RAKYAT BANYUWANGI DIBAWAH PENINDASAN JEPANG

BANYUWANGI CONNECT
membacalah walau sebentar
Konten dari Pengguna
25 Januari 2019 18:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BANYUWANGI CONNECT tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
RAKYAT BANYUWANGI DIBAWAH PENINDASAN JEPANG
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Iklan Propaganda Jepang di Indonesia
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1939 berkobarlah Perang Dunia II. Dalamperang dahsyat itu, kerajaan Belanda bergabung dengan pihak Sekutu (Inggris, Perancis, dan Rusia) yang dipelopori oleh Amerika Serikat melawan Jerman dan Italia (pada mulanya). Dalam hal ini menyebabkan Pemerintah Kerajaan Belanda amat berkurang perhatiannya terhadap kaum pergerakan di Hindia Belanda (baca : bangsa Indonesia). Lebih-lebih setelah Jepang mengumumkan perang terhadap pihak Sekutu dan berkobarlah Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya, kedudukan kolonialis Belanda di Indonesia makin sulit. Hal itu mengakibatkan para penguasa Pemerintah Hindia Belanda bersikap lunak dan mulai memperhatikan tuntutan-tuntutan dari rakyat jajahan.
Sikap manis Pemerintah Hindia Belanda tersebut sudah terlambat, karena kebencian bangsa Indonesia sudah memuncak akibat kekejaman, penindasan dan penghisapan habis-habisan terhadap kekayaan bumi Indonesia, sehingga menimbulkan kemiskinan merata dan bahaya kelaparan melanda rakyat kecil dimana-mana. Pada waktu itu pasukan Jepang dengan siasat "GURITA" nya dalam tempo 100 hari, ternyata telah berhasil mematahkan pertahanan Inggris di Malaya (sekarang : Malaysia) dan Birma (sekarang : Miyanmar). Demikian pula pertahanan Amerika Serikat di Philipina menjadi hancur berantakan oleh serangan para serdadu dari Negeri Matahari Terbit.Sedang pertahanan Belanda di Indonesia tidak berdaya dan hanya dapat bertahan selama tujuh hari saja dalam menghadapi serangan bala tentara Jepang, setelah para serdadu Belanda lari tunggang langgang untuk menghindari musuh.
ADVERTISEMENT
Pasukan Dai Nippon dianggap sebagai pahlawan pembebas bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan Barat (Belanda). Dalam hal ini dapat dimengerti, karena sebelum pasukannya mendarat di tanah air, terlebih dahulu Radio Pemerintah Tenno di Jepang telah mempropagandakan, bahkan telah menjanjikan bahwa negara dan bangsa Indonesia akan diberi kemerdekaan. Itulah sebabnya kedatangan bala tentara Dai Nippon di tanah air, disambut oleh rakyat Indonesia dengan gegap gempita dimana-mana. Sebagian Pemimpin Indonesia tertarik terhadap propaganda Jepang itu, namun sebagian yang lain tetap meragukan, karena Jepang juga terkenal sebagai bangsa penganut facisme yang cukup fanatik pada waktu itu. Disamping itu juga masih ada sebagian Pemimpin Indonesia yang beranggapan bahwa kehadiran Jepang di tanah air cukup baik sebagai wahana untuk membangkitkan keberanian rakyat, terutama bagi para pemuda Indonesia. Dalam hal ini para Pemimpin dengan pertimbangan bahwa sikap dan tindakan bala tentara Jepang yang kejam, beringas sekali dan buas memungkinkan sekali untuk menimbulkan rasa dendam kesumat yang sewaktu-waktu meledak dan para pemuda Indonesia pasti akan membalas tindakan sewenang-wenang kaum penjajah itu.
