Cerita Hussain dari Pakistan, 2 Tahun Tinggal di Indonesia Demi Suaka

8 Agustus 2017 15:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pengungsi pencari suaka di Kebon Sirih (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para pengungsi pencari suaka di Kebon Sirih (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ada pemandangan yang akan menarik perhatian para pengguna jalan jika melewati Jalan Kebun Sirih, Menteng, Jakarta Pusat. Di sekitaran jalan banyak kita dapati beberapa orang yang duduk ataupun sedang tidur dengan memiliki ciri-ciri berkulit putih langsat, bermata biru, hingga rambut yang berwarna kuning keemasan.
ADVERTISEMENT
Ciri-ciri tersebut memang berbeda dengan kita yang mayoritas memiliki bola mata warna hitam dan kulit yang agak kehitaman. Mereka adalah para pengungsi yang mencari suaka karena di tempat mereka berasal terjadi peperangan. Para pengungsi ini kebanyakan berasal dari Afganistan, Pakistan, dan bahkan ada yang berasal dari Somalia.
Sebagian dari mereka memadati pintu samping Gedung Badan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) yang terletak di Menara Ravindo. Mereka terdiri dari anak-anak kecil hingga orang dewasa.
kumparan (kumparan.com) mencoba untuk mewawancarai salah seorang di antara mereka, yaitu M. Hussain yang berasal dari Pakistan. Pria yang kerap disapa Hussain ini mengatakan dia sudah 2 tahun lebih tinggal di Indonesia untuk mencari suaka.
"Saya sudah sekitar 2 tahun lebih tinggal di Indonesia hanya untuk mencari suaka. Di negara saya banyak perang. Makanya semuanya pergi," kata Hussain, Selasa (8/8).
Para pengungsi pencari suaka di Kebon Sirih (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para pengungsi pencari suaka di Kebon Sirih (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
Hussain yang masih berumur 21 tahun ini berencana untuk bersekolah di Amerika atau Kanada. Kedatangannya ke Indonesia hanya karena sementara mengurus segala keperluan administrasinya dengan ketentuan UNHCR.
ADVERTISEMENT
"Saya hanya sementara saja di Indonesia. Sambil menunggu administrasi saya diurus mereka. Nanti setelah itu baru bisa (pergi ke Amerika atau Kanada),"ujarnya.
Setiap hari, Hussain bersama para pengungsi lainnya berusaha untuk datang ke UNHCR agar mendapatkan bantuan baik berupa surat menyurat administrasi hingga bantuan kemanusiaan lain.
"Mereka di sini mengurus keperluan surat perpindahan, suaka, dan lain-lain. Kami juga ikut urus bantuan yang akan dikasih seperti biaya untuk kebutuhan sehari-hari," jelasnya.
Untuk menghemat biaya yang harus dikeluarkan selama tinggal di Indonesia, beberapa dari mereka yang tidak memiliki tempat tinggal memilih untuk tidur di trotoar di sekitaran jalan.
Para pengungsi pencari suaka di Kebon Sirih (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para pengungsi pencari suaka di Kebon Sirih (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
"Kamu harus lihat yang lain. Ini mereka tidur atau tinggal di sini karena tidak punya uang dan rumah. Makanya buat tempat di sini (trotoar) untuk tidur. Itu ada sekeluarga. Ada anak-anak kecil juga," kata Hussain bercerita.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, Hussain dan para pengungsi lainnya akan terus berada di sekitaran lokasi Gedung Ravindo untuk mengurus keperluan mereka. Hal itu dilakukan agar mereka mendapat kejelasan dari status hidup mereka sebagai pencari suaka di negeri orang.
"Pokoknya kalau kamu lihat, kami di sini banyak setiap hari karena lagi ngurus keperluan saja. Banyak kami. Ada yang datang dari Bogor juga. Kalau yang tinggal di sini itu karena mau menghemat uang saja karena tidak punya uang lebih," jelasnya.
Masyarakat sekitar juga sudah terbiasa dengan kehadiran para pengungsi ini. Meski mereka tak pandai berbahasa Indonesia, tapi karena sudah sering berada di lokasi mereka bisa melakukan komunikasi walaupun hanya dengan isyarat.
"Sudah biasa mereka ini. Kasihan juga pengungsi. Padahal mukanya kayak bule-bule mereka. Tapi tidak punya tempat tinggal menetap," ujar Ina, seorang warga yang biasa berkomunikasi dengan mereka.
ADVERTISEMENT