5 Alasan Mengapa Solo Traveling Itu Perlu

N. Marlene Eunike
Penggemar bubble tea. Lebih suka kepanasan daripada kedinginan.
Konten dari Pengguna
24 Agustus 2019 16:25 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari N. Marlene Eunike tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mount Cook, Selandia Baru. Sumber: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Mount Cook, Selandia Baru. Sumber: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Kakek adalah figur yang dominan di masa kecil saya. Saat senggang, kakek sering mengajak saya ke tempat kerjanya. Tempat kerja kakek bukan di dalam gedung bertingkat, melainkan di dalam kapal.
ADVERTISEMENT
Beberapa kali, kami ke Pelabuhan Tanjung Priok dan kakek akan membawa saya naik ke kapal raksasa. Beberapa teman kakek akan datang menyapa dan mereka pun bercengkerama. Sesekali dalam percakapan mereka, terlempar nama tempat yang mereka kunjungi, seperti Hong Kong, Taipei, dan Shanghai.
Waktu itu, saya belum mengerti apa pekerjaan kakek atau mengapa mereka harus pergi ke luar negeri. Namun, ingatan tentang kakek dan teman-temannya, yang belakangan saya tahu bekerja untuk perusahaan kargo, meninggalkan kesan bahwa jalan-jalan ke luar negeri sangat menyenangkan.
Kesempatan untuk jalan-jalan ke luar negeri baru dapat tercapai saat saya mulai bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Puji Tuhan, kesempatan memenuhi hasrat jalan-jalan saya juga didukung oleh tuntutan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Walaupun banyak rencana untuk tamasya dengan teman-teman, selama ini kebanyakan perjalanan saya lakukan sendiri karena kesibukan masing-masing dan sulitnya menyesuaikan waktu cuti. Solo traveling istilahnya.
Solo traveling dapat melatih diri untuk packing lebih efisien. Sumber: Dok. pribadi
Menurut saya, traveling solo merupakan pengalaman yang paling tidak harus kamu coba sekali seumur hidup, ke mana pun itu. Sebab, dengan jalan-jalan sendiri, banyak hal yang dapat kita pelajari.
Setiap perjalanan saya pasti dimulai dengan pikiran seperti, "Kayaknya nonton Muay Thai langsung di pinggir ring seru" atau "Benteng tempat syutingnya Game of Thrones kayaknya bagus banget, andaikan bisa foto-foto di sana".
Itu mimpi saya dan bukan mimpi orang lain.
Di dalam Benteng Dubrovnik, Kroasia. Sumber: Dok. pribadi.
Bermimpi tidak ada salahnya. Sukses bisa dimulai dari mimpi, dari berandai-andai. Saya percaya kalau ada usaha pasti ada kesempatan untuk mewujudkan mimpi atau keinginan kita. Tinggal masalahnya, apakah kita mau mengambil kesempatan tersebut atau tidak.
Kompetisi Muay Thai amatir di Bangkok. Sumber: Dok. pribadi.
Saya percaya kita akan lebih bahagia dan lebih legowo menghabiskan uang dan waktu untuk diri sendiri dulu sebelum menghabiskannya untuk orang lain. Jika belum ada uang cukup, maka menabunglah. Jika belum ada waktu, maka gunakan hak cuti.
ADVERTISEMENT
Yang paling penting ingatlah bahwa semua itu dilakukan untuk mewujudkan mimpi kita sendiri, bukan mimpi orang lain.
Traveling solo memaksa kita menghitung semua pengeluaran supaya sesuai bujet. Sumber: Dok. pribadi
Karena pergi sendirian, kita jadi tidak bergantung pada orang lain untuk menghitung budget. Kita harus tahu berapa dana yang mau kita sisihkan untuk pengeluaran, seperti ongkos transportasi (tiket pesawat, tiket kereta, bus, dan lain-lain), akomodasi, makan, tiket masuk objek wisata, dan suvenir. Kalau negara tujuan kita memerlukan visa, kita juga jadi harus mengalokasikan uang untuk itu.
Beberapa objek wisata atau event memerlukan tiket masuk yang harus diperhitungkan dalam budget. Sumber: Dok. pribadi
Selain itu, kalau tempat yang dituju menggunakan mata uang asing, maka kita juga wajib menghitung dana yang dibutuhkan setelah dikonversi ke rupiah. Apalagi jika kita pergi ke beberapa negara yang menggunakan mata uang yang berbeda. Kita harus teliti menghitung nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing tersebut.
ADVERTISEMENT
Misalnya untuk sekali makan di Istanbul, saya butuh 20 lira dan di Sofia saya butuh 9 lev. Mengetahui itu, saya harus konversikan masing-masing mata uang itu ke rupiah untuk perhitungan budget saya.
