news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Apakah Prabu Tawang Alun Macan Putih Beragama Islam?

BANYUWANGI CONNECT
membacalah walau sebentar
Konten dari Pengguna
13 Desember 2018 14:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BANYUWANGI CONNECT tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suatu hal yang menarik perhatian kita, cerita yang ada di dalam babad Tawang Alun, agama apakah yang dianut para pemimpin dari macan putih ini? Sebelumnya, harus dikemukakan di sini bahwa kita harus menjaga diri untuk tidak menarik garis pemisah yang ketat antara Islam dan non-Islam.
ADVERTISEMENT
Sudah diketahui di daerah Bali yang sekarang, tidak sedikit orang yang telah bermukim di Bali, tidak saja di bagian pantai utara, tetapi juga di bagian selatan yang menyebut diri mereka muslim, juga tidak sedikit orang-orang keturunan Bali sendiri.
Jadi, di sini yang tidak dimaksud adalah sejumlah besar orang-orang Jawa yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Belanda yang ditempatkan di Bali oleh Pemerintah Belanda. Orang-orang ini biasanya hanya tinggal untuk beberapa waktu lamanya dan mereka jarang menetap.
Di dalam hubungan antara Banyuwangi dengan Bali yang sekarang, orang-orang Jawa yang beragama Islam dan yang menetap di Bali, juga memainkan peran tertentu. Beberapa orang di antara mereka telah begitu berubah, hingga mereka sulit untuk berbicara dalam bahasa Jawa lagi. Namun, dari luarnya, mereka masih tetap berpegang teguh pada kebiasaan orang Islam Jawa.
ADVERTISEMENT
Beberapa di antara mereka sudah mencapai kemakmuran, mengirim anak-anak mereka ke Banyuwangi untuk mengikuti pendidikan. Anggapan bahwa Bali merupakan suatu daerah yang belum pernah tersentuh orang dan masih sepenuhnya Hindu adalah penyataan yang mengandung banyak kesalahan.
Juga dari pekerjaannya Dr. Van der Tuuk, terlihat cukup jelas bahwa di Bali bagian utara, di mana dia bertempat tinggal, terdapat cukup banyak orang yang memeluk agama Islam. Di daerah tersebut dia telah berhasil mengumpulkan sejumlah teks sebagai koleksi dengan corak bernada Islam yang tertulis dalam bahasa khusus Jawa Timur.
Mengenai suatu keanehan dari bentuk peralihan antara kekhafiran dan Islam, dapat anda temukan di dalam bentuk kamus KAWI-BALI yang disusun Van der Tuuk. Di dalamnya, anda dapat menemukan satu catatan di bawah kata Selam.
ADVERTISEMENT
Di situ dapat anda baca a.l “Ada orang-orang Bali yang tidak beragama Islam, yang memelihara satu dewa selam dan yang tidak makan daging babi, tetapi yang berlawanan dengan kebiasaan orang-orang Bali, makan daging sapi. Orang-orang Bali yang beragama Islam mengutamakan penulisan dalam Bahasa Arab dan menulis Bahasa Jawa."
Sajak atau tembang-tembang yang dibaca oleh orang-orang Bali ada di dalam Bahasa Jawa modern. Artinya, menurut ucapan Dr Van der Tuuk, dalam Bahasa Jawa yang lebih muda, alih-alih dalam Bahasa Jawa kuno, tetapi yang sangat kuat logat ke daerahannya, yaitu dari daerah yang berada di bagian tenggara di Jawa Timur.
Pada umumnya, dapat diterima kemungkinan bahwa di daerah Blambangan yang lama, orang-orang Islam dan orang-orang non-Islam berdampingan tanpa batas yang tegas dan jelas. Itu terjadi begitu yang dapat anda bayangkan keadaannya karena dari luarnya beberapa kelompok atau keluarga mengikuti kebiasan orang-orang Islam, seperti tidak makan daging babi yang diceritakan oleh Dr. Van der tuuk.
ADVERTISEMENT
Terhadap pesta-pesta kebaktian yang bersifat umum, selamatan desa dan pemujaan-pemujaan di beberapa tempat yang dianggap suci, dengan sendirinya semua kelompok yang ada dalam masyarakat akan ikut mengambil bagian secara merata, sebagaimana rakyatnya yang sekarang berada di wilayah Jawa yang beragama Islam masih melakukannya.
Yang menarik perhatian juga adalah bahwa babad Tawang Alun sama sekali tidak menyebut atau menerangkan tentang masa peralihan agama.
Walaupun pada awalnya agama Islam merupakan masalah yang bersifat pribadi atau semata-mata kepentingan satu keluarga serta tidak mencakup seluruh kehidupan masyarakat, tetapi penting juga untuk diketahui bahwa kelompok yang berkuasa mengelompokkan diri mereka dengan masyarakat yang beragama Islam. Maka dengan begitu Islam mencapai kemenanganya.
Dari cerita cerita yang saya dapatkan dari orang-orang Belanda yang hidup pada masa Tawang Alun telah menjadi pasti, bahwa tubuh-tubuhnya Tawang Alun dan Pangeran Danurejo, setelah meninggal secara terpisah dibakar pada tahun 1691 dan 1736. Pada kejadian itu juga terjadi pembakaran para janda. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa raja-raja dari keturunan Tawang Alun itu masih belum beragama Islam.
ADVERTISEMENT
------
Sumber: Buku Koleksi Perpustakaan BTD - Anteekeningen Betreffende den Javaanschen Oosthoek oleh Dr. TH pigeaud tahun 1932 @kangwers2018