Konten dari Pengguna

Cinta untuk Perempuan yang Tidak Sempurna #3 SENDIRIAN, (NAMUN) TIDAK KESEPIAN

Najelaa Shihab
Pendidikan adalah belajar, bergerak, bermakna. Pendidik adalah kita, Semua Murid Semua Guru
19 Desember 2017 18:33 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najelaa Shihab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sendirian, (namun) tidak kesepian (Foto: Danny Tumbelaka)
zoom-in-whitePerbesar
Sendirian, (namun) tidak kesepian (Foto: Danny Tumbelaka)
ADVERTISEMENT
Menjadi perawan tua atau janda, sering disebut memalukan. Sebagai kondisi yang dipilih atau dipaksa keadaan, banyak yang sering mempertanyakan. Kita semua punya generalisasi berlebihan terhadap perempuan yang mencoba meraih kebahagiaan tanpa pasangan.
ADVERTISEMENT
Perempuan tumbuh dengan imajinasi tentang penantian. Bermain pura-pura tentang pernikahan, bercengkrama dengan boneka dan balok bertema keluarga. Menjalin hubungan dan latihan berpasangan adalah bagian yang "seragam" dari perjalanan kita. Sehingga pada saat sebagian perempuan tidak sejalan - karena kesadaran memilih ataupun karena berubah pikiran - banyak sekali serangan yang datang.
Kita terkadang merasa perlu menyatakan, "Kok bisa orang pintar melakukan sesuatu yang seperti itu?". Seolah-olah semua pertanyaan kita bukan sesuatu yang sudah mereka tanyakan pada dirinya sendiri. Kita kadang merasa berjasa saat menggugat "Kenapa sih mesti pilih-pilih?". Seolah-olah keraguan kita akan memperbaiki keputusannya sendiri yang pastinya sudah melalui introspeksi diri.
Perempuan punya peran sesuai kodrat. Tidak satupun yang seharusnya dirugikan, hanya karena status perkawinan. Tetapi saudara dan teman kita yang terbuka akan bercerita betapa beratnya keadaan, saat pertama kali bertemu dengan orang baru dan kesendirian menjadi bagian dari perkenalan. Betapa menyesalnya perasaan, saat keluarga yang terikat darah mengatakan bahwa mereka tidak membanggakan keturunan.
ADVERTISEMENT
Keluarga adalah bagian dari identitas. Tetapi apakah suami dan ayah menjadi bagian dari keluarga - bukan kenyataan dan bukan pilihan, bagi banyak orang. Jumlah ibu tunggal di Indonesia meningkat 10x lipat dalam 10 tahun terakhir, lebih dari 17% perempuan di atas usia 25 tahun belum menikah. Fakta ini tentu bukan sesuatu yang perlu diperlombakan, namun juga bukan sesuatu yang perlu disembunyikan apalagi dijadikan alat ledekan.
Kita dikelilingi berbagai data yang menunjukkan betapa usia saat menikah tidak mempengaruhi seberapa bahagia pernikahan, dan banyak faktor yang membedakan anak berprestasi atau tidak, terlepas dari apakah dibesarkan orangtua lengkap atau tunggal. Tetapi sebagian besar perempuan memilih menghukum teman atau dirinya sendiri dengan mempercayai miskonsepsi dan peduli pada mitos yang tidak didukung bukti.
ADVERTISEMENT
Perempuan tanpa pasangan tetap menjadi bagian dari keluarga yang sempurna, walau strukturnya mungkin berbeda dari kebanyakan kita. Tanpa suami bukan berarti tanpa ayah, ibu, saudara, anak dan keponakan, juga teman. Kebahagiaan dilengkapi oleh begitu banyak kelekatan hubungan. Tanpa pasangan tidak menghapus keberhasilan lain yang sudah diraih perempuan. Kesuksesan saat sendirian, dalam karir dan rumah tangga, seringkali justru menunjukkan luar biasanya kekuatan. Kegagalan buat mereka bukanlah pilihan, mereka harus mampu bertahan, justru karena tidak ada seorang laki-laki di sisi yang bisa berbagi peran.
Refleksi ini untuk semua perempuan di sekitar saya yang pemberani. Walau (masih) sendiri, hidup tidak seharusnya sepi, selama kita selalu mencintai diri sendiri dan dikelilingi sahabat sejati.
*
ADVERTISEMENT
Simak juga:
Cinta untuk Perempuan yang Tidak Sempurna #1 di bit.ly/UntukPerempuan1
Cinta untuk Perempuan yang Tidak Sempurna #2 di bit.ly/UntukPerempuan2
#perempuan
#SemuaMuridSemuaGuru