news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Alternatif Nama Produk, Agar Tak Kena Fatwa 'Haram' MUI

Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Nanda Fauzan adalah penulis esai dan cerita pendek. Buku pertamanya, Persembunyian Terakhir Ilyas Hussein (Buku Mojok, 2022). Terpilih sebagai Emerging Writers di Ubud Writers and Readers Festival 2022.
Konten dari Pengguna
10 Oktober 2019 15:15 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Nanda Fauzan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Fatwa MUI. Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fatwa MUI. Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
ADVERTISEMENT
Saat gelaran Piala Dunia lalu, pada ajang pembuka Grup D lebih tepatnya, saya merasa menjadi orang paling bahagia. Pertama-tama, karena Messi harus melanjutkan kutukannya, bahwa di Timnas Argentina ia serupa debu kipas angin, alias tak berdaya. Lha masa tanding lawan Islandia saja imbang. Kedua, karena saya mendapat pengetahuan baru tentang Nama.
ADVERTISEMENT
Son maning son maning, Son.” Ucap kawan saya, dengan bunyi seolah meniru Tuyul Gentong dalam sinetron Tuyul dan Mbakyul. Ia, membuat saya sadar bahwa seluruh Skuad Islandia memiliki nama belakang “Son”. Pencetak golnya Alfred Finnbogason, kiper yang menghalau eksekusi Messi di kotak penalti Hannes Halldorsson, yang berjuang di lini pertahanan Kari Arnason, dan masih banyak Son lainnya, saya malas absen wqwq.
Adalah Mannanafnanefnd alias Komite Nama Pribadi, yang dengan senang hati menjadi hakim penentu atas nama orang sono.
Mereka memiliki aturan, misalnya Son untuk nama belakang anak laki-laki, dan Dóttir untuk perempuan. Atau, nama para anak harus sesuai dengan ejaan Islandia. Contoh, jika kamu seorang pemuja Jokowi garis keras saya tidak akan menyarankan Anakmu diberi nama Cebong. Orang Islandia tidak mengenal C dalam susunan alfabet mereka, maka Cebong akan diubah jadi Kebóng. Jika kamu Sobat Prabowo, maka relatif aman.
ADVERTISEMENT
Oke, fokus.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika kebijakan itu diterapkan di Indonesia. Lebih tepatnya enggak mau, sih. Negara ikut campur soal urusan ranjang aja kita KZL bukan main, apalagi ikut campur soal Nama, kan? Monmaap nih, Pak, masa mau selametan bubur merah harus undang jajaran Disdukcapil.
Dalam KUHPer, Buku Kesatu Bab II Bagian ke-2 tentang Nama-nama. Terutama pasal 5a, Cuma diatur soal hak penggunaan nama keturunan. Selain itu, tidak ada ketentuan yang njlimet dan bikin pusing.
Sampai kemudian, tiba waktunya MUI Sumatera Barat bikin Fatwa yang membuat saya terheran-heran. Bukan Nama Manusia, tapi nama produk. Yang menjadi fokus mereka adalah penggunaan nama makanan yang kelewat heboh, belakangan memang lagi viral. Mulai dari lema “Iblis”, “Setan”, “Neraka” yang dicap HARAM, karena bertautan langsung dengan Aqidah. Sampai cap MAKRUH untuk produk dengan jargon yang bertentangan dengan moral—tentu saja moral mereka. Misalnya, “Ayam Geprek Dada Bahenol
ADVERTISEMENT
Saya enggan menjelaskan apakah penggunaan nama tersebut masuk pada kategori Manhiy 'Anhu, atau tidak. Tapi serius, Fatwa ini keren betul. Bisa kita ilustrasikan bagaimana produk pemikiran yang betul-betul canggih ini lahir.
Mungkin, saat melihat anaknya order “Ceker Iblis” melalui aplikasi ojek, salah satu dari anggota MUI itu merasa keimanannya goyah, lalu memberi nasihat kepada anaknya “Astagfirullah, kamu mau jadi penyembah setan, heh?” sumpah, Saya tidak berani membayangkan lebih jauh, terutama adegan saat sang anak order “Ayam Geprek Dada Bahenol”. Entah bagian mana lagi yang goyah.
Oke, maaf.
Tapi santuy, pun seandainya fatwa ini diterapkan oleh MUI pusat, Kita bisa menambahkan jargon-jargon yang tak kalah unik sekaligus tidak bertentangan dengan Fatwa MUI. Nama Politisi, misalnya. Perlu diingat, meski tidak mengikat seperti cintaku padamu Fatwa MUI punya kesempatan besar menjadi sembilu jika kita menentangnya.
ADVERTISEMENT
Batagor Wiranto, Ayam Geprek Wiranto. Sebab yang fana adalah makanan basi, Wiranto abadi.
Pada saat Soeharto memimpin, Wiranto didapuk sebagai ajudan, lalu dipilih sebagai ketua ABRI. Di era Pak Habibie, beliau masih menjadi ketua ABRI—masa transisi, dengan sederet dugaan kejahatan HAM. Saat Gus Dur memimpin, Wiranto menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Setelah itu, pada tahun 2004 ia maju di gelanggang Pilpres, walaupun kalah. 2006, mendeklarasikan partai Hati Nurani Rakyat. 2009, kembali maju sebagai Cawapres, kalah lagi. 2014, nyamar jadi tukang becak, kenek bus, tukang asongan di acara Reality Show. Hari berganti. Sekarang? Ndilalallah jadi Menkopolhulam.
Dalam kancah perpolitikan Indonesia, Wiranto mampu tahan lama tanpa boraks dan bahan pengawet. Nama ini bisa diusulkan.
ADVERTISEMENT
Makaroni Ahok, Cilok Ahok, Bakso Ahok. Siapa bisa menandingi kemahiran Ahok dalam melancarkan kritik pedas. Masih ingat saat dia menjabat sebagai Gubernur DKI, kan?
Dua kemungkinan yang akan datang jika produk makananmu diberi nama Ahok. Pertama, laris karena tingkat kepedasannya membuat pelanggan ingin mencak-mencak. Kedua, kamu akan dirundung kesedihan berhari-hari. Bersiaplah untuk demo berjilid-jilid yang datang, Bung.
Mie lidi Setnov, Keripik Kentang Setnov, Kerupuk rica-rica Setnov. Jika kamu hendak membuat penganan dengan kemasan, dan 90% kemasan tersebut berisi angin alih-alih produkmu—tentu saja agar terlihat berisi banyak. Maka, menggunakan nama Setya Novanto adalah pilihan bijak.
Jika ada konsumen yang ngambek karena merasa ditipu, kamu tinggal jawab “Lha namanya juga Setya Novanto. Korupsi angin gapapa kali” wqwq
ADVERTISEMENT
Yang terakhir ini, kamu bisa memadukan visi dan misi kampanye para politisi. Lha wong manis kabeh.
Ada yang mau menambahkan?