Mewaspadai SARA dan Ujaran Kebencian di Pilkada 2018

18 Januari 2018 17:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konpers Imparsial (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpers Imparsial (Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Menjelang Pilkada Serentak 2018, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah soal strategi politik masing-masing kandidat. Koordinator Peneliti Imparsial, Ardi Manto Adiputra mengatakan, SARA dan menebar kebencian sebagai strategi politik, tidak menutup kemungkinan dapat terulang di pilkada tahun ini.
ADVERTISEMENT
"Kita menangkap ada hal yang mengarah pada pilkada DKI sebelumnya," kata Ardi dalam konferensi pers di kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (18/1).
Di Pilkada DKI isu ini mengemuka salah satunya lewat spanduk-spanduk yang disebarluaskan agar memilih kandidat sesuai preferensi agama. Pemikiran memilih atas dasar agama itu tak salah, namun tidak perlu disebarluaskan. Meski, itu mengemuka akibat buntut penistaan agama oleh Ahok.
"Kita lihat di pilkada Kota Padang 2013. Penolakan terhadap Rumah Sakit Siloam itu digunakan sebagai strategi politik, isu kristenisasi yang dijadikan sebagai alat kampanye. Mundur lagi, isu antiAhmadiyah dijadikan sebagai trategi politik di pilkada Kabupaten Tasikmalaya," paparnya.
Ia mengimbau calon kepala daerah yang mengikuti pilkada untuk tidak menggunakan strategis politik tersebut sebagai upaya dalam memperoleh banyak surat suara. Sebab tidak dapat membangun masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama dikatakan Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri. Ia berpendapat strategi politik ujaran kebencian akan memupuk dan mengembangbiakkan intoleransi di tengah masyarakat.
"Karena politik pemelintiran kebencian sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan demokrasi dan kebhinekaan masa depan Indoneia. Tanpa disadari akan mendorong polarisasi, skat-skat dalam masyarakat, dan berdimensi primodial," tutur Gufron.
Untuk itu, Imparsial mendesak elite politik dan masyarakat untuk menghindari setiap upaya politisasi identitas berbasis SARA atau ujaran kebencian di pilkada. Tidak hanya itu, Imparsial juga mengajak masyarakat untuk menjaga dan mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan semangat keberagaman sebagai prinsip demokrasi dan fundamen dari keindonesiaan.
"Karena pada prinsipnya ujaran kebencian sudah dilarang dalam ketentuan hukum dan instrumen HAM," pungkasnya.
ADVERTISEMENT