ADVERTISEMENT
Sementara itu kedatangan bala tentara Jepang di kota Banyuwangi, sebagaimana di kota-kota dan berbagai daerah lain juga disambut dengan hangat oleh masyarakat di daerah ini. Jepang tetap melakukan propaganda yang manis, bahkan telah menjanjikan bahwa dalam waktu yang singkat akan segera mendatangkan kapal yang mengangkut barang-barang kebutuhan hidup, seperti :beras, jagung, gula, kopi, sabun, minyak tanah dan lain-lain yang akan dibagi-bagikan kepada rakyat demi kesejahteraan mereka. Saudara Tua (Jepang) akan segera membantu rakyat, khususnya masyarakat Banyuwangi yang sudah cukup lama menderita lahir batin akibat penindasan dan penghisapan kolonialis Belanda. Pada akhir tahun 1942, sebuah kapal besar berbendera Hinomaru (bendera Jepang) datang dan berlabuh di pelabuhan Bayuwangi (pelabuhan lama). Kedatangan kapal itu disambut dengan sukaria oleh masyarakat Banyuwangi, karena mereka menduga bahwa Jepang telah menepati janjinya untuk segera memenuhi kebutuhan hidup demi kesejahteraan rakyat di daerah ini. Dalam kenyataan, apa yang terjadi!
ADVERTISEMENT
Kapal besar itu tidak menurunkan (membongkar) barang barang kebutuhan hidup yang selama itu selalu didambakan oleh rakyat kecil, akan tetapi yang turun dari kapal itu adalah sejumlah pasukan Dai Nippon bersenjata lengkap yang dapat dipastikan untuk memperkuat kedudukan Penguasa Militer Jepang di daerah Kabupaten Banyuwangi. Rakyat Blambangan mulai kecewa, setelah menyaksikan kenyataan itu. Lebih-lebih setelah Penguasa Militer Jepang dengan para anggota Kenpeitainya (Polisi Rahasia) bersikap garang dan tidak segan-segan menangkap serta menyiksa secara keji terhadap siapa saja yang dianggap menentang kebijaksanaan aparat Pemerintahnya. Masyarakat Banyuwangi dalam kehidupan sehari-hari mulai diliputi rasa cemas dan ketakutan akibat tindakan sewenang-wenang para anggota Kenpeitai yang temyata melebihi tindakan penguasa kolonial terdahulu (kolonialis Belanda).
ADVERTISEMENT
Menurut sumber resmi dari kalangan militer Jepang bahwa dalam konsep Perang Asia Timur Raya, beberapa Panglima Perang Jepang bersepakat untuk menjadikan Blambangan sebagai penangkal serangan balasan musuh dari arah timur.Hal itu terbukti dengan dipersiapkannya jinchi-jinchi (kubu pertahanan) yang dibuat disepanjang pantai Banyuwangi. Jinchi-jinchi itu diperlengkapi dengan tempat tidur yang sekaligus dapat dijadikan medan perang untuk menyergap musuh. Di samping itu instalasiinstalasi perbekalan juga dibangun di daerah pegunungan dengan jalur segitiga antara Jember-Banyuwangi-Bodowoso yang berpusat di gunung Argopuro.Untuk pembuatan jinchi-jinchi dan berbagai instalasi perbekalan itu sangat dibutuhkan tenaga kerja yang pada waktu itu terkenal dengan sebutan "Romusha" (kerja paksa). Dalam praktek, romusha itu lebih berat dan lebih sengsara dari pada kerja rodi yang diprakarsai oleh GG.Hermans Daendels dalam pembuatan jalan raya Anyer Penarukan (Jawa Barat-Jawa Timur) sebagaimana tersebut di atas.
ADVERTISEMENT
Sebagian penduduk laki-laki dari berbagai daerah banyak yang dijadikan romusha dan dikirim ke daerah-daerah, seperti : Kalipait (di lereng Gunung Nistho dekat Alas Purwo), Lampon, Rowoputih (dekat pantai Grajagan), Poncomoyo, Pulau Merah, Sukamade (semuanya di pantai Selatan daerah Banyuwangi) dan lain-lain untuk pembuatan jinchi-jinchi. Di samping itu romusha Banyuwangi juga banyak yang dikirim ke manca negara, seperti : Malaya (Malaysia), Birma (Myanmar), Thailand dan lain-lain untuk pembuatan jalan Kereta Api (KA) di sana. Ribuan romusha yang makan-minum dan tempat tidur mereka tidak diurusi oleh yang berwajib (Jepang) dengan semestinya. Keadaan semacam itu mengakibatkan penyakit kulit, seperti :eksim, kurap, kudis dan semacamnya merajalela dan menyerang tubuh para romusha yang bemasib malang itu. Demikian pula kutu rambut, kutu pakaian, kutu busuk dan lain-lain juga mengganas dan mangsa tubuh para romusha.
