Merdeka Belajar: Kutu Buku Bukan Jaminan Mutu

Najelaa Shihab
Pendidikan adalah belajar, bergerak, bermakna. Pendidik adalah kita, Semua Murid Semua Guru
Konten dari Pengguna
17 Mei 2017 17:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najelaa Shihab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Reading (Foto: Pixabay)
Kita sering mendengar bahwa kemampuan membaca penduduk Indonesia sangat rendah. Bagaimana mungkin, padahal pelajaran membaca dipaksakan bahkan di usia balita?
ADVERTISEMENT
Kita sering tercengang bahwa orang bergelar panjang tertutup pada perbedaan sudut pandang. Bagaimana mungkin, saat koleksi buku dan informasi media yang menceritakan perubahan begitu berlimpah?
Dunia pendidikan memang tidak bisa dilihat sederhana. Namun, kita seringkali berlindung dibalik angka dan jumlah. Kemampuan mekanik mengeja dan membaca anak-anak kita di usia muda mendapat angka tinggi di tes internasional.
Tapi saat diminta memahami bacaan dan mengaplikasikan pengetahuan di masa akhir sekolah, angkanya menjadi salah satu yang terendah diantara semua negara. Rasio jumlah bangunan perpustakaan kita dibanding jumlah penduduk adalah salah satu yang baik di dunia. Bila dilihat isi raknya jarang menyimpan dan meminjamkan buku Indonesia yang berkualitas serta beragam.
Prestasi jangka pendek dan peresmian sarana, pencanangan gerakan atau penerbitan buku pesanan sesuai pencitraan, masih menjadi bagian harian dari pendidikan dan bacaan kita.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya kita bisa diam atau hanya menggumam di belakang, tapi sekarang kita harus berani bicara dengan lantang. Semua ini bukan saja tidak cukup, tetapi harus dihentikan karena menghalangi pencapaian tujuan pendidikan berkait bacaan dalam jangka panjang.
Pendapat di atas mungkin dianggap sama dengan ekstrimitas, tapi bicara pendidikan memang membutuhkan militansi jangka panjang.
Setiap hari terbit 5000 buku di dunia. Kalau kita hanya bicara banyaknya buku yang dibaca anak indonesia - kapan kita sadar bahwa peran pendidikan tidak hanya sekedar membuat anak bisa membaca tapi juga membuat insan Indonesia mahir menulis dan mewarnai pemikiran global.
Tidak ada perubahan indikator kesuksesan membaca sejak zaman sebelum kemerdekaan hingga saat ini. 72 tahun kita bertepuk tangan atas "kemajuan" pemberantasan buta aksara padahal ukuran literasi internasional dan tuntutan teknologi digital sudah berubah.
ADVERTISEMENT
Setiap detik lebih dari 10 ribu informasi baru muncul di media sosial. Kalau kita hanya bertujuan mencetak generasi pekerja yang mampu membeli dan memakai gawai terkini - kapan kita menumbuhkan anak-anak cerdas digital dan menjadi warganegara Indonesia yang karyanya di berbagai bidang mengubah dunia.
Aktif membaca tidak cukup, membaca aktif esensial. Menambah jumlah pustaka cetak ataupun elektronik tidak cukup, menambah manfaat pustaka adalah mutlak. Kutu buku bukan jaminan mutu bila cuma berlindung di balik kertas atau terpaku di depan layar.
Mari bercita-cita lebih besar! Kutu buku akan menjadi manusia utuh bila kita menjadi teladan pendidik yang berdaya di setiap rumah dan kelas.
#SemuaMuridSemuaGuru