Cita Rasa Jamu Kesehatan Ala Keraton Yogyakarta

Nadia Safira Putri
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
6 Januari 2024 19:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadia Safira Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aroma jamu yang sedang diseduh menggugah selera pembeli yang sedang memesan di meja order. Jamu memang menjadi alternatif Nurul Amalia dikala ia butuh tenaga. Menurutnya, meminum jamu beras kencur di sore hari sangat cocok untuk menghilangkan letih.
gambar toko jamu Kedai Ginggang
Dari sekian banyak kedai jamu, Kedai Ginggang yang berada di Jalan Masjid Kauman Yogyakarta menjadi pilihan Amalia. Kedai tua yang dibuka dari tahun 1950 oleh Rudi Supriadi itu ternyata memilki sejarah yang cukup menarik. Pasalnya, Kedai Ginggang dibuat untuk mengabadikan serta melanjutkan sejarah jamu yang diseruput oleh keluarga Keraton Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1926, seseorang bernama Djoyo Tan Genggang yang pintar dengan ramuan-ramuan jamu, menjadi tabib di Pura Pakualaman Yogyakarta. “Dia memang dikhususkan hanya untuk melayani Sultan dan keluarganya saja” ucap Rudi.
Mulanya racikan-racikan jamu dari Djoyo tidak diperjual-belikan. Racikan-racikan jamu tersebut hanya akan dibuat saat Sultan atau anggota keluarga Keraton Yogyakarta membutuhkannya. Saat Djoyo tutup usia, pekerjaan tabib keraton tersebut dilanjutkan oleh adik Djoyo, yaitu Binowo.
Lalu pada tahun 1930, setelah Puspomadyo (adik dari Binowo) diutus untuk menggantikan Binowo, mulailah racikan-racikan jamu resep turun temurun ini diperjual-belikan di daerah sekitaran Keraton Yogyakarta.
Sebelumnya, Puspomadyo hanya berjualan dipinggir jalan sekitaran Jalan Masjid Kauman Yogyakarta selama kurang lebih 20 tahun. Lalu pada 1950, didirikanlah sebuah kedai yang bernama Kedai Ginggang oleh Rudi agar konsumen dapat menikmati jamunya dengan tempat yang lebih nyaman.
ADVERTISEMENT
Yayuk sang acaraki (sebutan untuk orang yang mengolah jamu) di Kedai Ginggang mejelaskan bahwa jamu yang ada di Kedai Ginggang itu semuanya diolah dengan cara tradisional “bahannya ditumbuk manual menggunakan batu tumbuk yang besar,” kata Yayuk.
Setelah Yayuk menjelaskan tentang jenis-jenis jamu, Amalia pun memesan lagi jamu dengan request penghilang pegal-pegal “ngeres linu sangat cocok untuk pegal-pegal,” tutur Yayuk.
gambar jamu Beras Kencur dan Ngeres Linu
Jamu ngeres linu memiliki tekstur yang kental dan rasa yang pekat, jika diminum akan terasa seperti sepet-pahit. Namun rasa jamu ngeres linu itu dapat dimodifikasi dengan tambahan madu agar rasanya tetap nikmat bagi orang yang tak terlalu suka rasa original dari jamunya. Disamping gelas jamu ngeres linu juga disediakan jamu beras kencur untuk pemanis diakhir.
ADVERTISEMENT
Jamu tradisional selalu menjadi alternatif Amalia disaat ia tak ingin mengonsumsi obat-obatan kimia. Menurutnya, bahan-bahan alamiah lebih berefek baik untuk tubuhnya serta mudah didapat.
Rudi menuturkan bahwa jamu yang dijual di Kedai Ginggang hanya untuk remaja, dewasa serta lansia. Menu favorit semua kalangan di kedai itu ialah beras kencur dan kunir asem. “Jamu authentic memang beda kalau dibandingkan dengan jamu yang instan,” ucap Rudi.