Apa sih Sebenarnya Pornografi Itu? Queen Victoria on Sex and Pornography

nadira alyssa
Journalism Student of Polytechnic State of Jakarta
Konten dari Pengguna
29 Juli 2022 14:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari nadira alyssa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ratu Victoria (Pexels.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ratu Victoria (Pexels.com)
ADVERTISEMENT
Istilah pornografi mengacu pada cerita dan gambar orang-orang yang menunjukkan tubuh mereka, terkadang kegiatan intim secara terbuka, yang semata-mata untuk mendapatkan reaksi khalayak.
ADVERTISEMENT
Pornografi sama tuanya dengan sejarah manusia dan telah menjadi bagian dari banyak budaya. Bangsa Romawi kuno membuat gambar-gambar porno. Balok kayu Jepang abad ke-19 termasuk dalam kategori pornografi. Di Borobudur juga ada, tapi tersembunyi.
Dalam sejarah Inggris, pornografi bahkan pernah dianggap sebagai kejahatan di era Victoria melalui Obsence Publication Act tahun 1857. Namun, di Inggris pornografi kini dianggap sebagai bentuk kebebasan berbicara dan mengungkapkan pendapat/keinginan. Tentu saja dibatasi usia.
Bagi banyak orang, pornografi sudah dianggap sebagai bagian dari seni. Misalnya, di jama sekarang ketelanjangan tidak lagi masuk dalam kategori porno. Saudrara-saudara kita di Papua yang berpakaian hampir telanjang juga bukanlah dan tidak dapat dikatakan sebagai pornografi. Lalu apa sebenarnya pornografi itu?
ADVERTISEMENT
Dalam hal pornografi dan seks, ada banyak kebingungan dan kerancuan dalam pandangan masyarakat saat ini. Salah satu yang menjadi pengaruh terbesarnya adalah Ratu Victoria dan suaminya Albert.
Masa kekuasaan Ratu Victoria, 1837-1901, ditandai dengan pengawasan ketat terhadap nilai-nilai moral (versi Victoria tentunya), termasuk pembatasan terhadap hal-hal seksual. Meskipun Victoria menyangkal keberadaan homoseksualitas pada perempuan, homoseksualitas pada laki-laki dapat dikatakan hal yang melanggar hukum. Dalam sejarah Inggris, segala sesuatu yang dianggap pornografi bahkan adalah sebuah kejahatan di era Victoria melalui Obsence Publication Act tahun 1857. Berkat kejayaan Inggris, nilai-nilai Ratu Victoria menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Selama masa kejayaan Ratu Victoria, kaki furnitur yang dilapisi kain adalah pemandangan biasa yang dapat disaksikan setiap hari, seperti kaki piano dan kaki meja. Tujuannya untuk menghindari rangsangan seksual. Ratu Victoria juga melarang iklan pakaian dalam wanita. Pada saat itu, beberapa orang berpikir bahwa nudisme identik dengan rangsangan seksual, dan pandangan ini terbawa bahkan sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Pakaian renang (untuk pria dan wanita) yang populer pada saat itu, menutupi hampir seluruh tubuh. Bahkan dengan alasan demi menjaga kesopanan Ratu Victoria mendeklarasikan untuk tidak menyebut dada ayam dengan "chicken breast", melainkan "chicken bossom".
Wanita pada era Victoria juga diajari untuk tidak pernah mencoba memulai aktivitas seksual. Bahkan untuk sekadar berfantasi seksual pun dilarang. Mereka diajari untuk hidup dalam pengabdian bisu untuk melayani suami, keluarga, dan negara. Keberhasilan sosial pria-pria era Victoria sebagian dianggap disebabkan oleh kepasifan istri mereka, wanita diasumsikan tidak memiliki hasrat seksualnya sendiri.
"Perempuan tidak suka seks. Nafsu laki-lakilah yang mendorong perempuan" adalah ungkapan populer pada era Victoria.
Buku-buku yang beredar pada saat itu juga menyebarkan gagasan bahwa suami yang "normal" tidak akan mengharapkan istri mereka berhubungan seks lebih dari sekali dalam jangka waktu enam bulan. Buku-buku juga menyarankan hal-hal yang harus pria lakukan untuk menekan keinginan mereka, sehingga mereka tidak harus sering berhubungan seksual. Singkatnya, nasihat populer untuk wanita Victoria adalah, "Duduk saja, tutup matamu, dan pikirkan Inggris."
ADVERTISEMENT
Kemungkinan besar nenek buyut kita lahir di era Victoria, dan beberapa produk pemikiran dan tindakan pada peradaban mereka saat itu diturunkan dari orang tua kita kepada kita, terlepas kita menyadarinya atau tidak. Jika kita merasa jengah ketika kata "seks" dilontarkan, atau malu bila mendengar humor seksual dan mencoba mengubah topik pembicaraan, itu mungkin salah satu pengaruh dari sejumlah nilai yang dianut pada era Victoria sebagai sumber ketidaknyamanan kita.
Jika kamu merasa tidak nyaman berbicara tentang aspek seks atau seksualitas, bahkan tanpa adanya keterikatan budaya dengan era Victoria, besar kemungkinan hal itu berasal dari agama atau pemimpin yang menerapkan kekuasaan mereka dengan memaksakan nilai moral mereka sebagai suatu hal yang universal.
ADVERTISEMENT
Porno adalah fiksi hasil evolusi kognitif manusia.