Nilai tukar mata uang berpengaruh besar untuk menghtung bujet perjalanan. Sumber: Dok. pribadi
Penggunaan kartu kredit atau kartu debit tentu jauh lebih praktis. Namun, pertimbangkan juga nilai tukar bank yang biasanya lebih tinggi dan biaya jasa yang ditarik oleh bank. Tentunya harus dikonfirmasi terlebih dahulu kepada bank yang menerbitkan kartu kredit atau debit tersebut, apakah kartu kita dapat digunakan di luar negeri atau tidak.
Saran saya, tetap bawa uang tunai dalam mata uang setempat, terutama uang pecahan kecil. Jangan sampai tiba di suatu negara larut malam dan tidak ada money changer yang buka, sementara kita masih harus membeli tiket bus atau kereta bandara dengan uang tunai.
ADVERTISEMENT
Kalau waktu dan budget kita tidak terbatas, hal ini bukan masalah karena kita bisa dengan bebas menentukan berapa hari yang akan dihabiskan di suatu tempat dan berapa besar biaya yang akan dialokasikan untuk tiket, hotel, makan, dan lainnya.
Sayangnya, jika dana kita masih ada batasnya, kita harus kompromi antara keinginan dan kemampuan. Misalnya, akan lebih murah kalau kita makan di warung dibandingkan makan di restoran.
Makanan warung di Korea Selatan murah meriah dan mengenyangkan. Sumber: Dok. pribadi
Kita juga dapat menekan pengeluaran dengan memilih akomodasi yang lebih murah dibandingkan hotel biasa. Satu kamar di hostel atau apartemen bisa jadi alternatif. Hanya, privasi kadang dikorbankan karena dalam satu kamar hostel kita bisa berbagi dengan tiga atau bahkan 20 orang lainnya.
Saya berbagi kamar dengan 29 orang lainnya dalam satu kamar di Tokyo. Sumber: Dok. pribadi
Salah satu kunci dalam menentukan pilihan akomodasi adalah membaca dengan rinci informasi dan ulasan mengenai akomodasi tersebut. Kalau prioritas kita adalah lokasi yang strategis, maka bisa jadi jumlah orang dalam satu kamar bukan pertimbangan nomor 1.
ADVERTISEMENT
Untungnya, tidak akan ada perbedaan pendapat dalam menentukan pilihan ini karena jalan-jalannya sendiri.
Solo traveling membuat saya belajar untuk tidak malu membuka percakapan dengan orang asing. Sekarang banyak penginapan yang juga menawarkan jasa walking tour gratis yang dipandu oleh pelajar setempat yang ingin melatih bahasa Inggris mereka. Hal ini saya alami di Hanoi, Vietnam.
Grup walking tour yang saya ikuti di Hanoi. Sumber: Dok. pribadi.
Di dalam grup walking tour tersebut, juga ada teman-teman sekamar saya yang berasal dari berbagai negara: Prancis, Portugal, Amerika Serikat, dan Filipina. Sehari yang kami habiskan menjelajah Hanoi dengan berjalan kaki, memaksa saya untuk mendengarkan dan bercerita dengan orang-orang asing tersebut.
Tour Guide kami, para mahasiswa lokal, membawa kami jajan di warung kopi enak langganan mereka yang tidak banyak diketahui turis. Di penghujung hari, kami menjadi teman. Bahkan saya sempat bertemu kembali dengan teman dari Amerika Serikat dan Filipina di Jakarta setahun kemudian. Sampai hari ini pun kami masih bertukar kabar.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Karena jalan-jalan seorang diri, kita jadi lebih waspada dan hati-hati. Kuncinya memang banyak membaca terkait kondisi tempat tujuan wisata kita dan bertanya kepada mereka yang pernah mengunjungi tempat tersebut. Tujuannya tentu agar kita bisa mengantisipasi.
Saya pernah diganggu orang mabuk di stasiun metro di Seoul, Korea Selatan. Saat itu memang sudah cukup larut. Namun, karena di beberapa blog yang saya baca menyampaikan bahwa bertemu orang mabuk larut malam di metro itu wajar, maka saya tidak panik dan cukup berjalan mendekati loket di mana ada petugas metro.
Traveling solo bisa jadi membosankan atau seru tergantung kita membawa diri. Sumber: Dok. pribadi.
Jadi, siapa bilang jalan-jalan sendiri tidak seru dan menakutkan? Justru kita bisa belajar banyak dan pengalaman itu dapat menjadi suatu hal yang unik dapat kita bagikan ke anak cucu nantinya. Mau perjalanan kita seru atau membosankan, semua kembali lagi ke diri masing-masing.
ADVERTISEMENT
Selamat bertamasya!