Pangkalan Militer Tiongkok Kawasan LCS: Bentuk Arogansinya Terhadap UNCLOS 1982?

Mutiara Azzahra Dwi Putri
Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Mulawarman
Konten dari Pengguna
28 November 2022 12:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mutiara Azzahra Dwi Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Foto: Mutiara Azzahra Dwi Putri)
zoom-in-whitePerbesar
(Foto: Mutiara Azzahra Dwi Putri)
ADVERTISEMENT
Konflik keamanan di Laut China Selatan kian hari semakin memanas pada dekade terakhir, konflik ini turut melibatkan beberapa negara di Asia Tenggara atas dasar pengklaiman Tiongkok di wilayah Laut China Selatan (LCS). Praktik penyelenggaraan kekuasaan negara membentuk kedaulatan dan hak berdaulatnya atas empat gugus kepulauan yang terdapat di dalam Nine Dash Line di LCS.
ADVERTISEMENT
Klaim kedaulatan Tiongkok terhadap keempat gugus kepulauan di LCS atas hak historis berdasarkan faktor penemuan, penamaan, dan sejarah penyelenggaraan kekuasaan pemerintah yang telah berlangsung selama lebih dari 2.000 tahun. Cara yang dilakukan Tiongkok untuk menguasai perairan yang diklaim sebagai Laut China Selatan menggunakan kekuatan militer dengan pembangunan Pangkalan Militer China di LCS.
Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 yang dikenal sebagai United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang mengatur perihal pembagian wilayah laut serta penggunaanya oleh masyarakat internasional. Laut lepas merupakan wilayah laut yang dinyatakan sebagai wilayah yang tidak boleh berada dalam kedaulatan negara manapun. Seperti yang telah tercantum dalam UNCLOS 1982, bahwa tidak ada suatu negara pun yang dapat secara sah menundukkan kegiatan manapun dari laut lepas pada kedaulatannya. Namun, dalam beberapa kasus, laut lepas diklaim sebagai wilayah kedaulatan suatu negara, seperti halnya Tiongkok yang mengaku LCS sebagai bagian dari kedaulatannya dan mendirikan pangkalan militernya di wilayah tersebut yang merupakan laut lepas.
ADVERTISEMENT
Konvensi UNCLOS 1982 ini telah diratifikasi oleh 158 negara termasuk Tiongkok. Meskipun Tiongkok menjadi salah satu negara yang sudah meratifikasi UNCLOS 1982, namun negara tersebut tidak mengakui keberadaan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara lain di LCS. Hal ini dibuktikan dengan pendirian pangkalan militer di wilayah tersebut. Tindakan Tiongkok tersebut didasari oleh acuan mereka terhadap wilayah perairannya, yaitu “Nine Dash Line”. Dasar yang digunakan Tiongkok dalam pengklaiman perairan LCS ini ialah sembilan garis putus-putus yang dibuat berdasarkan latar belakang sejarah dan peninggalan kuno Tiongkok, dimana garis ini dibuat secara sepihak dan bertentangan dengan UNCLOS 1982. Tiongkok meyakini bahwa LCS bukanlah perairan laut lepas sehingga Tiongkok merasa memiliki kedaulatan penuh atas pembangunan pangkalan militernya di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Pembangunan pangkalan militer ini berlokasi di Mischief Reef yang diidentifikasikan sebagai pulau karang berbentuk lingkaran dengan bagian tengahnya yang terdapat danau atau laguna. Pulau tersebut telah diduduki dan dikuasai Tiongkok sejak tahun 1995 dan sudah menempatkan pesawat tempur dan peluncur rudal. Pangkalan ini terdiri dari angkatan udara, laut, radar, dan fasilitas pertahanan rudal.
Dalam UNCLOS 1982 telah dijelaskan mengenai lebar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu negara pantai tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal laut teritorial diukur. Dari ketentuan tersebut sudah jelas bahwa tindakan Tiongkok yang mengklaim perairan LCS merupakan tindakan pelanggaran terhadap UNCLOS 1982, yang mana suatu negara hanya boleh mengklaim perairan sejauh 200 mil laut sebagai Zona Ekonomi Eksklusifnya.
ADVERTISEMENT
Pembangunan ini juga dapat dilihat sebagai ambisi Tiongkok dalam menguasai LCS dan menguasai laut pada umumnya. Dalam pandangan Tiongkok, pembangunan ini dilancarkan demi meningkatkan pengaruhnya yang berdampak kepada kesejahteraan masyarakatnya di laut internasional. Namun, pembangunan Pangkalan Militer ini juga disebut sebagai bentuk arogansi Tiongkok terhadap UNCLOS 1982, yang mana Tiongkok merupakan negara yang sudah meratifikasi UNCLOS 1982.
Dalam perairan internasional semestinya tidak ada suatu negara pun yang dapat secara sah menjalankan kegiatan manapun dari laut lepas pada kedaulatannya. Ketentuan ini dengan jelas menyatakan bahwa tidak satu negarapun yang diperbolehkan memiliki kedaulatan di laut lepas. Suatu negara hanya dapat mengklaim kedaulatannya hingga laut teritorial mil laut selebar 200 mil laut. Maka dari itu pembangunan pangkalan militer Tiongkok di Laut Cina Selatan yang semestinya menjadi laut lepas ini bertentangan dengan Konvensi PBB tahun 1982.
ADVERTISEMENT
Pengadilan arbitrase juga telah melayangkan putusan terkait kasus LCS ini. Namun, Tiongkok telah berulang kali menolak putusan Pengadilan Arbitrase dalam kasus LCS. Pernyataan resmi pemerintah Tiongkok menunjukkan tiga argumen utama yang menentang keterikatan putusan tersebut, termasuk (1) arbitrase dilakukan secara ilegal tanpa persetujuan dan partisipasi Tiongkok; (2) Majelis Arbitrase tidak memiliki yurisdiksi; dan (3) Majelis Arbitrase bukanlah “pengadilan internasional” yang sah. Hal ini turut mengindikasikan bahwa penolakan Tiongkok merupakan upanya dalam mengacuhkan UNCLOS 1982 dan menunjukkan power-nya kepada dunia bahwa ia mampu mengabaikan suatu hukum internasional serta menunjukkan kewenangannya dalam membangun pangkalan miliiter di LCS.
referensi:
Simanjuntak, M. (2022). "Pembangunan Pangkalan Militer Cina Di Laut Cina Selatan Ditinjau Dari Hukum Laut Internasional (Unclos 1982)". Jurnal Maritim Indonesia, 10(1), 73-81.
ADVERTISEMENT