Konten dari Pengguna

Alasan Kenapa Harus Menjunjung Tinggi Bahasa Indonesia

Muhammad Ridwan Tri Wibowo
Mahasiswa PBSI UNJ 2022
18 September 2023 6:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ridwan Tri Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bendera Indonesia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bendera Indonesia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selain berperan sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia juga menjadi bahasa yang memberikan semangat dalam mencapai tujuan menjadi sebuah negara yang merdeka.
ADVERTISEMENT
Lahirnya bahasa Indonesia dimulai dengan gerakan Budi Utomo pada tahun 1908, yang kemudian berlanjut dengan Kongres Pemuda Indonesia pada tahun 1926 dan 1928. Perjalanan ini akhirnya mencapai puncaknya dengan pernyataan suci dalam Sumpah Pemuda, yang salah satunya menegaskan pentingnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Sumpah Pemuda bisa dianggap sebagai langkah awal dalam mengangkat martabat bahasa Indonesia.
Menariknya, bahasa Indonesia tidak biasa, di mana tidak mengalami fase proto-lingual yang biasanya ditemui dalam proses pembentukan bahasa. Biasanya, transformasi dari bentuk proto-lingual menjadi bahasa baku memerlukan waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan generasi, dengan syarat bahwa bahasa tersebut terus digunakan oleh para penuturnya dan menyebar secara luas.
Namun, bahasa Indonesia tampaknya langsung menjadi bahasa yang siap untuk berkembang dengan berbagai bentuk, status, dan fungsi, tanpa mengalami proses yang panjang seperti biasanya.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Bahasa Indonesia resmi diakui sebagai bahasa negara dengan disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum negara Republik Indonesia. Pasal 36 dalam Bab XV Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas menyatakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Tidak hanya itu, pada tahun 1954, dalam Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan, dinyatakan bahwa Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu yang telah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, tetapi juga di hampir seluruh Asia Tenggara.
Berikut alasan kenapa kita harus menjunjung tinggi bahasa Indonesia, yaitu:

Sebagai Bentuk Perlawanan terhadap Penjajah

Menurut buku Bung Karno Peyambung Lidah Rakyat yang ditulis Cindy Adams, pada umur 16 tahun Sukarno meminta izin untuk berbicara di studi klub (Studieclub) Hoogere Burgerscholl (HBS) Surabaya.
ADVERTISEMENT
Dalam diskusi tersebut Sukarno memakai bahasa Melayu, namun ketua Studieclub mengatakan, “Adalah menjadi suatu keharusan bagi generasi kita untuk menguasai betul bahasa Belanda.” Lalu semua orang menyetujuinya.
Namun, Sukarno tidak menyetujuinya karena menginginkan diskusi di Studieclub menggunakan bahasa Melayu, bukan bahasa Belanda. Ia mengatakan:
“Saya berpendapat, bahwa yang pertama-tama harus kita kuasai adalah bahasa kita sendiri. Marilah kita bersatu sekarang untuk mengembangkan bahasa Melayu. Kemudian baru menguasai bahasa asing. Dan sebaiknya kita mengambil bahasa Inggris, oleh karena bahasa itu sekarang menjadi bahasa diplomatik.”
Karena itu, Direktur HBS Surabaya, Tuan Bot, memandang Sukarno dengan tajam. Dan inilah momen pertama kali Sukarno berpidato.

Sebagai Media Penghapusan Kelas

Dalam buku Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis karya Eka Kurniawan, Pramoedya mengatakan bahwa bahasa Jawa sangat identik dengan kelas-kelas dalam masyarakat (atau kasta-kasta dalam tradisi Hindu.
ADVERTISEMENT
Sedangkan bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Pasar sebagai lingua franca kala itu. Bahasa Melayu Pasar dikenal sebagai bahasa tanpa kelas, bahkan tanpa membedakan gender.
Mengutip tulisan Pramoedya di novel Anak Semua Bangsa:
“Kalau begitu memang tepat kau harus memilih bahasa Melayu, Mink, bahasa itu tidak mengandung watak penindasan, tetap dengan kehendak Revolusi Prancis."
Juga kutipan di novel Jejak Langkah:
“Bahasa Jawa tidak praktis. Tingkat-tingkat di dalamnya adalah bahasa untuk menyatakan kedudukan diri. Melayu lebih sederhana. Organisasi tidak membutuhkan pernyataan kedudukan diri. Semua anggota sama tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.”