Saatnya Pangan Lokal Naik Kelas

Munawar Khalil N
ASN Badan Pangan Nasional
Konten dari Pengguna
11 Agustus 2021 7:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Munawar Khalil N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi pedagang sayur di pasar Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi pedagang sayur di pasar Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada satu hal menarik di MasterChef Season 8 yang saat ini masih berlangsung. Dalam satu sesi, acara kompetisi masak yang ditayangkan salah satu stasiun TV swasta ini menampilkan tantangan kepada para kontestan, yaitu memasak bahan pangan tertentu. Tantangan pertama mengolah berbagai jenis beras. Ada beras cokelat, beras jagung, beras singkong, beras merah, beras ketan putih, beras sorghum putih.
Berbagai olahan pangan lokal menjadi pilihan menarik bagi masyarakat untuk mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif (Foto: Humas BKP Kementan)
Beras pada umumnya dikenal berasal dari padi. Namun ternyata MasterChef memberikan banyak alternatif jenis beras yang berasal dari berbagai komoditas pangan lainnya seperti jagung, singkong, dan sorghum. Beberapa kontestan mengakui bahwa dari 6 jenis beras tersebut ternyata yang familiar hanya beras merah dan beras ketan. Itupun mereka tidak memiliki pengalaman yang banyak dalam memasak beras jenis tersebut. Masyarakat Indonesia umumnya hanya mengenal beras putih yang memang sehari-hari banyak dikonsumsi.
ADVERTISEMENT
Tantangan kedua yaitu memasak bahan dari umbi-umbian seperti talas, gembili, uwi, singkong, dan garut. Para kontestan nampak kaget mendapat tantangan tersebut. Mereka hanya mengenal singkong. Komoditas lainnya seperti gembili, uwi, dan garut rupanya belum familiar. Bahkan ada peserta yang sama sekali baru mengetahui bahwa ada pangan bernama garut, uwi, dan gembili.
Ketidaktahuan sebagian peserta MasterChef ini setidaknya menjadi gambaran bahwa sebagian penduduk Indonesia masih banyak yang belum familiar dengan pangan lokal. Pangan lokal menurut UU Pangan adalah adalah pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai potensi dan kearifan lokal. Garut mungkin lebih dikenal sebagai salah satu kabupaten di Jawa Barat tinimbang sebagai tanaman atau pangan lokal sumber karbohidrat. Kita mungkin menempatkan Garut dan teman-temannya itu sebagai pangan tradisional yang dianggap lebih rendah dari pangan lainnya seperti beras. “Belum makan kalau belum makan nasi” adalah ungkapan yang menunjukkan superioritas beras (putih) sebagai pangan utama bagi masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT

Diversifikasi Pangan

Diversifikasi pangan merupakan upaya untuk menganekaragamkan pangan agar tidak bergantung pada satu komoditas pangan saja. Meskipun produksi beras meningkat, namun kebutuhan pangan juga terus meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk. Ketergantungan terhadap komoditas beras sebagai pangan pokok tidak saja mengakibatkan ketidakseimbangan konsumsi pangan, tetapi juga berdampak pada aspek lainnya. Polemik impor beras menjadi indikasi bagaimana komoditas ini bukan lagi sekadar komoditas pangan tapi memengaruhi stabilitas sosial dan ekonomi.
Oleh karena itu, menganekaragamkan pangan sangat penting untuk mencapai keseimbangan pangan yang baik. Ketimpangan pola konsumsi ini berdampak pada kesehatan, yang pada akhirnya memengaruhi individu untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif.
Selain mendorong konsumsi buah dan sayur, Kementerian Pertanian juga berfokus pada upaya diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat. Hal ini didasarkan pada dua hal. Pertama, masih relatif tingginya konsumsi beras penduduk Indonesia yang berada di angka 94,9 kg per kapita per tahun. Perkembangan pola konsumsi periode 2014 – 2019 menunjukkan bahwa asupan sumber karbohidrat masih didominasi oleh kelompok padi-padian terutama beras dan terigu, sedangkan kontribusi dari umbi-umbian masih rendah.
ADVERTISEMENT
Kedua, dunia sedang menghadapi pandemi yang hingga hari ini belum selesai. FAO telah memberi warning kemungkinan terjadinya krisis pangan akibat pandemi. Karena itu melalui diversifikasi pangan, kita bisa mendorong masyarakat untuk hidup dari pangan yang dihasilkan dari pekarangan rumah, dan membiasakan mengganti bahan pangan beras dengan pangan lainnya yang sebetulnya ada di sekitar kita tapi mungkin masih luput dari perhatian.
Gerakan diversifikasi pangan yang digencarkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sejak tahun 2020 lalu menyasar dua aspek yaitu produksi dan aksesibilitas. Kementan mendorong peningkatan produksi pangan lokal yang berfokus pada 6 komoditas pangan sumber karbohidrat, yaitu pisang, singkong, kentang, talas, sagu, dan jagung. Apabila produksi dari enam komoditas tersebut terus meningkat, diharapkan preferensi masyarakat terhadap pangan tersebut lebih terbuka. Sehingga masyarakat memiliki beragam pilihan, tidak hanya bergantung pada beras sebagai pangan pokok.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata mendorong peningkatan produksi saja tidak cukup. Sebab untuk mengangkat pangan lokal tersebut, aksesibilitasnya juga harus diperkuat. Pangan lokal harus mampu bersaing baik dari aspek penampilan, cita, rasa, dan juga harga. Kalau bahan pangannya ada tapi sulit diakses, harganya mahal, atau tampilannya kurang menarik, tentu saja tidak akan menjadi pilihan utama. Karena itu UMKM pangan lokal juga terus didorong agar menjangkau pasar yang lebih luas dengan melakukan fasilitasi dan pendampingan sehingga mampu merambah pemasaran online. Selain itu, juga mendorong UMKM pangan lokal untuk masuk ke pasar-pasar modern dan mal.
UMKM pangan lokal memproduksi berbagai olahan pangan lokal dengan kemasan menarik dan modern. Ini bisa mengeliminasi kesan terbelakang sehingga masyarakat dari berbagai lapisan dapat beralih untuk mengkonsumsi pangan lokal bukan hanya sebagai alternatif, tetapi menjadi pangan yang memang dikonsumsi sehari-hari dan menjadi gaya hidup kekinian.
ADVERTISEMENT
--
Dulu, dangdut koplo dianggap tradisional, kampungan, dan hanya untuk masyarakat marjinal atau komunitas tertentu. Tetapi seiring populernya penyanyi macam Via Vallen yang membawa koplo menjadi lebih segar dan kekinian, sekarang seluruh lapisan masyarakat sangat familiar dengan jenis musik ini.
Saya berharap hal yang sama. Dengan “mejengnya” beberapa komoditas pangan lokal di MasterChef, pangan lokal akan lebih luas dikenal dan akan semakin banyak masyarakat yang sadar untuk mengkonsumsi beragam pangan yang ada di tanah air kita.