Produktif kok Sakit Terus? Itu produktif atau Toxic Productivity?

Nada Citra Yuliana
Mahasiswa Psikologi UNS 2020
Konten dari Pengguna
11 Desember 2021 21:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nada Citra Yuliana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mood.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mood. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sekarang, overthink memikirkan masa depan rasanya sudah tidak asing lagi terutama bagi remaja-remaja Indonesia. Alhasil, banyak di antaranya yang selalu berusaha menghabiskan waktu untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan masa depan. Mulai dari belajar, membuat tugas hingga larut malam, dan tambahan aktivitas lain di luar akademik agar tetap merasa produktif.
ADVERTISEMENT
Kita sepakat bahwa produktif itu adalah sesuatu yang manfaatnya seperti kasih ibu yaitu sepanjang masa. Namun, kalau kata pepatah, semua yang berlebihan itu tidak baik. Jadi, kalau kamu sudah merasa terobsesi untuk menjadi seseorang yang produktif, mulai siaga 1 deh guys. Karena, kemungkinan kamu termasuk toxic productivity.
Jadi, sebenarnya apa sih toxic productivity?
Dari namanya saja kita sudah bisa menyimpulkan bahwa toxic productivity adalah sebutan untuk mereka yang memiliki hasrat bekerja atau melakukan hal-hal yang produktif dengan tidak terkendali. Kalau dulu sih disebutnya “workaholic”.
Jadi, kalau kamu merasa bersalah padahal cuma lagi menikmati minum teh di teras rumah setelah bekerja, atau merasa tidak tenang ketika akan tidur setelah menyelesaikan tugas, kamu sudah mulai toxic productivity. Kalau sudah seperti ini, lama-kelamaan malah jadi tertekan deh. Badannya cape, terus jadi sakit dan malah menimbulkan masalah baru karena tidak bisa se-produktif dulu.
ADVERTISEMENT
Apa ya penyebab utama dari toxic productivity?
Kebetulan, ada penelitian yang dilakukan oleh Bagua Team (2020) yang mencari tahu tentang hal ini nih guys. Ternyata, dua target penelitian mereka itu terpengaruh oleh media sosial, kehidupan perkuliahan, dan lingkungan profesionalitasnya. Wah, masuk akal dong ya? Karena menurut psikologi sosial, lingkungan memang memiliki pengaruh penting untuk menentukan persepsi, stereotip, dan perilaku suatu individu.
Terus, bagaimana cara menghindari toxic productivity?
Sebenarnya, ada banyak cara yang bisa kamu lakukan agar terhindar dari toxic productivity. Namun, mari kita coba yang sederhana saja. Mulai dari membuat tujuan yang realistis. Seringkali kita—terutama remaja millennial—yang katanya lagi sibuk mikirin masa depan ini punya tujuan-tujuan sebesar alam semesta, disaat kita sadar bahwa kita hanyalah butiran debu.
ADVERTISEMENT
Memang sih tidak ada sesuatu yang tidak mungkin di dunia ini. Tapi, untuk bisa menyelesaikan 5 tugas dalam waktu 3 jam, emangnya mungkin? Karena itu, yuk daripada memaksakan diri buat menyelesaikan banyak tugas dalam satu waktu, lebih baik buat jadwal untuk bisa menyelesaikan tugas-tugas yang ada. Eits, jangan lupa buat jadwal istirahatnya juga, yaa. Nah, ini bakalan nyambung ke tips selanjutnya.
Selanjutnya adalah disiplin dengan jadwal yang udah dibuat. Mulai dari waktu bermain, istirahat, membahagiakan diri sendiri, dan bekerja. Kita harus mengerti bahwa ada waktu-waktu yang memang kodratnya digunakan untuk mengisi ulang energi yang sudah kita keluarkan ketika kita beraktivitas. Kesehatanmu itu lho, guys.
Selain itu, buat teman-teman yang masih suka insecure, yuk, pelan-pelan kita lebih kenal sama diri sendiri. Mulai dari sadari kelebihan yang kamu punya. Kalau merasa nggak ada, nggak mungkin, pasti ada! Mungkin kamu kurang peka seperti doi saya. Jadi, coba deh lebih peka lagi sama diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Namun, selain kelebihan, kita juga harus sadar bahwa hanyalah manusia biasa guys. Kamu pasti punya kekurangan. Namun, kekurangan itu bukan buat dijadiin bahan untuk mengiri, melainkan untuk terus meng-upgrade diri hehehe.
Sudah, fokus aja sama diri sendiri. Ibarat kamu itu kue keju, terus kamu melihat orang lain yang sebenernya adalah kue coklat. Keduanya bisa dimakan dan enak menurut pandangan beberapa orang. Mungkin saja ada yang tidak suka kue keju, tapi suka kue coklat.
Namun, yang suka sama kue keju itu juga banyak. Kita semua sama-sama manusia, tapi dengan rasa dan pencapaian yang luar biasa berbeda. Nah, setelah membaca ini, kalian sebaiknya jangan lupa istirahat, ya! Coba kamu ingat deh, mungkin kamu sudah sibuk mengerjakan tugas sampai-sampai mas/mba pacar galau nungguin notifikasi dari kamu.
ADVERTISEMENT
Atau, mungkin kamu seorang ibu yang lagi bekerja demi kebahagiaan anak, tapi anakmu lagi nangis karena merindukan ibunya. Mungkin kamu adalah seorang ayah bertanggung jawab yang berharap anaknya bahagia apabila pulang dengan membawa banyak rupiah tapi anakmu sedang sedih karena ayahnya tidak memiliki waktu untuk sekadar mengucapkan selamat di hari ulang tahunnya. Ingat guys, ambis boleh, tipes jangan. Kesehatanmu berharga, kamu berharga.
Referensi:
Bagua Team. 2020. “Toxic Productivity in Young Adults.” (May). https://www.umo.design/wp-content/uploads/2020/06/UMO-tuneS-design.pdf.
Toosi, KK. 2014. “基因的改变NIH Public Access.” Bone 23(1): 1–7. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3624763/pdf/nihms412728.pdf.