"UU MD3 Disahkan, DPR Mengalami Disorientasi"

15 Februari 2018 17:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang paripurna penutupan sidang. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang paripurna penutupan sidang. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pengesahan revisi UU MD3 menuai kritik dari berbagai kalangan. Sebab dalam Pasal 122 huruf k UU MD3, dijelaskan pengkritik DPR bisa dipidana, dan disebut sebagai salah satu cara untuk menjaga marwah DPR dari pelecehan (contempt of parliament).
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyo, menganggap DPR mengalami disorientasi. Sebab menurutnya, bukannya membuat lembaga DPR makin terhormat, pengesahan justru merendahkan parlemen.
"Mengapa DPR kita mengalami disorientasi? Alih-alih menguatkan, malah melemahkan. Alih-alih bikin terhormat, justru malah merendahkan," kata Ari di kantor Formappi, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Kamis (15/2).
Pengesahan UU MD3, kata Ari, juga merupakan bentuk ketakutan DPR. Ari menduga hal ini dikarenakan Setya Novanto yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
"Karena siapa politisi, anggota DPR, ketua DPR, politisi senior, ketua umum partai kuat bisa ditangkap KPK, dan itu politisi kuat dan akhirnya kecokok juga oleh KPK," ujarnya.
"Jadi anggota DPR hari ini mengalami ketakutan akan ketidakhormatan dia sebagai anggota dewan sehingga karena ketakutan itu jadi disorientasi. Jadi gugup, jadi gagap," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Disorientasi itu terlihat dari hasil undang-undang yang dibuat oleh DPR. Ada kesan yang terburu-buru, tanpa sosialisasi, dan prosesnya yang tertutup. Sehingga kemunculan revisi UU MD3 secara tiba-tiba menimbulkan kegaduhan terhadap masyarakat.
"Jadi kita harus kasihan kepada anggota DPR yang hari ini ketakutan dan kebingungan karena memang bagaimana KPK. Bagaimana kritik publik yang begitu kuat, Setnov seperti apa di-bully di media sosial, itu tokoh seperti Setnov bisa sedih seperti itu, bagaimana seperti misalnya anggota dewan yang tidak terkenal dan tidak bisa apa-apa, dan tidak punya kekuatan modal," pungkasnya.