Pemilih Karier yang Merugi

Najelaa Shihab
Pendidikan adalah belajar, bergerak, bermakna. Pendidik adalah kita, Semua Murid Semua Guru
Konten dari Pengguna
2 November 2022 12:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najelaa Shihab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ancaman karir. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ancaman karir. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sebagian besar dari kita, mencurangi diri sendiri saat memutuskan menjalani karier yang tidak sesuai. Bukan hanya mereka yang tak peduli yang akhirnya merugi, tetapi mereka yang sudah melakukan persiapan tapi tidak menyadari adanya bias dalam proses pemilihan.
ADVERTISEMENT
Kita seringkali memiliki ekspektasi yang berlebihan pada diri sendiri. Bahwa apa yang kita sebut “intuisi” atau sejumlah “bukti” sudah cukup untuk menentukan pekerjaan dan bidang apa yang bisa menjadi opsi.
Menggunakan informasi dan mengumpulkan pendapat teman untuk mediasi, mungkin sudah kita lakukan sejak awal masa studi - tetapi sebagian besar dari kita berkutat pada alternatif yang itu-itu saja atau terlalu cepat menyingkirkan jenis pekerjaan yang pada kesan pertama seolah sudah tidak memungkinkan.
Penelitian juga menunjukkan banyak kesalahan yang muncul karena kurang akurat dalam menilai keterampilan apa yang dibutuhkan dalam satu pekerjaan - sehingga ada yang sebenarnya punya yang dibutuhkan dan punya kesempatan sukses di satu bidang, akhirnya tidak pernah mencoba jalur yang relevan.
ADVERTISEMENT
Apa hambatan utamanya? Banyak yang malas berubah! Berubah dari jurusan kuliah, berubah dari pola keluarga, berubah dari ambisi yang sudah “telanjur” dipelihara lama. Kenapa malas berubah? Karena kita seringkali salah memberikan bobot pada apa yang sesungguhnya menciptakan kepuasan kerja. Berbincang dengan orang yang punya pengalaman beragam tanpa terlalu cepat mengambil kesimpulan saat melakukan perbandingan, akan sangat membantu saat kita membuat daftar pilihan.
Daftar? Ya, semakin sistematis cara kita membandingkan, semakin berkurang risiko adanya bias kognitif saat memutuskan karier yang akan dikembangkan. Pun saat kita melakukan kesalahan - menjajaki atau bahkan mendalami karier yang ternyata tidak sesuai harapan - proses terstruktur yang sudah dilalui sebelumnya akan membantu kita melakukan refleksi dan tidak salah memilih untuk kedua kalinya.
ADVERTISEMENT
Kenyataannya, walau banyak sekali hal yang sulit diprediksi di karier ataupun dunia saat ini, fokus pada masa depan selalu lebih baik daripada fokus pada masa lalu. Apa yang kita inginkan, apa yang bumi butuhkan serta berbagai kebermanfaatan yang bisa jadi capaian lewat pekerjaan perlu jadi pertimbangan utama dibanding gelar atau ijazah apa yang sudah dimiliki, biaya dan waktu yang telah dikeluarkan sebagai investasi untuk memilih bidang yang tak disukai, atau paksaan dari keluarga yang belum tentu memahami transisi dan trend yang memengaruhi berbagai profesi.
Kembali ke bukti, yang sangat penting di tahap eksplorasi, berarti upaya ekstra untuk meneliti. Survei gaji, membaca biografi, mencari referensi tentang teknologi terkini yang diaplikasikan di bidang ini, negara yang maju secara ekonomi karena keunggulan dalam kompetensi di sektor yang terkait dengan karier yang dijajaki.
ADVERTISEMENT
Komitmen utama yang perlu dijaga: selalu siap mempertanyakan diri sendiri. Sebelum yakin - apakah ada kemungkinan lain? Sebelum sukses - apakah kita sudah mengeksplorasi berbagai opsi, mendalami apa yang diminati dan menyiapkan diri untuk mencapai cita-cita dalam karier yang dipilih? Tak ada yang instan dalam kesuksesan bermakna, semua proses yang kita lalui tak akan mengkhianati hasilnya.