ADVERTISEMENT
Tindakan dan perlakuan Jepang semacam itu mengakibatkan banyak romusha yang mati kelaparan. Di medan kerja berserakan mayat romusha yang tidak terurus dengan semestinya. Sedang sisa romusha yang lain (yang masih hidup) merupakan tengkorak tengkorak hidup yang berkeliaran untuk menunaikan tugas tanpa bayaran. Para romusha Banyuwangi tidak sedikit yang pulang kampung halaman tinggal nama saja. Pada waktu itu mendengar sebutan romusha saja, telah mendirikan bulu roma, terutama bagi kaum laki-laki yang selalu merasa ngeri dan ketakutan. Kendati demikian Penguasa Militer Jepang melalui para aparatnya tetap berpropaganda manis bahwa semua pengorbanan itu demi mencapai kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya, sehingga akan dapat segera membangun Asia Baru yang aman dan sejahtera serta bebas dari penjajahan Barat.
ADVERTISEMENT
Di samping hal tersebut, para petani Blambangan juga tidak luput dari sasaran operasi pemerasan oleh Penguasa Militer Jepang. Mereka memperoleh target dan haras menyetorkan hasil panenan padi kepada pemerintah (Dai Nippon). Pada waktu itu setoran padi tersebut terkenal dengan istilah "Padi Kwintalan"yang harga dari pemerintah sangat rendah (murah sekali). Para petani temyata sering kelabakan dalam memenuhi target (setoran padi) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Facisme Jepang.
Dalam hal ini disebabkan hasil panen tidak mencukupi, karena disamping tidak ada pupuk, pengelolaan sawah (tanaman padi) amat terganggu dengan kurangnya tenaga akibat orang laki-laki banyak sekali yang menjadi romusha. Kendati demikian Penguasa Militer Jepang tidak peduli dengan segala alasan para petani, bahkan Jepang tidak segan-segan menjatuhkan hukuman cukup berat kepada para petani yang tidak mampu memenuhi target setoran padi mereka kepada pemerintah. Hal itu mengakibatkan para petani selalu diliputi rasa cemas dan ketakutan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Tindakan Penguasa Militer Jepang makin hari semakin kejam, terutama kesadisan dan kebrutalan para anggota Kenpeitainya yang menyebabkan rakyat kehilangan pegangan hidup, putus asa dan merasa rendah diri. Masyarakat Banyuwangi pada umumnya benar-benar menderita lahir batin di bawah penindasan Jepang. Kendati demikian situasi semacam itu juga membawa hikmah, yakni rakyat mulai sadar dan mengerti bahwa apapun yang dilakukan oleh Penguasa Militer Jepang (penjajah dari Timur), terutama kebijaksanaannya semata-mata hanya untuk menyelubungi pelaksanaan kolonialisme dan facismenya. Lebih dari itu masyarakat di tanah air, terutama para pemuda Indonesia dan khususnya di daerah Banyuwangi juga temyata mulai menyimpan rasa dendam kesumat dan hanya menunggu saat saja dapat meledak untuk membalas dendam terhadap tindakan sewenang-wenang Sang Penakluk (bala tentara Jepang). Dalam hal ini yang terpenting rakyat sudah sadar, terutama para pemuda sudah mulai menyimpan dan memiliki keberanian untuk menentang serta melawan penjajahan. Hal itu akan sangat berguna sebagai modal utama dalam menghadapi segala kemungkinan yang dapat terjadi sehubungan dengan menggawatnya situasi di tanah air pada waktu itu.
ADVERTISEMENT
Source@ Buku Koleksi perpustakaan BTD - SELAYANG PANDANG PERANG KEMERDEKAAN DI BUMI BLAMBANGAN Oleh Sri adi Oetomo @Edit Munawir btd