Cinta untuk Perempuan yang Tidak Sempurna: Kepintaran dan 'Kepinteran'

Najelaa Shihab
Pendidikan adalah belajar, bergerak, bermakna. Pendidik adalah kita, Semua Murid Semua Guru
Konten dari Pengguna
22 Desember 2018 5:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najelaa Shihab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan karier. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan karier. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Perempuan, selalu harus menghadapi pilihan. Jarang di antara kita yang percaya, dan cukup berdaya, untuk berkata kita bisa mendapatkan semua. Salah satu fenomena nyata terlihat saat bicara tentang kepintaran perempuan.
ADVERTISEMENT
Banyak perempuan yang sejatinya multi peran--memandang kepintaran dengan penuh kecemasan. Data berbagai penelitian menunjukkan, halangan pendidikan dan tantangan pekerjaan makin menurun, sementara prestasi dan kontribusi perempuan makin meningkat dari tahun ke tahun.
Terlepas dari betapa positifnya berilmu dan berpengetahuan, betapa bangganya kita akan capaian perempuan di sekolah atau di tempat kerja, kepintaran sering dianggap karakter yang berlawanan dengan keperempuanan.
Saya bukan satu-satunya perempuan, yang sering mendengar ungkapan “jangan kepinteran” dari lingkungan. Ini juga curhatan terbanyak dari teman-teman, yang sedang memilih pasangan, dan mendengarnya dinasihatkan sebagai saran langgengnya hubungan.
Di sisi lain, banyak laki-laki percaya pentingnya kesepadanan dan percakapan dalam hubungan. Anggapan bahwa laki-laki tidak mengapresiasi kepintaran, sering dianggap hinaan--bagi kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
Kenyataannya, hingga kini, ambisi untuk pintar, terhalangi oleh kekhawatiran diri sendiri untuk menjadi lebih pintar dari pasangan. Pandangan tentang “bahayanya perempuan yang 'kepinteran'” terus bertahan. Bahkan beberapa penelitian lanjutan membuktikan perempuan pintar seringkali hanya ide ideal di atas kertas, tidak saat menjadi realitas.
Persepsi kita tentang situasi memang sering penuh kontradiksi. Setuju pada fenomena, bukan otomatis berarti kesediaan mempraktikan di dunia nyata.
Perempuan pintar bukan satu-satunya syarat berhasil atau gagalnya hubungan, bukan satu dimensi yang menggambarkan kompleksnya relasi. Untuk laki-laki dan perempuan, hubungan tentu bukan pendaftaran pertandingan otak, tetapi pilihan harian untuk saling menambah kebahagiaan.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam banyak situasi, hubungan menjadi menjadi kumpulan interaksi yang dinilai seperti kompetisi, diwarnai dengan iri. Saat inilah, hubungan apapun--yang melibatkan individu dengan tingkat intelegensi berapapun--akan menjadi rapuh.
Kepintaran, memang selalu datang dengan perangkap. Kekuatan dari setiap orang, seringkali hadir dengan sisi berlainan yang menjadi kelemahan. Karenanya syarat hubungan dan kebersamaan adalah kedewasaan.
Saya seringkali teringat situasi menjadi “ahli interogasi” yang menghadapi orang lain dengan sekumpulan bukti hasil investigasi--bukan dengan empati. Saya yakin kita semua pernah mengalami, perdebatan seru yang hasil akhirnya berseteru, hanya karena yang terlibat menghadapi isu dengan sikap serba tahu, bukannya mencoba memahami dengan rasa ingin tahu.
Dalam banyak kesempatan, kepintaran--bagi laki-laki maupun perempuan--sering menghambat keinginan belajar. Padahal, semua ketertarikan pada pasangan, ditunjukkan dengan perhatian dan pertanyaan yang berkelanjutan. Hubungan butuh rasa penasaran dan kebaruan.
ADVERTISEMENT
Kepintaran sering meninggikan harapan kita pada pasangan dan diri sendiri secara berlebihan, mengharapkan kesempurnaan. Padahal, bagaimana kita menghadapi kekecewaan dan cepat memaafkan, justru indikator utama kekuatan hubungan.
Pada akhirnya, tak heran, banyak perempuan yang pintar secara kognisi, sulit menghayati bahwa kepintaran itu multi dimensi. Ukuran utamanya dalam hubungan, tidak berkait informasi, tetapi lebih berkait emosi.
Hubungan bukan soal transaksi, tetapi sikap saling menghormati yang membuat semua pihak saling menjaga harga diri dan menumbuhkan potensi.
Refleksi dalam tulisan ini bertujuan untuk memantik diskusi, bukan mencari konklusi. Kepintaran, seringkali perlu ditunjukkan dengan kemampuan menertawakan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Yang sering kita lupakan, suara utama yang seharusnya mengendalikan percakapan, adalah pelibatan dan penerimaan sesama perempuan. Selamat merayakan kepintaran yang seutuhnya dan keperempuanan yang sepenuhnya! #hariperempuan #hariibu #cintauntukperempuanyangtidaksempurna #semuamuridsemuaguru