mereka ketika sedang membaca buku untuk kemudian dapat diputar kembali oleh teman-teman netra. Sehingga, membaca buku tidak hanya sebatas melalui tulisan maupun huruf braille yang masih sulit untuk didapatkan aksesnya.
Preparasi karir dan pendidikan adalah program yang digunakan untuk sharing maupun mentoring yang dilakukan baik oleh teman awas maupun teman netra untuk membantu teman-teman netra lainnya mempersiapkan rencana karir dan pendidikan mereka.
Kelas Bahasa Inggris merupakan program dimana adanya volunteer baik dari teman netra maupun dari teman awas yang memberikan pendidikan Bahasa Inggris dasar kepada teman tunanetra. Hal ini didasari karena banyaknya teman netra yang masih kesulitan dalam berbahasa inggris karena akses pendidikan yang terbatas dalam mempelajari bahasa asing.
ADVERTISEMENT
Sedangkan program plotting reader adalah program dimana teman netra dapat menemukan reader yang akan membantu mereka membacakan dan membantu mereka dalam mengakses materi pembelajaran yang berada di luar kemampuan screen reader. Biasanya, teman netra membutuhkan bantuan dalam membacakan gambar dan mengedit tugas mereka untuk keperluan sekolah dan kuliah.
Dengan kata lain, Be My Friends merupakan inisiasi yang menyalurkan privilese teman awas untuk membantu teman netra dalam mengakses pendidikan yang lebih inklusif.
“Masih banyak orang di luar sana yang masih belum memahaminya (keterbatasan),” terangnya.
Melihat dari akun sosial media Instagram inisiasi ini, mereka tidak hanya mempromosikan program-program terhadap teman netra dan teman awas, namun mereka juga memberikan edukasi yang menyoroti stigma-stigma dan bagaimana cara menghormati orang-orang dengan disabilitas netra.
ADVERTISEMENT
Dengan Pil Toleran contohnya, Be My Friends menjelaskan bagaimana resep menjadi toleran terhadap penyandang disabilitas melalui Instagram mereka. Yaitu dengan memahami perbedaan, menjadi pendengar yang baik, menghargai lingkungan sekitar, berpikir sebelum berbicara dan bertindak, dan juga dengan cara memperluas wawasan mengenai disabilitas.
Kak Sigit
Walaupun belum pernah mempunya reader tetap yang membantunya dalam mengerjakan tugas-tugasnya semasa kuliah, Sigit Yuliadi yang sekarang sudah memiliki gelar sarjana pendidikan merasa bahwa bantuan teman-teman di sekitarnya sangat berpengaruh terhadap perkuliahannya.
Menurutnya, teman-teman kampusnya sangat membantu dalam proses perkuliahannya sebagai tunanetra. Ia memiliki cerita yang sama dengan Hendra, terdapat beberapa materi pembelajaran yang sulit ia akses akibat banyaknya simbol dan gambar, terlebih saat ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS). Di sinilah privilese yang dimiliki oleh teman awas dapat digunakan untuk meningkatkan akses pendidikan terhadap teman netra.
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan gelar sarjana pendidikannya yang Ia dapat dari STKIP Siliwangi Cimahi (sekarang IKIP Siliwangi Cimahi), Sigit juga menjadi volunteer mengajar Bahasa Inggris bersama teman-teman awas kepada teman-teman netra melalui program Be My Friends. Ia berharap program ini pun bisa terus berjalan hingga tingkat lanjutan.
Ia berharap, teman-teman netra dapat belajar Bahasa Inggris dengan baik dengan program yang dikelola oleh Be My Friends ini.
“Lebih semangat lagi!” harap Sigit.